perempuan, dibandingkan penguasaan tugas perkembangan dalam masalah seks yang pertama yaitu belajar bergaul dengan lawan jenis. Anak perempuan
seringkali memasuki masa remaja dengan emmbawa konsep peran wanita yang kabur sekalipun konsep tentang pria lebih jelas dan terumus dengan
baik.
4. Penyebab Perilaku Seksual Remaja
Penyebab terjadinya perilaku seksual remaja menurut Makhfudli 2009 salah satunya adalah remaja yang tidak memperoleh informasi yang cukup
dan benar tentang kesehatan reproduksi. Selain itu masih banyak remaja yang belum menyentuh pelayanan kesehatan reproduksi informasi, konseling,
pelayanan medis karena terhambat oleh beberapa faktor seperti belum tersedianya pelayanan seperti kondisi geografis, ekonomis, dan psikologis;
petugas yang tidak akrab dengan remaja dan kurangnya informasi di tempat pelayanan.
Menurut Sarwono 2008 dalam Hastutik, 2011, terdapat 5 faktor penyebab seks yang dilakukan oleh remaja yaitu: a. Meningkatnya libido
seksualitas dimana remaja mengalami perubahan-perubahan fisik dan peran sosial yang terjadi pada dirinya. b.Penundaan usia perkawinan dimana
penundaan usia perkawinan ini terjadi karena banyak hal, salah satunya adalah karena kecenderungan masyarakat untuk meningkatkan taraf
pendidikan. c.Tabu-larangan dimana seks dianggap bersumber pada dorongan-dorongan naluri yang bertentangan dengan dorongan “moral”
sehingga menyebabkan remaja pada umumnya tidak mau mengakui aktivitas seksualnya dan sangat sulit diajak berdiskusi tentang seks, d.Kurangnya
informasi tentang seks. Pada umumnya remaja tanpa pengetahuan yang
Universitas Sumatera Utara
memadai tentang seks akan salah mengartikan tentang seks. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang seks dari orang tua sehingga
mereka berpaling ke sumber-sumber lain yang tidak akurat. e. Pergaulan yang makin bebas dimana terjadi kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada
remaja, khususnya remaja di kota-kota besar yang sangat mengkhawatirkan apalagi jika kurangnya pemantauan dari orang tua.
Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor
yang
mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah implikasinya terhadap kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang
menunjukkan bahwa responden mahasiswa yang mempunyai tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang “sangat rendah” cenderung
untuk tidak melakukan hubungan seksual pra-nikah. Seperti yang dikatakan oleh Bandura 1990 bahwa perilaku seksual
tersebut tidak merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau keterampilan, melainkan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan
menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian
atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit. Sehingga, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan hanya meningkatkan
pengetahuan tentang seksual dan kesehatan reproduksi remaja, PMS HIV AIDS saja, walaupun penting namun belum tentu cukup untuk dapat
mencapai perubahan perilaku yang dikehendaki Suryoputro, 2006. Penelitian Nursal 2007 tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku seksual murid SMU Negeri di Kota Padang menunjukkan bahwa
remaja dengan pengetahuan relatif rendah mempunyai peluang 11,90
Universitas Sumatera Utara
kali berperilaku seksual berisiko berat dibandingkan pengetahuan relatif tinggi. Pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual masih rendah,
umumnya yang menjawab benar di bawah 50, hanya mengenai PMS, HIV- AIDS di atas 50. Menurut Surono 1997 dalam Nursal 2007 pengetahuan
yang setengah-setengah justru lebih berbahaya ketimbang tidak tahu sama sekali, tetapi ketidaktahuan juga membahayakan. Pengetahuan seksual yang
hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba- coba, tapi juga bisa menimbulkan salah persepsi.
5. Resiko Perilaku Seks Remaja