Landasan Teori .1 Teori Strukturalisme
yang terdidik-tercerahkan dan dari etnik berbeda-beda itu bersatu padu, berdialog dan mempertanyakan identitas diri mereka, meskipun identitas etnik dan budaya mereka berbeda-
beda. Selanjutnya tibalah saat yang bersejarah bagi bangsa Indonesia ketika sejumlah
warga terdidik-tercerahkan itu berkumpul dan berkongres pada tanggal 28 Oktober 1928. Pertemuan itu menghasilkan sebuah rumusan penegasan tentang nama diri bangsa, tanah
air, dan bahasa, yaitu Indonesia. Momen bersejarah itu hingga kini masih diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Strukturalisme
Analisis sastra adalah ikhtiar untuk menangkap atau mengungkapkan makna yang terkandung dalam teks sastra. Pemahaman terhadap teks sastra harus memperhatikan unsur-
unsur struktur yang membentuk dan menentukan sistem makna, Culler dalam Pradopo, 1995: 41.
Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra, sering dipandang sebagai teori dan pendekatan. Hal ini pun tidak salah, karena baik pendekatan maupun teori saling melengkapi
dalam penelitian sastra. Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang akan diungkap melalui karya sastra, sedangkan teori adalah pisau analisisnya, Endraswara, 2008:
49. Strukturalisme sebenarnya merupakan paham filsafat yang memandang dunia
sebagai realitas berstruktur. Dunia sebagai suatu hal yang tertib, sebagai sebuah relasi dan keharusan. Jaringan relasi ini merupakan struktur yang bersifat otonom. Keteraturan struktur
itu, akan membentuk sebuah sistem yang baku dalam penelitian sastra. Menurut Junus dalam Endraswara, 2008: 49 strukturalisme memang sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra
adalah bentuk. Oleh sebab itu, strukturalisme sering dianggap sekadar formalisme modern. Memang, ada kesamaan antara strukturalisme dengan formalisme, yang sama-sama mencari
arti dari teks itu sendiri. Strukturalisme merupakan cabang penelitian sastra yang tidak bisa lepas dari aspek-
aspek linguistik. Keutuhan makna bergantung pada koherensi keseluruhan unsur sastra, Endraswara, 2008: 50. Keseluruhan sangat berharga dibandingkan unsur yang berdiri
sendiri, karena masing-masing unsur memiliki pertautan yang membentuk sistem makna. Setiap unit struktur teks sastra hanya akan bermakna jika dikaitkan hubungannya dengan
Universitas Sumatera Utara
struktur lainnya. Hubungan tersebut dapat berupa paralelisme, pertentangan, inversi, dan kesetaraan. Hal yang terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut menghadirkan
makna secara keseluruhan. Menurut Jean Peaget dalam Endraswara, 2008: 50 strukturalisme mengandung tiga
hal pokok. Pertama, gagasan keseluruhan wholness, dalam arti bahwa bagian-bagian atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik
keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi transformation, struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus menerus
memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri self regulation yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan
prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain. Paham strukturalis, secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya telah
menganut paham penulis Paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure. Paham ini mencuatkan konsep sign dan meaning bentuk dan maknaisi atau seperti yang dikemukakan
Luxemburg dalam Endraswara, 2008: 50 tentang signifiant-signifie dan paradigma- syntagma. Kedua unsur itu selalu berhubungan dan merajut makna secara keseluruhan. Oleh
karena itu, kedua unsur penting ini tidak dapat dipisahkan dalam penafsiran sastra. Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk form dan isi
content atau makna significance yang otonom, Endraswara, 2008: 50. Artinya, pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman
harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan unsur itu akan membentuk sebuah makna utuh.
Ide dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan, teori ekspresif yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan
watak dan perasaan pengarang, dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dan pembaca, Endraswara, 2008: 50. Pendek kata,
strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra. Penekanan Strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teori mandiri.
Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Analisis struktural dalam analisis teks sastra menjadi perantaraan dalam membongkar sistem makna
yang terkandung di dalamnya. Pendekatan struktural sebagai prioritas awal untuk mengetahui kebulatan makna teks sastra yang harus memperhatikan pemahaman peran dan fungsi unsur-
unsur yang membangun teks sastra, Teeuw, 1991: 61.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penilaian tersebut, analisis struktural terhadap teks sastra memiliki tujuan untuk membongkar atau mengungkapkan keterkaitan unsur-unsur dalam teks sastra
secara totalitas dalam menghasilkan makna, Teeuw, 1991: 135. Menurut Goldman dalam Ratna, 2004: 122 menekankan bahwa dalam rangka memberi keseimbangan antara karya
sastra dengan aspek-aspek yang berada di luarnya, yaitu antara hakikat otonomi dengan hakikat ketergantungan sosialnya, tidak secara langsung menghubungkan karya dengan
struktur sosial yang menghasilkannya, melainkan mengaitkannya terlebih dahulu dengan kelas sosial dominan.
Hal ini sesuai dengan pendapat A. Teeuw dalam Pradopo, 1995: 46. “Analisis struktural merupakan hal yang harus dilakukan untuk memahami prosa baik cerpen, novel,
dan roman yaitu dengan memahami struktur fisik dan struktur batin yang terdapat di dalamnya”. Sebelum melakukan analisis karya sastra dengan menggunakan pendekatan
apapun haruslah menggunakan pendekatan strukturalisme. Analisis struktural merupakan prioritas utama sebelum diterapkannya analisis yang
lain. Tanpa analisis struktural tersebut, kebulatan makna yang dapat digali dari karya sastra tersebut tidak dapat ditangkap, dipahami sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan
fungsi unsur itu di dalam keseluruhan karya sastra, Teeuw, 1991: 16. Mukarovski dan Vodica dalam Ratna, 2004: 93 menyebutkan unsur-unsur prosa, di
antaranya tema, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa. Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis
strukturalisme berusaha memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur yang membangun karya sastra serta menjelaskan bahwa antara unsur-unsur tersebut kurang berfungsi tanpa adanya
interaksi. Untuk dapat memecahkan masalah, maka digunakan analisis strukturalisme pada novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro yang akan dikaji.