Resiko Perilaku Seks Remaja Upaya-Upaya Penanggulangan Penyimpangan Perilaku Seksual Remaja

kali berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan pengetahuan relatif tinggi. Pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual masih rendah, umumnya yang menjawab benar di bawah 50, hanya mengenai PMS, HIV- AIDS di atas 50. Menurut Surono 1997 dalam Nursal 2007 pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu sama sekali, tetapi ketidaktahuan juga membahayakan. Pengetahuan seksual yang hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba- coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi.

5. Resiko Perilaku Seks Remaja

Menurut Notoatmojdo 2007 dalam Hastutik, 2011 begitu banyak remaja yang tidak tahu dari akibat perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam keadaan waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lebih panjang. Beberapa resiko perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi, yaitu : a.Hamil yang tidak dikehendaki unwanted pregnancy. Merupakan salah satu akibat dari perilaku seksual remaja. Anggapan-anggapan yang keliru seperti melakukan hubungan seks pertama kali, atau hubungan seks jarang dilakukan, atau perempuan masih muda usianya, atau bila hubungan seks dilakukan sebelum dan sesudah menstruasi, atau bila mengunakan tehnik coitus interuptus senggama terputus, kehamilan tidak akan terjadi merupakan pencetus semakin banyaknya kasus unwanted pregnancy hamil yang tidak dikehendaki, b.Penyakit Menular Seksual PMS-HIVAIDS. Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah terhadap PMS termasuk HIVAIDS. Sering kali remaja melakukan hubungan seks yang tidak aman. Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan Universitas Sumatera Utara remaja semakin rentan untuk tertular HIVPMS seperti sifilis, gonore, herpes, klamidia, dan AIDS, c.Psikologis dimana dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi, pihak perempuan atau tepatnya korban utama dalam masalah ini. Perasaan bingung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui kehamilannya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan kadang disertai rasa benci marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.

6. Upaya-Upaya Penanggulangan Penyimpangan Perilaku Seksual Remaja

Terdapat beberapa cara untuk menghindari pergaulan seks remaja yaitu: a.Mencari kegiatan-kegiatan atau alternatif baru sehingga dapat menemukan kepuasan yang mendalam dari interaksi yang terjalin bukan kepuasan seksual, b.Membuat komitmen bersama dengan pacar dan berusaha keras untuk mematuhi komitmen itu. Komitmen dalam hal ini adalah kesepakatan dalam batasan-batasan seksual yang dipilih dalam hubungan pacaran, c.Menghindari situasi atau tempat yang kondusif menimbulkan fantasi atau rangsangan seksual seperti berduaan dirumah yang tidak berpenghuni, di pantai malam hari, tempat yang sepi dan gelap, d.Menghindari frekuensi pertemuan yang terlalu sering karena jika sering bertemu tanpa adanya aktifitas pasti dan tetap, maka keinginan untuk mencoba aktifitas seksual biasanya semakin menguat, e.Melibatkan banyak teman atau saudara untuk berinteraksi sehingga kesempatan untuk selalu berduaan makin berkurang, Universitas Sumatera Utara f.Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang masalah seksualitas dari sumber yang dapat dipercaya bukan dari blue film, buku stensilan dan lain- lain, g.Mempertimbangakan resiko dari tiap-tiap perilaku seksual yang dipilih. h.Mendekatkan diri pada Tuhan dan berusaha keras menghayati norma atau nilai yang berlaku Nitya, 2009 dalam Hastutik, 2011. Selain hal-hal di atas ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan seksual yang terjadi pada remaja salah satunya adalah dengan melaksanakan pendidikan kesehatan reproduksi remaja di setiap jenjang sekolah lanjutan di mulai pada tingkat pertama SMP sederajat, Sekolah Menengah Atas SMA Prihatin, 2007 dalam Syah, 2011 dan jika perlu dilakukan pula pada jenjang pendidikan tinggi atau diploma, baik sekolah negeri atau swasta melalui metode peer education yang bersifat youth friendly ramah terhadap remaja artinya tidak hanya memberi materi melalui proses belajar mengajar di kelas, tetapi dikembangkan dengan metode lain seperti pemasangan mading, poster tentang kesehatan reproduksi, pembentukan kegiatan ekstrakurikuler dengan memasukan materi-materi kesehatan reproduksi didalamnya Dewi, 2009 dalam Syah, 2011 seperti acara kesenian sekolah atau drama teater yang memuat materi dasar kesehatan reproduksi yang proporsional seperti fungsi organ sistem reproduksi manusia yang mencakup pemahaman remaja tentang perubahan fisik anak laki-laki dan perempuan saat menjadi remaja, mengenal masa subur, terjadinya proses kehamilan, pencegahan penyakit menular seksual, perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab, akibat dari kehamilan tidak dikehendaki, Prihatin 2007 dalam Syah 2011. Universitas Sumatera Utara Petugas kesehatan sebaiknya dapat melakukan kunjungan ke sekolah- sekolah untuk memberikan informasi dasar kesehatan reproduksi dan seksualitas yang proporsional sesuai dengan pemahan dan tingkat pendidikan remaja serta tidak menganggap tabu untuk membicarakan permasalahan kesehatan reproduksi dan seksualitas serta penerapan program reproduksi secara benar dan berkelanjutan Prihatin 2007, dalam Syah 2011. Taufik dan Anganthi 2007, dalam Syah 2011 menambahkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menanggapi sikap dan perilaku reproduksi remaja antara lain perlunya informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja buat orang tua agar orang tua bisa mengikuti perkembangan seksualitas anaknya. Pentingnya meningkatkan peran orang tua dan guru sebagai sumber informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja dengan cara membekali dengan pengetahuan yang benar tentang kesehatan reproduksi. Selain itu peningkatan peranan orang tua dan guru penting dilakukan dengan membuat pertemuan rutin semacam parenting class bagi remaja atau dengan menjalin kerja sama dengan stasiun radio atau televisi untuk membuat paket acara yang berisi informasi tentang kesehatan reproduksi remaja. Hal ini mengingat radio dan televisi adalah media yang paling diminati oleh remaja sementara informasi kesehatan remaja di radio dan televisi sangat minim. Acara-acara yang patut dipertimbangkan adalah acara-acara seperti talk show dan curhat remaja yang bersifat interaktif. Hal lain yang dapat dilakukan adalah lebih mengoptimalkan peran tempat-tempat ibadah seperti masjid dan musholla serta tempat-tempat ibadah agama lain sebagai pusat kegiatan siswa, agar siswa lebih dekat dengan kegiatan ibadah dan aktivitas-aktivitas Universitas Sumatera Utara lainnya yang lebih terkontrol misalnya dengan membentuk kelompok pengajian, dll.

D. Pengaruh Orang Tua dalam Perilaku Seksual Remaja