berciuman, berpelukan sampai pada tahap melakukan hubungan seks barulah dikatakan berpacaran. Inilah yang membuat banyak siswi
terjerumus ke perilaku seksual negatif yang sangat merugikan bagi diri remaja. hal ini didukung  oleh referensi yang menyatakan bahwa pola
komunikasi dalam lingkungan teman sebaya di sekolah maupun di luar sekolah seperti berbagi pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan
dengan kesehatan reproduksi remaja dapat menentukan atau mendorong pembentukan  perilaku remaja dalam kehidupannya sehari-hari dalam hal
kesehatan reproduksi Harahap, 2004.
4. Hubungan  Enabling  Factor  terhadap Perilaku Seksual Siswi di SMA Negeri 17 Medan
Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual siswi  di SMA Negeri 17 Medan menunjukan bahwa berdasarkan
peran  akses media informasi terhadap  perilaku seksual siswi, dari hasil uji chi square diperoleh OR = 2,77 dan nilap p  = 0,07 hal ini  menunjukkan
bahwa  tidak  ada  pengaruh  yang signifikan peran akses media informasi dengan perilaku seksual siswi di SMA Negeri 17 Medan. Dimana persentase
responden yang berperilaku seksual positif  83,3 terdapat pada responden dengan  peran akses media informasi  kategori mendukung dan  64,3
terdapat pada responden dengan peran akses media informasi kategori tidak mendukung.
Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harahap, tahun 2004 tentang analisis beberapa faktor yang berhubungan
dengan perilaku kesehatan reproduksi remaja di SLTPN Medan dimana hasil analisis statistik dengan menggunakan uji korelasi product moment
Universitas Sumatera Utara
menunjukan bahwa variabel keterpaparan informasi r = 0,443 berkorelasi dengan perilaku kesehatan reproduksi remaja.
Perbedaan ini terjadi karena jenis sumber informasi juga mempengaruhi perilaku seksual remaja dimana keterpaparan remaja
terhadap informasi yang benar akan semakin kuat membuat kecenderungan remaja untuk memperbaiki perilaku kesehatn reproduksi. Sebaliknya jika
informasi kesehatan reproduksi yang diperoleh tidak benar maka akan membuat remaja cenderung memiliki perilaku kesehatan reproduksi remaja
yang kurang baik Harahap 2004.
Remaja perlu mendapatkan informasi yang benar tentang kesehatan
reproduksi sehingga remaja mengetahui hal-hal yang seharusnya dilakukan
dan  hal-hal yang seharusnya dihindari. Remaja mempunyai hak untuk mendapatkan  informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan
informasi tersebut harus  berasal dari sumber yang terpercaya.  Hal ini
menujukan semakin banyak pun informasi yang didapat apabila berisi informasi yang salah maka ini akan mempengaruhi perilaku seksual siswi,
dan semuanya itu dikembalikan lagi bagaimana siswi tersebut mengambil sikap apakah informasi tersebut bisa disaring antara mana yang positif dan
negatif, dan bagaimana sikap siswi untuk menghindari atau tidak melakukan perilaku negatif  tersebut.
Hal yang sama dikemukakan oleh Nursal 2008 yang menyatakan bahwa media massa sebagai media infomasi selain mengandung nilai
manfaat sering tidak sengaja menjadi media informasi yang ampuh untuk menabur nilai-nilai baru yang tidak diharapkan masyarakat itu sendiri.
Media elektronik maupun cetak, menjadi penyumbang terbesar bagi
Universitas Sumatera Utara
rusaknya pergaulan remaja. Apalagi televisi karena kehadirannya  hampir full time 24 jam di hadapan kita. Bisa dibayangkan kalau remaja tiap hari
kerjanya hanya menonton televisi maka tingkah laku dan prinsip hidupnya adalah hasil contekan dari apa yang dia lihat di televisi.
Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan  kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Selain tergantung dari jenis informasi yang diperoleh, disamping itu pula perilaku ditentukan oleh reaksi seseorang terhadap penerimaan
informasi tersebut. Menurut De Vito 2004,  dalam Kuwatono, 2010
menyatakan bahwa s ebanyak apapun orang lain memberikan kesan terhadap
apa yang seseorang lakukan, dia juga bereaksi pada perilaku diri sendiri dengan cara menginterpretasi dan mengevaluasinya. Apabila seseorang
melakukan hal-hal yang dipercaya sebagai sesuatu yang salah, maka dia akan bereaksi negatif dengan perilakunya. Melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan kepercayaan bisa menyebabkan perasaan bersalah dalam diri, sebaliknya bila seseorang melakukan hal-hal yang diketahui
sebagai sesuatau yang benar atau baik, maka dia akan merasa senang dengan perilaku dan diri sendiri.  Interpretasi diri atau citra diri yang
ditampilkan berupa pengetahuan tentang sifat-sifat positif diri serta dalam kategori apa seseorang menempatkan dirinya. Adapun untuk evaluasi diri
meliputi penilaian terhadap diri sendiri dan penilaian mengenai perilaku seksual dalam hubungan berpacaran yang dilakukan para remaja.
Teori lain yang mendukung pernyataan di atas dikemukakan  oleh Leon Festinger 2003,  dalam Kuwatono, 2010
yang menyatakan bahwa
Universitas Sumatera Utara
manusia akan terus berusaha menjaga konsistensi  kognitif yang dia miliki. Salah satu caranya  adalah melakukan seleksi, baik terhadap  informasi dari
media massa yang ingin ia dapatkan maupun terhadap orang -orang dengan pandangan yang sama. Setiap  individu yang berbeda akan memiliki  reaksi
yang berbeda pula ketika menerima informasi dari media massa.
5. Faktor Paling Dominan Berhubungan dengan Perilaku Seksual Siswi di SMA Negeri 17 Medan