Hasil Pengujian Hipotesis Pertama

berpikir. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode enam topi berpikir efektif digunakan dalam pembelajaran diskusi. Akan tetapi, karena skor rata-rata mean pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sama-sama mengalami peningkatan, perlu dilakukan penghitungan gain score atau peningkatan skor rata- rata untuk lebih membuktikan keefektifan metode enam topi berpikir dalam pembelajaran diskusi. Hasil penghitungan gain score dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29: Hasil Penghitungan Gain Score Data Skor rata-rata Peningkatan skor rata-rata Pretest kelompok kontrol 20,037 24,370 − 20,037 = 4,333 Posttest kelompok kontrol 24,370 Pretest kelompok eksperimen 19,379 26,448 − 19,379 = 7,069 Posttest kelompok eksperimen 26,448 Berdasarkan data pada Tabel 29, diketahui bahwa peningkatan skor rata- rata mean pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol, sehingga hasil pengujian hipotesis kedua adalah sebagai berikut. H : metode enam topi berpikir tidak efektif digunakan dalam pembelajaran diskusi siswa kelas X SMA Negeri 2 Sleman, ditolak. H a : metode enam topi berpikir efektif digunakan dalam pembelajaran diskusi siswa kelas X SMA Negeri 2 Sleman, diterima.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Sleman. Populasi penelitian sebanyak 4 kelas kelas X-A, X-B, X-C, dan X-D dengan 128 siswa. Sampel yang digunakan 2 kelas, yaitu kelas X-D sebanyak 32 siswa sebagai kelas kontrol dan X-B sebanyak 32 siswa sebagai kelas eksperimen. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode enam topi berpikir, sedangkan variabel terikatnya keterampilan diskusi siswa. Metode enam topi berpikir hanya diterapkan pada kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kontrol mendapat pembelajaran dengan metode penugasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan keterampilan diskusi yang signifikan antara siswa kelas X SMA Negeri 2 Sleman yang mendapat pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode enam topi berpikir dan siswa yang mendapat pembelajaran diskusi dengan menggunakan metode penugasan, serta untuk mengetahui keefektifan metode enam topi berpikir dalam pembelajaran diskusi pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sleman. Berikut ini dijelaskan pembahasan hasil penelitian.

1. Deskripsi Kondisi Awal Keterampilan Diskusi Kelompok Kontrol dan

Kelompok Eksperimen Kondisi awal kedua kelompok dalam penelitian ini diketahui dengan melakukan pretest keterampilan diskusi. Pada pretest tersebut siswa diminta untuk melakukan diskusi. Pengumpulan data atau skor pretest menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman penyekoran tes diskusi, meliputi: kemampuan berargumentasi, menghargai pendapat, menanggapi pendapat, keakuratan gagasan, kelancaran berbicara, ketepatan kalimat, penguasaan topik, gaya, dan kerja sama. Berdasarkan perolehan skor pretest tersebut, diketahui bahwa aspek penilaian yang paling dominan adalah sikap menghargai pendapat dengan skor rata-rata kelas 2,8 untuk kelompok kontrol dan 2,5 untuk kelompok eksperimen. Sementara itu, aspek penilaian yang skornya paling rendah untuk kelompok eksperimen adalah keaslian dan keakuratan pendapat serta kelancaran berbicara, sedangkan untuk kelompok kontrol adalah keaslian dan keakuratan pendapat, penguasaan topik, dan gaya berbicara. Perolehan skor pretest selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Berikut dijelaskan deskripsi kondisi awal keterampilan diskusi siswa, baik untuk kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen berdasarkan aspek-aspek penilaian diskusi. Pertama, kemampuan berargumentasi siswa, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen tergolong kurang. Sebagian besar siswa dalam satu kelompok terkesan pasif dan hanya menggantungkan diskusi pada satu atau dua orang yang aktif berpendapat. Masih banyak siswa yang berpendapat tanpa disertai alasan, sehingga terkesan kurang meyakinkan. Kedua, sikap menghargai pendapat sudah dilakukan siswa dengan baik. Akan tetapi, masih ada beberapa siswa yang tidak terbuka dalam kelompok. Beberapa siswa tersebut kurang suka pendapatnya dikritik oleh temannya dan bersikukuh bahwa pendapatnya adalah yang paling benar. Hal tersebut membuat suasana diskusi kelompok menjadi tidak menyenangkan dan lebih mengarah ke perdebatan. Ketiga, siswa masih kurang dalam menanggapi pendapat. Siswa menanggapi pendapat dengan alasan yang cukup logis, namun bukti pendukung masih kurang tepat. Beberapa siswa juga lebih sering diam dan menganalisis bacaan secara individual.