X. Membumikan Strategi Pembangunan Berkelanjutan
1. Rasional
Pada era perubahan iklim dan dinamika ekonomi global yang demikian cepat, salah satu opsi
wajib sebagai perajut pembangunan ekonomi Indonesia adalah upaya konkrit untuk
membumikan strategi pembangunan berkelanjutan. Masyarakat bisnis sebenarnya telah sangat
yakin bahwa penggunaan dan eksploitasi sumber daya alam berlebihan dan melebihi daya dukung
sumberdaya tersebut akan mengakibatkan degradasi sumberdaya dan lingkungan hidup yang
tentu mengancam keberlanjutan pembangunan ekonomi itu sendiri.
Diskusi publik yang pernah mengemuka pada tiga dekade sebelumnya, kini seakan memperoleh
momentum besar untuk segera mewujudkan, mengoperasionalisasikan dan membumikannya di
dalam praktik bisnis dan aktivitas ekonomi lainnya, setelah ancaman dampak buruk perubahan
iklim telah semakin nyata dan merata pada segenap lapisan masyarakat. Kesadaran kolektif itu
kini seharusnya telah merasuk pada segenap pelaku usaha, perumus kebijakan dan pejuang
masyarakat madani, bahwa biaya dan risiko ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup tentang
dampak perubahan iklim akan jauh lebih besar dan lebih dahsyat dibandingkan dengan biaya
yang harus dikeluarkan saat ini untuk mengantisipasi, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
global tersebut.
Strategi pembangunan berkelanjutan pada awal dekade 1970‐an memang dianggap sebagai
sebuah terobosan baru, tapi kini pada dekade di awal abad milienium, strategi tersebut telah
menjadi suatu keniscayaan dan kebutuhan krusial dalam pembangunan ekonomi saat ini. Sesuatu
yang sangat mendesak untuk dilaksanakan adalah mentransformasikan debat publik dan gagasan
di tingkat konsep menjadi suatu langkah operasional oleh berbagai elemen bangsa atau pelaku,
seperti: masyarakat politik pemerintah, wakil rakyat, masyarakat bisnis dunia usaha besar,
menengah dan kecil, dan masyarakat madani lembaga masyarakat, dunia akademik dan lain‐
lain. Falsafah yang dianutnya pun tidak boleh terlalu rumit karena konsep pembangunan
berkelanjutan itu sendiri sebenarnya cukup sederhana dan sangat mudah dicerna.
Bermula dari kenyataan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi itu ada batasnya dan bahwa
perekonomian yang terlalu mengandalkan pada hasil ekstraksi sumberdaya alam, tidak akan
bertahan lama. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak akan berarti apa‐apa jika degradasi
lingkungan yang ditimbulkannya ikut diperhitungkan dalam penghitungan pendapatan nasional.
Lalu para ahli mulai memadukan antara aspek ekologis dan aspek ekonomis dalam perumusan
kebijakan nasional. Pada tingkat aplikasi dan pelaksanaan, pemerintah bersama‐sama rakyat
banyak juga ikut bertanggung jawab, tidak saja terhadap degradasi lingkungan tetapi juga
terhadap kebijakan publik yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup itu.
2. Evolusi dan Penyempurnaan Strategi
Pada tingkat global, mereka yang peduli terhadap keberlanjutan pembangunan dapat tercapai
pada pembentukan koMisi dunia tentang lingkungan hidup dan pembangunan World Comission
Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014
64
on Environment and Development = WCED yang independen dan sangat berpengaruh. Mereka
telah berhasil mengawinkan antara ekonomi dan ekologi, seperti tertuang dalam dokumen Our
Common Future dan secara eksplisit menyebutkan strategi pembangunan berkelanjutan.
Menurut koMisi itu, pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi mendatang
dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.
Paradigma pembangunan berkelanjutan tidak hanya memperoleh tantangan di tingkat konsep,
strategi dan mazhab pemikiran, tapi juga menghadapi kendala serius dalam mobilisasi dan
operasionalisasi sumber pendanaan di tingkat lapangan. Kendala mobilisási dana ini terasa lebih
sulit ketika para ahli dan perumus kebijakan menghadapi kesulitan untuk menterjemahkan secara
lebih lugas dan jelas tentang paradigma baru pembangunan berkelanjutan yang telah
mengakomodasi secara inheren perspektif sosial, untuk melengkapi perspektif atau aspek
ekonomi dan lingkungan hidup. Pasca Konferensi Tingkat Tinggi KTT Lingkungan Hidup di
Johannesburg Afrika Selatan tahun 2002 atau “Rio +10”, untuk menunjukkan penyempurnaan
dari KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992, aspek sosial seperti faktor kemiskinan,
kelembagaan, inklusivitas, konsultasi, pemberdayaan masyarakat sipil, dan lain‐lain telah diyakini
mampu menjadi salah satu dimensi penting dalam pembangunan berkelanjutan.
Penyempurnaan ini telah melengkapi sekian macam dimensi dari aspek ekonomi seperti
pertumbuhan, efisiensi dan stabilitas dan dari aspek lingkungan hidup seperti keanekaragaman
hayati, ketangguhan atau kemampuan penyesuaian diri, sumberdaya alam, tingkat polusi, eMisi
karbón dan lain‐lain. Dalam keterkaitan antara aspek sosial dan aspek ekonomi, perhatian dari
paradigma pembangunan berkelanjutan adalah tingkat pemerataan dalam suatu generasi intra‐
generational equity, kebutuhan dasar dan tingkat penyerapan angkatan kerja dalam
perekonomian. Keterkaitan antara aspek sosial dan aspek lingkungan hidup telah lama
dikembangkan, yaitu yang mencakup pemerataan antar generasi inter‐generational equity,
governance, transparansi dan akuntabilitas publik, serta dimensi budaya di dalamnya. Sedangkan
keterkaitan antara apsek ekonomi dan lingkungan hidup telah mendapat perhatian cukup
memadai di tingkat konsep yang menyangkut proses penilaian valuation dan internasilisasi dari
faktor eksternalitas yang mungkin timbul dalam aktivitas perekonomian lihat Gambar di bawah.
Kadin Indonesia: Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009 – 2014
65
Pembangunan Berkelanjutan
Ekonomi
Lingkungan Hidup Sosial-masyarakat
-Penilaian - Internalisasi
- Kebutuhan pokok - Pemerataan dalam generasi
-GovernanceBudaya -Pemerataan antar generasi
• Pertumbuhan • Efisiensi, stabilitas
• Keanekaragaman hayati • Polusi, preservasi, dll.
• Kemiskinan, pengangguran • Pemberdayaan, kelembagaan
3. Upaya Kuantifikasi Keberlanjutan