58
Qut}b disamping dua kitab tafsir terdahulu.
73
Dengan begitu, kitab tafsir sandaran utama yang dipakai Sa
‘id H{awwa mencirikan dua spesifikasi. Dua kitab tafsir pertama sebagai model kitab tafsir klasik sedangkan dua kitab tafsir terakhir
merupakan tafsir tergolong modern. Sa ‘id H{awwa memadukan pemahamannya
melalui empat jenis kitab tafsir besar dan populer tersebut dalam karya kitab tafsirnya.
Dengan demikian penafsiran Sa ‘id H{awwa menggambarkan berbagai jenis
dan corak kitab tafsir yang menjadi dasar dalam penafsirannya. Corak tafsir itu sebagaimana yang dimiliki oleh masing
–masing kitab tafsir rujukan utama yang digunakan Sa
‘id H{awwa. Tidak berlebihan bila dikatakan tafsir Sa‘id H{awwa menampakkan corak tasawuf, aqidah, adab ijtima
‘i sosiologis, pola ra’yi dan ma’thur juga memperkaya corak penafsiran Sa‘id H{awwa. Tafsir Ibnu Kathir
termasuk tafsir jenis ma’thur sedangkan tafsir an–Nasafi tergolong tafsir bi- ra’yi.
74
Selain itu tafsir an –Nasafi berorientasi aqidah dan tasawuf, sementara itu tafsir
Ruh}ul Ma ‘ani merupakan tafsir corak tasawuf. Sedangkan tafsir Sayyid Qut}b
termasuk tafsir modern yang berorientasi politik, sosial dan dakwah.
3. Karakteristik Tafsir Sa‘id H{awwa
Sebagaimana kitab tafsir lainnya dalam hal menguraikan penafsirannya, Sa ‘id
H{awwa berusaha mengungkap aspek hubungan dari ayat –ayat Alquran sebagaimana
susunan mush}af Usmani yang dalam ilmu tafsir dikenal dengan munasabah Alquran. Gagasan ini muncul seperti dijelaskan Sa
‘id H{awwa bahwa ia tidak puas dengan bentuk munasabah yang pernah dikembangkan beberapa ahli tafsir.
Menurutnya, munasabah Alquran adalah membentuk kesatuan Alquran.
73
Iyazi, al –Mufassirun H{ayatuhum wa Manhajuhum Teheran:Wazarah ath–Thaqafah
wa al –Irshad, 1414 H1992 M, 134
74
Rujukan pokok dalam tafsir an –Nasafi disebut juga Madarik at–Tanzil wa H{aqaiq
at –Ta’wil ini mengambil dari tafsir karya Zamakhshari dengan al–Kash-shaf dan Bayd}awiy
dengan Anwar at –Tanzil wa Asrar at–Ta’wil.
59
Diterangkannya bahwa munasabah yang dijelaskan oleh pakar tafsir itu terkait dengan; munasabah ayat dalam satu surat.
75
Kemudian dari segi susunan Alquran; yaitu munasabah akhir surat dengan awal surat berikutnya.
76
Seperti diakhir surat al-Fatih}ah dikemukakan permohonan manusia kepada Allah supaya
diberi hidayah ke jalan yang lurus, kemudian pada surat al –Baqarah dimulai dengan
menyatakan Alquran sebagai hidayah menuju jalan yang dimaksudkan pada surat al –
Fatih}ah tadi.
77
Bentuk munasabah lain yang dijelaskan para ahli tafsir seperti hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surat. Misal, surat al-
Mukminun ayat pertama menyatakan bahwa orang mukmin itu sungguh telah beruntung sedangkan pada ayat terakhirnya dinyatakan tentang orang kafir bahwa
mereka itu tidak beruntung.
78
Ini menandakan surat dalam Alquran merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan.
Adapula munasabah ayat dengan ayat lain dalam satu tema seperti yang terjadi dalam pembahasan tafsir maud
}u‘i. Oleh karena itu, Sa‘id H{awwa dalam tafsirnya memperkenalkan munasabah ayat Alquran secara keseluruhan atau
munasabah kesatuan Alquran. Dengan demikian, munasabah Alquran tidak terbatas sebagaimana yang dikenal selama ini antara lain seperti munasabah akhir surat
dengan awal surat sesudahnya. Ditegaskan lebih lanjut oleh Sa
‘id H{awwa, pandangannya tentang munasabah ini merupakan teori baru yang disebutnya dengan al-Wah}dah al-
Quraniyyah.
79
Dalam teorinya ini, Sa ‘id H{awwa ingin menunjukkan bahwa Alquran
yang terdiri dari 114 surat merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Kajian ini dalam tafsir mengambil keilmuan khusus atau cabang dari ulumul Quran yaitu
75
Hubungan antara suatu ayat dengan sebelum dan sesudahnya yang berada dalam satu surat.
76
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 1, Cet. Ke
–6, 21. Lihat Mukaddimah al–Asas fi at- Tafsir.
77
Lihat penjelasan dalam Alquran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 6, Lihat juga, Manna’ al-Qat}t}an, Mabah}ith Fi Ulumil Qur’an, Beirut: tp, t.th, 97-98.
78
Penjelasan ini dapat ditelusuri dalam; M. Quraish Shihab Et.all, Sejarah dan Ulumul Quran Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, Cet. Ke- 3,75
–76.
79
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 1, Cet. Ke
–6, 21
60
Ilmu Munasabah. Kajian ini merupakan upaya mufasir dengan mengerahkan daya pikir serta analisis untuk mencari rahasia dari korelasi yang menyeluruh terhadap ayat
Alquran. Berdasarkan teori dasar dari penafsiran tersebut yang diterapkan oleh Sa ‘id
H{awwa maka tafsirnya ini berarti termasuk pola tafsir bi ar –ra’yi.
Munasabah Alquran ini dikembangkan melalui analisis mufasir dengan pemahaman mendalam terhadap Alquran untuk mengungkap rahasia balaghah
Alquran, kemukjizatan Alquran. Beda dengan ilmu asbabun nuzul yang berdasarkan riwayat sebagai rujukannya, atau ilmu qira
’at atau ilmu nasikh wa al- mansukh. Ilmu- ilmu ini tidak dapat dipahami dan dikembangkan tanpa
menggunakan riwayat. Kalau ilmu –ilmu ini berdasarkan kepada riwayat maka ilmu
munasabah berdasarkan dirayah yaitu terkait pada ketinggian pengetahuan mufasir melakukan analisis.
Gagasan munasabah Sa ‘id H{awwa sebagai karakteristik penafsirannya, ia
memberi contoh penafsiran tentang bagian awal 5 ayat surat al –Baqarah dimulai
dengan alif lam mim dan ditutup dengan ح ف ا مه ك أ . Sedangkan awal surat Ali
Imran dimulai juga dengan alif lam mim dan ditutup di akhir suratnya ayat ke 200 dengan
ح فت م ع . Dijelaskan oleh Sa‘id H{awwa, Surat Ali Imran merupakan uraian terhadap bagian awal 5 ayat dari surat al-Baqarah.
80
Kedua surat tersebut sama diawali dengan alif lam mim dan diakhiri dengan menyebutkan tentang orang
beruntung. Contoh lain penafsiran Sa
‘id H{awwa sehubungan dengan teori munasabah kesatuan Alquran yaitu ketika menjelaskan hubungan surat an
–Nas dengan surat al- Baqarah. Pada surat al
–Baqarah ayat 39 bercerita tentang kisah Adam dimana Allah menjelaskan. Turunlah kamu semua dari surga itu, bagi siapa yang mengikuti
petunjukku Allah maka mereka akan bahagia sedangkan bagi mereka yang mengingkari ayat
–ayat kami maka mereka kekal dalam neraka.
80
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 1, Cet. Ke
–6, 21
80
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 11, Cet. Ke
–6, 6768
61
Pelajaran dari kisah Adam diatas melarang kita mengikuti bisikan waswasah syaitan yang telah menjerumuskan Adam keluar dari Surga. Dalam surat an
–Nas disebutkan syaitan ada yang berasal dari jenis jin dan manusia. Dan mereka yang
mendustakan ayat kami Allah , sebagaimana dinyatakan ayat dari surat al –Baqarah
diatas termasuk golongan kafir. Karena itu Allah menyuruh kita agar berlindung kepada Allah dari kejahatan mereka baik jin dan manusia. Perintah berlindung dari jin
supaya selamat dari bujukannya sebagaimana pernah terjadi pada nabi Adam. Hubungan kedua surat ini tampak jelas bahwa kandungan surat an
–Nas merupakan penjelas ayat 39 diatas.
81
Ini membuktikan terhadap teori Sa ‘id H{awwa tentang
munasabah kesatuan Alquran yaitu dengan diungkapkannya munasabah antara surat pertama dari qism at-T{iwal dengan surat terakhir pada qism al-Mufas}s}al.
Melihat metode penafsiran Sa ‘id H{awwa yang menerapkan teori
munasabah dalam tafsirnya ini menunjukkan bahwa Sa ‘id H{awwa seorang mufasir
yang konsen dalam ilmu munasabah. Munasabah yang diwujudkan dalam tafsirnya melampaui teori munasabah yang selama ini berkembang. Munasabah
merupakan salah satu bagian atau cabang dari ilmu Alquran sekaligus alat bagi ilmu tafsir. Disinilah letak corak suatu kitab tafsir yaitu memiliki sifat khusus karakter,
sama halnya bila seorang mufasir yang konsen dalam ilmu qira ’at maka akan
dikembangkan pula dalam tafsirnya aliran-aliran qira ’at yang akan menjadi
karakter dari kitab tafsirnya . Begitu pula dengan ilmu –ilmu lain dalam kerangka ilmu
Alquran yang digunakan sebagai alat menafsirkan Alquran. Karakter yang dimiliki suatu kitab tafsir dapat menambah pengakuan bagi penyusunnya sebagai seorang
mufasir. Demikian juga, bila pendekatan tafsir seperti pendekatan munasabah, qiraat, asbab nuzul dan seterusnya yang digunakan dalam menafsirkan Alquran maka akan
membentuk suatu ciri khusus dalam penafsirannya. Ciri khusus tersebut merupakan
81
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 11, Cet. Ke
–6, 6768
62
refleksi dari ilmu –ilmu Quran yang dikuasai oleh penyusunnya yang akan
membentuk karakteristik dalam suatu kitab tafsir. Hal yang dijelaskan diatas merupakan karakter metodologis tafsir Sa
‘id H{awwa, sedangkan menyangkut kecenderungan pemikiran penafsiran atau yang
dikenal dengan corak tafsir yaitu mencakup aspek aqidah ushuluddin, fiqh, ruh}iyyah, sulukiyyah.
82
Dua hal terakhir berkenaan dengan corak tasawuf. Karena itu tafsirnya dapat disebut sebagai salah satu tafsir corak tasawuf. Ini mencerminkan
dirinya yang ahli tasawuf dan juga didukung oleh penggunaan rujukan tafsirnya yang memiliki orientasi demikian seperti an
–Nasafi dan al–Alusiy. Setiap kitab tafsir selalu memiliki karakteristik yang melekat pada tafsir
tersebut, baik karakter secara metodologis atau substansi penafsiran atau corak. Kitab tafsir Sa
‘id H{awwa ini dapat ditegaskan mengusung teori munasabah sebagai karakter metodologis secara umum dan corak sufistik sebagai karakter substansi
penafsiran. Sebelum kita menggali seperti apa substansi pemikiran tafsir sufistik Sa
‘id H{awwa, penulis akan mengkaji dulu tentang corak sufistik dan keberadaannya
dalam penafsiran. Kajian ini akan diketengahkan pada pembahasan bab berikut.
__________
82
Sebagaimana dikemukakan juga dalam pendahuluan tafsirnya bahwa orientasi penulisan tafsir ini berorientasi untuk menjelaskan aspek aqidah ushuluddin , fiqh, ruhiyah, sulukiyah.
Sa‘id H{awwa, al
–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 1, Cet. Ke–6, 30
63
BAB III. CORAK SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN ALQURAN
A. Keberadaan corak tafsir sufistik
1. Pengertian tafsir sufistik
Sebelum menjelaskan tentang pengertian tafsir sufistik terlebih dahulu dikemukakan pengertian mengenai tafsir. Tafsir
1
يسفت menurut pengertian bahasa adalah menerangkan
ا , menjelaskan ي ا , ظ menyatakan.
2
Sedangkan tafsir dalam pengertian istilah sebagaimana disebutkan Abu H{ayyan dalam pendahuluan
tafsirnya yaitu suatu ilmu yang membahas tentang Alquran menyangkut bacaan lafaz dan maknanya, menjelaskan kaedah struktur kalimatnya, serta aspek lain dalam
ulum al-Quran, seperti naskh, asbab an-nuzul dan lain-lain.
3
Menurut Zarkashi tafsir adalah ilmu untuk memahami Alquran dan menerangkan maknanya serta
1
Istilah tafsir inipun sudah populer ditelinga masyarakat seperti ditemukan dalam media –
media cetak khususnya, atau dalam berbagai pembicaraan, diskusi dan sebagainya. Penggunaan kata ini biasanya menunjukkan kepada penjelasan atas suatu pernyataan atau dengan mengemukakan
makna yang tidak harfiah. Sungguhpun demikian dalam tulisan ini penulis akan menggunakan makna tafsir menurut istilah dan pengertian dalam ulum al-Quran.
2
Ibrahim Anis, dkk, al –Mu‘jam al–Wasit} tt:tp,t.th, juz I, Cet. Ke–2, 688. Pengertian
senada seperti dengan kashf = menyingkapkan, menampakkan, lalu menjadi jelas seperti ibarat seorang dokter mendiagnosa pasiennya kemudian ia jelaskan penyakitnya. Zarkashi, al
–Burhan fi Ulum al
–Quran Kairo:Darut Turath, t.th, juz 2, 148. Sebagai tambahan uraian oleh Mahmud Yunus, yaitu
أس ا ش = menerangkan masalah ; ا = keterangan diluarlawan matan biasanya matan
ditulis didalam tanda kurung. Lihat, Mahmud Yunus, Kamus Arab –Indonesia Jakarta:Yayasan
Penyelenggara PenterjemahPentafsir Alquran, 19731393, 194, atau يب
, ّيب
. = nyata, terang, 75. Syarh, tafsir = penjelasan, syarh = pemberian komentar pada buku. Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdhor, Kamus Kontemporer Arab –Indonesia, Yogyakarta:Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren
Krapyak, t.th, Cet. Ke –4, 1126.
Penggunaan kata tafsir diungkapkan sekali dalam Alquran surat al-Furqan ayat 33;
سحأ قح ب ج ا ب ك ت أي ا اريسفت
. .
Artinya; Tidaklah orang –orang kafir itu datang
kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan paling baik penjelasannya. Hal yang ganjil dikemukakan mereka seperti usulan atau kecaman
maka Allah menolaknya dengan sesuatu yang benar dan nyata yaitu firmanNya. Departemen Agama, Alquran dan Terjemahnya, 564.
3
Abu H{ayyan 654-754H, al-Bah}r al-Muh}it fi at-Tafsir Beirut: Darul Fikri, 19921412, juz.1,Cet. Ke
–3, 14