mempermainkan lidah 10. Dalam hal ini responden cenderung menganggap bahwa berpelukan dan berciuman bukan merupakan perilaku
seksual karena tingkatannnya masih ringan dan hal ini masih merupakan suatu hal yang wajar Purnomowardani dan Koentjoro, 2000.
2. Hubungan Predispocing Factor terhadap Perilaku Seksual Siswi di SMA Negeri 17 Medan
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual siswi di SMA Negeri 17 Medan berdasarkan Predispocing
Factor dapat dilihat dari pengetahuan dan sikap siswi terhadap perilaku seksual. Dilihat dari pengetahuan siswi tentang perilaku seksual, dari hasil uji
chi square diperoleh OR=3,48 dan nilap p = 0,03, hasil ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku
seksual siswi di SMA Negeri 17 Medan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Suryoputro 2006 tentang
faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah
implikasinya terhadap kebijakan dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi yang menunjukkan bahwa ada pengaruh pengetahuan terhadap
perilaku seksual mahasiswa dengan signifikansi sebesar 0,02 dan OR=0,33. Hasil penelitian sesuai dimana terdapat pengaruh yang signifikan
pengetahuan terhadap perilaku seksual siswi di SMA Negeri 17 Medan. Namun demikian dalam penelitian ini memiliki perbedaan karakteristik
responden dimana berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seksual siswi di SMA Negeri 17 Medan,
persentase responden yang berperilaku seksual positif 82,7 terdapat pada responden dengan pengetahuan kategori baik dan 57,9 terdapat pada
Universitas Sumatera Utara
responden dengan pengetahuan kategori buruk. Artinya semakin baik pengetahuan siswi maka perilaku seksual siswipun akan semakin positif.
Persentase karakteristik responden ini berbeda dengan hasil penelitian Suryoputro 2006 dimana responden mahasiswa yang mempunyai tingkat
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang “sangat rendah” cenderung untuk tidak melakukan hubungan seksual pra-nikah.
Perbedaan ini terjadi karena pengetahuan bukan merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual remaja karena ada beberapa
faktor lain yang menghubungkan antara pengetahuan dengan perilaku remaja. Pengetahuan tentang perilaku tentang perilaku seksual ini tidak hanya didapat
dari pendidikan formal saja tetapi dari pengalaman, maupun orang lain yang berada disekitarnya. Sehingga semakin besar pengetahuannya tentang
perilaku seksual semakin baik perilaku seksualnya, apalagi apabila pengalaman yang diperoleh siswi mengenai dampak negatif dari perilaku
seksual ini sehingga mereka menghindari perilaku negatif ini. Menurut
Surono 1997 dalam Nursal, 2007 pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya dibandingkan dengan yang tidak tahu sama sekali,
tetapi ketidaktahuan juga membahayakan. Pengetahuan seksual yang hanya setengah-setengah tidak hanya mendorong remaja untuk mencoba-coba, tapi
juga bisa menimbulkan salah persepsi. Hal yang sama dikemukakan oleh
Nursal 2007 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid SMU Negeri di Kota
Padang dengan uji chi square menunjukkan bahwa remaja dengan
pengetahuan relatif rendah mempunyai peluang 11,90 kali berperilaku seksual
berisiko berat dibandingkan pengetahuan relatif tinggi. Selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
dikemukakan dalam hasil penelitian tersebut bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual masih rendah, umumnya yang menjawab benar di
bawah 50 hanya mengenai PMS, HIV-AIDS di atas 50. Berdasarkan hasil penelitian ini pengetahuan siswi di SMA Negeri 17
Medan mayoritas baik 81. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian mengenai pengetahuan responden pada perilaku seksual dimana mayoritas
responden menyatakan bahwa melakukan hubungan seksual dengan berganti- ganti pasangan dapat terjangkit PMS, HIVAIDS 94, melakukan
hubungan seksual saat wanita dalam masa subur dapat menyebabkan kehamilan 77, dan hubungan seksual merupakan salah satu perilaku
seksual remaja 76. Menurut Bandura 1990 dalam Suryoputro, 2006 bahwa perilaku
seksual bukan merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau keterampilan, melainkan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan
menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian
atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa dengan hanya meningkatkan pengetahuan
tentang seksual saja, walaupun penting namun belum tentu cukup untuk dapat mencapai perubahan perilaku yang dikehendaki.
Notoatmodjo 2007 mengemukakan sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
Universitas Sumatera Utara
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial,
menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk berekasi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. Berdasarkan sikap siswi terhadap perilaku seksual siswi, hasil uji chi
square diperoleh OR= 4,38 dan nilai p = 0,01 hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pengetahuan dengan perilaku seksual siswi di SMA
Negeri 17 Medan. Persentase responden yang berperilaku seksual positif yaitu 83,1 terdapat pada responden dengan sikap kategori baik dan 52,9
terdapat pada responden dengan sikap kategori buruk. Hal ini menunjukan semakin baik sikap siswi maka perilaku seksual siswipun akan semakin
positif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nursal 2007 tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual murid SMU Negeri di Kota Padang dengan uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara sikap dengan perilaku seksual remaja dimana remaja dengan
sikap relatif negatif memiliki peluang 9,94 kali berperilaku seksual berisiko berat dibanding sikap relatif positif.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa responden menyatakan bahwa melakukan hubungan seks tidak diperbolehkan karena
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan hilangnya harga diri dan perasaan berdosa 94, meraba bagian tubuh pasangan dapat meningkatkan gairah hingga tahap hubungan
seksual sehingga harus dihindari 93, melakukan hubungan seks berganti pasangan menyebabkan terjangkitnya PMS sehingga harus dihindari 91,
dan berciuman bibir dapat mendorong pasangan pria untuk meraba daerah sensitif wanita sehingga harus dihindari 91.
Dalam hal ini dapat diartikan jika siswi mempunyai sikap positif terhadap berbagai jenis perilaku seksual
maka potensi untuk berperilaku positif cukup besar pula
.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku Notoadmodjo, 2007. Sikap merupakan respon tertutup yang
manifestasinya tidak dapat dilihat langsung dan merupakan predisposisi tingkah laku. Dalam hal ini
dapat diartikan jika remaja mempunyai sikap positif terhadap berbagai jenis perilaku seksual maka potensi untuk berperilaku positif cukup besar pula
Nursal, 2008.
3. Hubungan Reinforcing Factor terhadap Perilaku Seksual Siswi di SMA Negeri 17 Medan