Penafsiran sufistik Sa'id Hawwa dalam al-asas fi attafsir
DALAM
AL
–
ASA<S FI< AT-TAFSI<R
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Oleh
SEPTIAWADI
NP. 05.300.1.05.01.0019 Promotor
PROF. DR. M. ARDANI
PROF. DR. RIF‘AT SYAUQI NAWAWI, MA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
ii
Disertasi yang berjudul “PENAFSIRAN SUFISTIK SA‘ID H}AWWA DALAM AL–ASA<S FI< AT–TAFSI<R “ yang ditulis oleh Sdr. Septiawadi, nomor pokok : 05.300.1.05.01.0019 disetujui untuk dibawa ke sidang ujian pendahuluan.
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. M. Ardani Prof. Dr. Rif‘at Syauqi Nawawi, MA
(3)
iii Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Septiawadi
NIM : 05.300.1.05.01.0019
Judul Disertasi : Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asa>s fi> at-Tafsi>r
menyatakan, bahwa disertasi ini merupakan hasil karya asli saya kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Apabila ternyata dikemudian hari tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar.
Jakarta, 13 Nopember 2010
Saya yang bersangkutan
(4)
iv
Disertasi yang berjudul: Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asas fi at-Tafsir yang ditulis oleh Sdr. Septiawadi, nomor pokok: 05.300.1.05.01.0019 telah dinyatakan lulus dalam ujian pendahuluan pada hari Rabu, 8 Desember 2010/ 2 Muharram 1432.
Disertasi ini telah diperbaiki sesuai arahan dan saran tim penguji dan disetujui untuk diajukan pada ujian promosi doktor.
Penguji/ Promotor
Prof. Dr. M. Ardani Tanggal:
(5)
v
Disertasi yang berjudul: Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asas fi at-Tafsir yang ditulis oleh Sdr. Septiawadi, nomor pokok: 05.300.1.05.01.0019 telah dinyatakan lulus dalam ujian pendahuluan pada hari Rabu, 8 Desember 2010/ 2 Muharram 1432.
Disertasi ini telah diperbaiki sesuai arahan dan saran tim penguji dan disetujui untuk diajukan pada ujian promosi doktor.
Penguji/ Promotor
Prof. Dr. Rif„at Syauqi Nawawi, MA Tanggal:
(6)
vi
Disertasi yang berjudul: Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asas fi at-Tafsir yang ditulis oleh Sdr. Septiawadi, nomor pokok: 05.300.1.05.01.0019 telah dinyatakan lulus dalam ujian pendahuluan pada hari Rabu, 8 Desember 2010/ 2 Muharram 1432.
Disertasi ini telah diperbaiki sesuai arahan dan saran tim penguji dan disetujui untuk diajukan pada ujian promosi doktor.
Penguji / Ketua Sidang
Prof. Dr. Suwito, MA Tanggal:
(7)
vii
Disertasi yang berjudul: Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asas fi at-Tafsir yang ditulis oleh Sdr. Septiawadi, nomor pokok: 05.300.1.05.01.0019 telah dinyatakan lulus dalam ujian pendahuluan pada hari Rabu, 8 Desember 2010/ 2 Muharram 1432.
Disertasi ini telah diperbaiki sesuai arahan dan saran tim penguji dan disetujui untuk diajukan pada ujian promosi doktor.
Penguji
Prof. Dr. Salman Harun Tanggal:
(8)
viii
Disertasi yang berjudul: Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asas fi at-Tafsir yang ditulis oleh Sdr. Septiawadi, nomor pokok: 05.300.1.05.01.0019 telah dinyatakan lulus dalam ujian pendahuluan pada hari Rabu, 8 Desember 2010/ 2 Muharram 1432.
Disertasi ini telah diperbaiki sesuai arahan dan saran tim penguji dan disetujui untuk diajukan pada ujian promosi doktor.
Penguji
Prof. Dr. Yunasril Ali Tanggal:
(9)
ix
Disertasi yang berjudul Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asas fi at-Tafsir yang ditulis oleh Sdr. Septiawadi, nomor pokok: 05.300.1.05.01.0019 telah dinyatakan lulus dalam ujian pendahuluan pada hari Rabu, 8 Desember 2010/ 2 Muharram 1432.
Disertasi ini telah diperbaiki sesuai arahan dan saran tim penguji dan disetujui untuk diajukan pada ujian promosi doktor.
Penguji
Dr. Akhyar Yusuf, MA Tanggal:
(10)
x
Disertasi dengan judul “Penafsiran Sufistik Sa„id H{awwa dalam al-Asa>s fi} at-Tafsi>r” yang ditulis oleh sdr. Septiawadi, nomor pokok: 05.300.1.05.01.0019 telah lulus dalam ujian promosi doktor yang dilaksanakan pada hari dan telah diperbaiki sesuai saran tim penguji.
Selanjutnya disertasi ini, disahkan oleh tim penguji promosi doktor.
Tim Penguji
Prof. ( ) Tanggal:
Ketua Sidang/Penguji Prof.
(11)
xi
Kesimpulan besar dari penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa penafsiran sufistik terhadap Alquran yang dilakukan oleh mufasir adalah menggunakan makna isha>ri dengan tetap mengacu pada makna zahir. Kesimpulan penelitian ini membuktikan akan hal itu dengan mengambil kasus penafsiran sufistik Sa„id H{awwa yang ditemukan didalamnya menggunakan makna isha>ri dengan tetap berpegang pada makna zahir dalam menafsirkan ayat-ayat terkait dengan maqa>m-maqa>m tasawuf dan dimensi ajarannya.
Kesimpulan besar ini mendukung pandangan Zarqani yang mengatakan bahwa penafsiran sufistik diimplementasikan dengan menakwilkan ayat diluar makna zahir berdasarkan isyarat tersembunyi dan juga dapat menggunakan makna zahir di samping makna isha>ri. Pendapat yang senada dengan ini, dikemukakan juga antara lain adh-Dhahabi, Alexander D. Knysh dan G. Bowering.
Sementara itu, kesimpulan penelitian disertasi ini bertentangan dengan pendapat yang menolak tafsir sufistik. Kelompok ini berpendapat bahwa penafsiran sufistik dianggap tidak berlandaskan pada makna zahir ayat bahkan dapat disebut sebagai aliran tafsir ba>t}iniyyah. Mereka yang berpandangan demikian antara lain; Ibnu S}alah dan Abu Hasan al-Wa>h}idi.
Berkenaan dengan tafsir Sa„id H{awwa yang diteliti ini, penulis menemukan bahwa penafsiran sufistik Sa„id H{awwa tergolong sebagai tafsir sufi isha>ri bukan tafsir sufi naz}ari. Dengan demikian penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa tafsir Sa„id H{awwa merupakan bagian dari tafsir yang berorientasi sufistik yang selama ini belum pernah dikategorikan demikian. Untuk itu, tafsir Sa„id Hawwa dapat disejajarkan dengan kita-kitab tafsir yang memiliki orientasi sufistik seperti tafsir al-Alusi.
Penelitian ini menggunakan sumber utamanya adalah kitab al-Asa>s fi> at-Tafsi>r karya Sa„id H{awwa. Selain itu, karangan Sa„id H{awwa yang lainnya juga dijadikan sebagai sumber pendukung. Metode yang digunakan dalam membaca sumber utama adalah metode tah}li>li>. Penafsiran-penafsiran Sa„id H{awwa terkait dengan objek penelitian merupakan sebagai data pokok yang dianalisis kemudian dikomparasikan dengan kitab tafsir sufi lain dan pandangan para ahli tasawuf. Untuk menarik kesimpulan dalam penelitian ini digunakan metode induktif yaitu setelah mengkaji data-data tersebut kemudian diperoleh suatu kesimpulan secara umum.
(12)
xii
ا عب ثح ا ا ه
:
يسفت ا ىف س سأا ىف ح يعس ىف ص ا يسفت ا
قي أ مي ا ا ق ا يسفت ىف ىف ص ا سف ا أ ي جإا صا ب ثح ا ا ه قي
ه ظ ا تسي ق ه أ اد م
شإا
,
هيف ج ي ثيحب ح يعس يسفت ت ت أ ف ا ك ت
ق عتت ف ص ا يح م مي ا ا ق ا يا سفي ه ك ه ظ ا تسي ا
شإا
ه ي عت ف صت ا ىف م ق ب
.
ه ىف ص ا يسفت ا أ ى ق ا ه ه م ك ت ع ك ىت ا ي جإا صا ا
يب قي طت ا
ي يفخ ا ش ىضتق ب م ظي م فاخ ى ع مي ا ا ق ا يا ي أت
دا ا ه ظ ا
شإا
.
ا م هيف قفا ا ا ق ا ى ع يسفت ا ىف يس ا ا ق ق
:
د ي س قي ع ى ه ا
.
سي ك
.
ه يغ عي ا ب
.
صاخ ه ف ك ى ف ضإ ب
ه ك م ىف ص ا يسفت ا أ اص با ه ق م م ف يفق ا عب ءا ا ضيأ د ت ثح ا
ي ط ا ك سم ك س ق ىف ص ا سف ا ه ق ب ه ظ د تع ب
.
أ ثح ا ج ف ثح ا ا ه ىف هج م ء ض ى ع ح يعس ىف ص ا يسفت ا مأ
ظ ا ىف ص ا سف ا ه سي
شإا ىف ص ا سف ا م ح يعس
.
ا ه ف ك م
ح يعس يسفت أ ك عم يف ص ه جت ب تعي ه
ي ح يعس يسفت ى ع ي ثح ا
ىس أ ى ع ا
يسفت ك يف ص ا ه جتاب يف تي يسفت ا تك م
.
يسيئ ا صم ح يعس يسفت ا ىف س سأا تك ثح ا تسي ثح ا ا ه ىف
ي ث ا صم عجف ح يعس خأا ت ا مأ
.
ثح ا عتسي ثح ا ا ه ىف قي ط
ق عتي ض م ى ع ح يعس سف م ثح ا س ي أ ثيح م ى ي حت ا يسفت ا قي ط
يف صت ا م فأا عم ىف ص ا يسفت ا ت ب قي مث ف صت ا ي ب
.
قي ط ا مأ
ثح ا ئ ت ا تسا ي ضق ا ك ت س د أ عب ثح ا م تسي
تف يئا قتسإا
.
(13)
xiii
This Dissertation entitled“ Mystical Interpretation of Sa‘id H{awwa in al-Asa>s fi at-Tafsi>r”.
As the general conclusion of this research shows that mystical interpretation conducted by mufasir uses the isha>ri meaning while at the same time considers the zahir meaning. Such a conclusion was made after investigating the case of mystical interpretation of Sa‘id H{awwa in which he uses the isha>ri meaning in addition to the zahir meaning to interprete the Quranic verses related to tasawuf maqa>m-maqa>m and its teaching dimension.
The conclusion also confirms Zarqani’s view saying that mystical interpretation is to explain Alquran out of its zahir meaning based on the hidden meaning as well as to use the zahir meaning beside the isha>ri meaning. The findings also support another views like: adh-Dhahabi’s, Alexander D.Knysh’s and G. Bowering’s.
Meanwhile, the conclusion differs from views refusing mystical interpretation. Reason these views argue that mystical interpretation is not based on the zahir meaning, even can be mentioned of ba>t}iniyyah interpretation. Such views can be traced on: Ibnu S{alah}’s} and Abu Hasan Al-Wah}idi’s.
This study also finds that of Sa‘id Hawwa’s interpretation, can be categorized as exegesis of sufi isha>ri and not exegesis of sufi naz}ari. Therefore, this research, at the same time also prove that exegesis of Sa‘id H{awwa represent the part of mystical-oriented interpretations which during the time have never been categorized. In short the exegesis of Sa‘id H{awwa can be considered as similar with the some of Quranic exegesis owning mystical orientation like al-Alusi exegesis of his Ru>h}ul Ma‘a>ni.
The main source of this research is al-Asa>s fi at-Tafsi>r of Sa‘id H{awwa, including other, Sa‘id Hawwa works made as secondary source. The method used in reading the main source is tahli>li method or content analysis. Sa‘id H{awwa’s interpretation related to research object is analysed and compared with other books of exegesis and sufistical views. To obtain a conclusion this research uses inductive thinking method, that is studying the whole specific data to obtain a general conclusion.
(14)
xiv
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad Saw, sahabat dan keluarganya sekalian.
Sejauh pengetahuan penulis, pembahasan disertasi tentang tafsir sufistik jarang dilakukan, beda halnya dengan kajian aspek kalam atau hukum. Dalam disertasi ini penulis mencoba membahas penafsiran Sa‘id H}awwa dengan menyorot corak sufistiknya. Melihat kecenderungan sufistik pada sebuah tafsir antara lain dapat diketahui dari kata pengantar pengarangnya atau didukung oleh karya–karya tasawufnya. Berkenaan dengan Sa‘id H{awwa, berdasarkan pada buku–bukunya yang berkaitan dengan tasawuf dan informasi mukaddimah pengarangnya maka penulis melihat tafsirnya memiliki kecendrungan sufistik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini banyak mengalami kesulitan dan rintangan terutama dalam mengeksplorasi data. Sungguhpun begitu, berkat rahmat Allah jua serta arahan dari dosen pembimbing yang tulus maka pada akhirnya kesulitan–kesulitan tersebut dapat terlewatkan.
Berkenaan dengan hal itu, penulis sampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Prof. Dr. M. Ardani sebagai pembimbing pertama dan Bapak Prof. Dr. Rif‘at Syauqi Nawawi, MA sebagai pembimbing kedua. Beliau berdua telah mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis sehingga disertasi ini dapat dirampungkan. Semoga Allah Swt memberikan balasan pahala yang sepadan kepada mereka.
(15)
xv
melanjutkan studi program Doktor (S3) untuk meningkatkan kualitas diri sebagai tenaga edukatif.
2. Pimpinan Sekolah Pascasarjana, dosen serta para penguji dalam ujian disertasi dan tak lupa kepada para staf di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Ciputat yang selalu menyampaikan gagasan serta petunjuk dan memberikan pelayanan akademik dan administrasi dengan hati ikhlas.
3. Kepala dan karyawan perpustakaan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat-Jakarta yang telah memberikan pelayanan yang maksimal disaat penulis membutuhkan data-data terkait dengan penelitian disertasi ini.
4. Berbagai pihak dan kawan–kawan serta kerabat sanak famili yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mereka semua yang ikut memberikan motivasi selama penulis menyelesaikan pendidikan Doktor (S3) ini.
Selanjutnya terimakasih dan penghormatan tiada terkira penulis sampaikan kepada orang tua penulis; Karlis Sutan Saidi (ayah) yang telah tiada-rad}iyaalla>hu ‘anhu- dan Janimar Guci (ibunda) yang selalu mendoakan puteranya. Mereka berdua telah mendidik dan menanamkan kegigihan dalam menempuh kehidupan ini. Terakhir, tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada isteri; Novlia Sufrita, S.Pd dan putera penulis; Dhiyaulhaq Kari serta Arkazulhaq Kari yang telah turut tabah menghadapi liku-liku perjuangan penulis selama menjalani pendidikan di S3.
Untuk semua pihak yang penulis sebutkan, semoga Allah Swt menerima jasa baik mereka dan mendapatkan imbalan yang berlipat ganda. Amin!
Sebagai kata penghujung dalam pengantar ini, perlu penulis sampaikan bahwa karya disertasi ini ibarat setangkai padi yang masih terdapat padanya padi yang hampa. Oleh karena itu dalam disertasi ini tentu masih dijumpai kekurangan– kekurangan baik dari bahasa ataupun analisisnya. Karena itu kepada semua pihak
(16)
xvi keislaman.
Jakarta, September 2010 Penulis,
(17)
xvii Konsonan
ء =
‘
ص = s} , = h= b = d} = y
= t ط = t} Vokal Panjang :
= th = z} _ا = a> contoh = j =
،
ِ_ = i>= h} = gh _ = u> = kh ف = f
د = d = q
= dh = k
= r = l
= z = m
س = s = n
= sh = w
Catatan;
Kata – kata asing yang sudah jadi bahasa Indonesia ( kata serapan ) ditulis menurut ejaan Indonesia. Contoh :
ها = Allah صاخ = ikhlas
ح ا ع = Abdurrahman ىف ص = sufi
حم = Muhammad
Khusus penulisan latin tentang “Alquran“ sebagai nama kitab dan bila berdiri sendiri
“al” tidak dipisah yaitu Alquran, kecuali sebagai sifat atau nisbah dari kata lain. Contoh al-Burha>n fi> Ulu>m al–Qura>n.
(18)
xviii
مي ا = al-kari>m
(19)
xix
)
:
17
)
(20)
xx
HALAMAN PERNYATAAN ………. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ………. iv
LEMBAR PENGESAHAN ………. x
ABSTRAK DISERTASI ………. xi
KATA PENGANTAR ………. xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI ……… xvii
MAHFUZ{AT ………. xix DAFTAR ISI ………. xx
BAB I. PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Rumusan dan Batasan masalah ……… 14
C. Signifikansi Penelitian ……… 15
D. Kajian Kepustakaan ……… 17
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……… 21
F. Sumber dan Metodologi Penelitian ……… 22
G. Sistematika Pembahasan ……… 25
BAB II. SEJARAH SINGKAT SA‘ID H{AWWA DAN KITAB TAFSIRNYA ……….……….. 27
A. Seting Sejarah Syria Sebelum dan Masa Sa‘id H{awwa ……… 27
B. Sejarah Kehidupan Sa‘id H{awwa ……… 34
C. Perkembangan Intelektual Sa‘id H{awwa ……….. 39
1. Pemikiran Keagamaannya ……… 39
2. Karya–karyanya ……… 46
D. Kajian Umum tentang Kitab Tafsir Sa‘id H{awwa ……… 51
1. Nama Kitab dan Sistematika Penulisan ……… 51
2. Metode Tafsir Sa‘id H{awwa dan Sumber Penafsirannya ……. 54
3. Karakteristik Tafsir Sa‘id H{awwa ……… 58
BAB III. CORAK SUFISTIK DALAM PENAFSIRAN ALQURAN ……….. 63
A. Keberadaan Corak Tafsir Sufistik ………. 63
1. Pengertian Tafsir Sufistik ………. 63
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Corak Tafsir Sufi ………….. 66
B. Macam–macam Corak Tafsir Sufi ………. 80
1. Tafsir Sufi Isha>riy ………. 81
2. Tafsir Sufi Naz}ariy ………. 84
C. Perdebatan Tentang Tafsir Sufi ………. 86
(21)
xxi
BAB IV. METODOLOGI PENAFSIRAN AYAT DAN PEMIKIRAN SUFISTIK SA‘ID H{AWWA TENTANG MAQA<M TASAWUF ……….
96
A. Tafsir tentang ayat-ayat Tobat ………….………. 97 B. Tafsir tentang ayat-ayat Zuhud ...…….………. 119 C. Tafsir tentang ayat-ayat Sabar ..………. 144 D. Tafsir tentang ayat-ayat Tawakal ………. 164 E. Tafsir tentang ayat-ayat Rid}a ………. 180 F. Tafsir tentang ayat-ayat Mah}abbah ..………
191
BAB V. METODOLOGI PENAFSIRAN AYAT DAN PEMIKIRAN SUFISTIK SA‘ID H{AWWA TENTANG METAFISIS AJARAN
TASAWUF ……… 203
A. Tafsir ayat tentang Mujahadah ………. 203 B. Tafsir ayat tentang Kashf ………. 216 C. Tafsir ayat tentang Ittih}a>d ………. 227 D. Tafsir ayat tentang Kara>mah ………. 237
BAB VI. KESIMPULAN ………. 252
A. Kesimpulan ………. 252
B. Implikasi Penelitian ………. 255
DAFTAR PUSTAKA ……….
256
RIWAYAT HIDUP PENULIS
(22)
A. Latar Belakang Masalah
Berbagai upaya telah banyak dilakukan oleh ilmuwan atau ahli tafsir untuk menjelaskan kandungan Alquran, agar mudah dipahami dan dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan. Supaya manusia dapat hidup selamat di dunia dan akhirat. Sudah tidak terhitung kitab-kitab tafsir yang dihasilkan para mufasir. Artinya studi tentang Alquran tidak akan berhenti dilakukan, ibaratnya Alquran selalu hadir dalam setiap masa1 yang tentunya membutuhkan penafsiran sesuai perkembangan zaman dan kemajuan peradaban. Para pengkaji Alquran senantiasa menafsirkan Alquran dengan menyesuaikan dengan keahlian bidang ilmu pengetahuan serta kecenderungan pemikirannya.
Keahlian dan kecenderungan pemikiran ini paling tidak memberikan pengaruh langsung bagi mufasir dalam rangka memahami dan menjelaskan petunjuk Alquran dalam kitab tafsirnya. Contohnya, Tafsir yang ditulis oleh Zamakhshari (w.538 H) yang memiliki keahlian bahasa Arab dan balaghah, ia menggunakan ilmu kebahasaan dan sasteranya tersebut sebagai alat untuk mengupas makna Alquran. Tersebutlah kitab tafsirnya sebagai tafsir yang beraliran lughawi (bahasa dan sastera Arab). Sedangkan dari segi pemikiran, ia cenderung ke Mu‘tazilah maka mewarnai pula dalam tafsirnya sebagai kitab tafsir yang bercorak kalam. Bila kita analisa dan teliti berbagai kitab tafsir, ditemukan di dalamnya aliran atau corak tafsir yang merupakan cerminan dua hal diatas atau bisa lebih.2 Ada kita jumpai pula kitab tafsir yang
1
Alquran tidak akan lenyap ditelan masa, tidak akan punah diterpa zaman dan senantiasa baru dalam penerapan artinya berbagai persoalan kehidupan didunia yang senantiasa berubah maka Alquran dengan pembaruan pemikiran tafsir dapat dijadikan solusi. Ibarat kata; baju dipakai usang, Alquran dijalankan (pakai) baru. Hal ini terbukti dengan munculnya bermacam kitab tafsir sejalan dengan masing–masing situasi yang dihadapi. Menurut Moh. Arkoun, Alquran memberikan kemungkinan arti yang tak terbatas, kesan yang ditimbulkan ayatnya mengenai pemikiran dan penafsiran pada tingkat wujud adalah mutlak. Lihat, M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran (Bandung: Mizan,1993), Cet.ke-5,72
2
Disinilah kita harus membedakan antara pendekatan tafsir dan nuansa pemikiran yang dikembangkan. Jika dalam penafsiran Alquran, seseorang menggunakan keahlian bahasa Arab serta
(23)
memfokuskan bahasan dari aspek ilmu Alquran disamping mengandung corak tafsir tertentu seperti tafsir yang ditulis oleh Sa‘id H{awwa3 yang dijadikan objek penelitian ini. Sa‘id H{awwa menjelaskan dalam pendahuluan kitabnya bahwa ia menggunakan pendekatan kajian tafsirnya dengan memperkenalkan teori al– Wah}dah al–Qura>niyyah. Teori yang dikembangkan ini termasuk bagian dari ilmu muna>sabah Alquran yang nota bene rumpun dari ilmu Alquran.4 Kemudian dari aspek pemikiran atau corak tafsir teridentifikasi ada kecenderungan tasawuf di dalam penafsirannya yang dapat pula disebut tafsir ini dengan corak tasawuf. Sa‘id H{awwa juga menyatakan dalam pendahuluan kitab tafsirnya bahwa ia berupaya menjelaskan dalam tafsirnya dari segi aqidah, fiqh, tasawuf, sulu>kiyyah dan usuluddin.5 Paling tidak ini mencerminkan bahwa Sa‘id H{awwa seorang mufasir disamping balaghahnya maka disebut kitab tafsirnya dengan aliran lughawi. Bila seseorang menggunakan keahlian dari aspek ilmu Alquran maka disebutlah kitab tafsirnya dengan pendekatan ilmu Alquran. Ini dapat dirinci lagi bagian ilmu Alquran yang mana yang lebih ditekankan, seperti mengkaji aspek
muna>sabah, konsep nasakh, pendekatan kisah dan seterusnya. Pendekatan seperti ini dapat disebut dengan manhaj penafsiran. Sedangkan yang terkait dengan nuansa atau orientasi pemikiran maksudnya kecenderungan pada suatu bidang kajian yang mendominasi uraiannya, seperti ahli tafsir yang cenderung membahas bidang kalam, teologi maka disebutlah kitab tafsirnya dengan corak kalam. Begitu pula bila kecenderungannya dengan ayat–ayat hukum maka disebut kitab tafsirnya dengan corak fiqh (tafsir ahkam).
Selanjutnya bila cenderung membahas ayat–ayat tasawuf maka disebutlah kitab tafsirnya dengan corak tafsir sufi. Sama halnya dengan pendekatan tafsir diatas, pemikiran tafsir juga dapat
dirinci, seperti corak kalam mu’tazilah, khawarij, corak tafsir sufi naz}ari, tafsir isha>ri dan seterusnya.
3 Nama lengkapnya adalah Syaikh Sa‘id bin Muhammad Dib H
{awwa. Ia lahir di kota Hamah, Suriah pada tahun 1935 M. Wafat tahun 1411 H/1990 M. Periode beliau tumbuh dan berkembang disaat negerinya dikuasai rezim kolonial Perancis. Dicuplik dari al–Mustasyar Abdullah al–Aqil, Mereka yang telah Pergi; Tokoh–tokoh Pembangun Pergerakan Islam Kontemporer (Jakarta: Al-I’tisham Cahaya Umat, 2003(,401. Lihat juga, Sayyid Muhammad Ali Iyazi, al–Mufassiru>n H{aya>tuhum wa Manhajuhum (Teheran:Wazarah ath–Thaqa>fah wa al–Irsha>d, 1414 H/1992 M), 132.
4 Sa‘id H{awwa menegaskan bahwa dari segi pendekatan dalam menafsirkan Alquran, ia mempunyai konsep tentang muna>sabah yaitu teori baru al-Wah}dah al-Qura>niyyah. Lihat Sa‘id
H{awwa,al–Asa>s fi at–Tafsi>r (Kairo:Darussalam, 1424 H/2003 M), Cet. Ke–6 juz 1, 30. Teori inilah yang akan diterapkan dalam penafsiran yang dikenal juga dengan sebutan Manhaj. Sedangkan metode (t}ari>qah) tafsir, itu terkait dengan penyajian dalam kitab tafsir ibaratnya kulit seperti metode
tahli>li, maud}u> ’i, ijma>li dan muqa>ran. 5
Lihat mukaddimah al-Asa>s fi at–Tafsi>r; Sa‘id H{awwa,al–Asa>s fi at–Tafsi>r, juz 1, h. 30, lihat juga penggolongan M. Aqil al-Mahdini yang memasukkan Sa’id Hawwa diantara ulama yang berperan mengkaji tasawuf, seperti Taftazani, Dr. Muhammad Mustafa, Syaikh Abu Hasan Ali Hasani an–Nadwi dan lain–lain. Sayid M. Aqil bin Ali al–Mahdini, Madkhal ila> at–Tas}awwuf al–Isla>mi
(24)
menggunakan ilmu muna>sabah dan juga memiliki pandangan tasawuf dalam bahasan tafsirnya.
Keberadaan corak tasawuf dalam tafsir tidak bisa dipungkiri sebab Islam mengajarkan bahwa diri manusia terbagi dalam jasmani dan ruhani maka tinjauan tasawuf dalam penafsiran sangat berhubungan dengan aspek ruhani manusia itu sendiri. Alquran yang menjadi dasar ajaran Islam sering mendorong manusia untuk membersihkan aspek ruhani tersebut. Karena aspek ruhani ini pula yang dapat mengenal Tuhan dan merasakan kedekatan diharibaanNya. Ayat–ayat Alquran yang berorientasi tasawuf yang menjadi dasar amalan kelompok sufi lebih terbuka ditafsirkan dengan pendekatan isha>riy.
Bila dipandang mengenai sejarah penafsiran diketahui bahwa ulama pada zaman generasi awal perkembangan Islam sudah menafsirkan Alquran dengan menggali aspek tasawuf.6 Dalam sejarah tafsir sufi, ulama yang populer dalam hal ini adalah Ibnu Arabi yang lebih terkenal sebagai filosof sufi atau tasawuf falsafiy dengan paham wujudiyyahnya ketimbang sebagai mufasir. Nama tafsirnya yaitu Alquran al-Karim atau yang disebut juga dengan nama tafsir Ibnu Arabi.7 Sebagai referensi pendukung bagi kita untuk memudahkan dalam memahami tafsirnya dapat dianalisa 2 karangannya yang lain seperti al-Futu>h}a>t al-Makkiyah dan Fus}u>s} al-H{ikam. Didalam kedua buku tersebut pembahasan tasawufnya sering mengutip bagian ayat–ayat Alquran.
Menurut pelaku tasawuf, penafsiran secara makna zahir belum membuka isyarat yang tersembunyi dibalik makna batin Alquran.8 Ketika menjelaskan makna
6
Adh–Dhahabi ketika mengategorikan tafsir ini kepada tafsir sufi dikemukakannya tafsir Tustari sebagai tafsir awal yang membahas dengan pendekatan sufistik yaitu tafsi>r al–Quran
al-‘Az}i>m. Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Sahl bin Abdullah bin Yunus bin Isa bin Abdullah at–Tustari, lahir tahun 200 H di Tustari negeri Ahwaz. Ia meninggal di Basrah tahun 283 H. Lihat, adh–Dhahabi,at–Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo: Tp, 1396/1976),juz 2,281.
7
Ibnu Arabi, Tafsir Alqura>n al–Kari>m (Beirut: Dar al–Kutub al–Ilmiyah, 1427 H /2006 M), Cet.Ke–2, halaman depan. Tafsir ini terdiri dari 2 juz tebal. Ibnu Arabi Lahir di Mursiyah-Andalus tahun 560 H /1165 M, wafat tahun 638 H.
8
Kalangan pengkaji tasawuf sangat mengenal hadis Nabi Muhammad yang menyatakan tentang Alquran mempunyai makna zahir dan makna batin. Makna batin sering bertalian dengan penafsiran sufistik yang dipahami oleh pelaku suluk/Tasawuf. Hadis tentang makna zahir dan batin ini acap kali disinggung oleh penulis buku–buku ilmu Alquran, seperti adh–Dhahabi dalam at–Tafsi>r wa
(25)
batin ini sering terjadi kesalahpahaman bagi orang lain khususnya diluar pelaku tasawuf.
Ada anggapan bahwa pendekatan isha>riy yang digunakan oleh mufasir sufi tersebut keluar dari maksud Alquran atau sudah terjadi penyimpangan makna. Ibnu S{ala>h} misalnya, dalam melihat tafsir isha>riy ini dikatakannya tafsir tersebut tidak layak disebut tafsir. Orang yang menafsirkan tersebut sesungguhnya masuk golongan bat}iniyyah.9
Bahkan dijelaskan juga oleh Ibnu S{ala>h}, Imam Abu H{asan al–Wa}h}idi seorang mufasir, pernah mengungkapkan ketidaksetujuannya terkait dengan tafsir karya Abu Abdurrahman as–Sulami yang menggunakan pendekatan isha>riy. Lebih dari itu dikatakannya siapa yang mempercayai tafsir as–Sulami tersebut berarti ia sudah kufur.10 Dalam istilah G. Bowering menyebutnya dengan outright-unbelief (kufur).11
Tokoh lain yang dikenal sebagai seorang pembaharu pemikiran Islam yang terkenal dengan rasionalitasnya, Muhammad Abduh pernah mencela tafsir Ibnu Arabi dan dianggapnya sudah menyimpang dari kitab yang mulia (Alquran) dan jauh dari agama Islam. Masih menurutnya, tafsir Ibnu Arabi ini adalah tafsirnya al–Qasha}ni penganut bat}iniyyah.12
Penafsiran sufistik tidak bisa dilepaskan dari pengalaman kesufian mufasirnya yang sulit dipahami oleh orang yang tidak memasuki dunia itu. Berkenaan dengan pendekatan isha>riy dalam penafsiran sufi, itu sangat berhubungan dengan aktifitas latihan rohani pelaku sulu>k.13 Sebagaimana dipahami bahwa aspek tasawuf dalam kajian pemikiran tafsir merupakan salah satu aspek ajaran yang dikandung Alquran
al–Mufassiru>n, Manna‘ al–Qat}t}an dalam Mabahi>th fi Ulu>m al–Quran, Abdul Warith M.Ali dalam pengantar tafsi>r Ibnu Arabi. Az–Zahabi, at–Tafsir …, )Beirut:tp, 1976(, Cet. Ke – 2,353.
9
Disebutkan oleh Syaikh Abdul Warith M.Ali dalam Pengantar Tafsi>r Ibnu Arabi
(Beirut:Darul Kutub al–Ilmiyah, 2006 / 1428), Cet. Ke–2, 16. 10
Syaikh Abdul Warith, Pengantar…, 16 11
G.Bowering, Sufi Hermeneutics: dalam Alexander D. Knysh, Encyclopaedia of the Quran
(Leiden: MNP, 2006), V.5, 143. 12
Adh-Dhahabi, at–Tafsi>r wa al-Mufassirun (Beirut: tp, 1976), 400 13
Sulu>k merupakan istilah lain dalam tasawuf artinya yang menunjuk orang yang menempuh jalan kesufian.
(26)
disamping aspek hukum, kalam, politik dan seterusnya. Penafsiran terhadap aspek– aspek ajaran Alquran sangat berkaitan dengan kemampuan teoritis ataupun praktis dan kecenderungan mufasirnya.
Menurut Zarqani penafsiran sufistik atau tafsir isha>riy diperoleh dengan menakwilkan ayat diluar makna zahir yang dapat diungkap melalui jalan sulu>k dan riya>d}ah tasawuf. Tafsir isha>riy dapat saja menggabungkan makna z}ahir dengan makna isha>riy yang tersembunyi.14 Adh-Dhahabi sependapat dengan pernyataan diatas dengan menambahkan bahwa ahli tafsir sufi menafsirkan Alquran sesuai dengan teori dan ajaran tasawuf yang dijalaninya.15
Kontroversi penafsiran sufistik terjadi karena ketidaksamaan dalam memahami kerangka tasawuf. Selain itu pihak yang kontra beranggapan pendekatan isha>riy terlalu jauh dipakai dalam memahami aspek tasawuf ajaran Alquran bahkan sudah masuk dalam ruang aliran bat}iniyyah.
Penafsiran sufistik awal sebagaimana dijelaskan adh-Dhahabi16 bahwa yang berbentuk kitab tafsir pernah dilakukan Tustari (w.283 H) dengan nama tafsirnya Tafsi>r Alqura>n al–‘Az}i>m. Zaman berikutnya muncul ahli sufi dengan tafsirnya H{aqa>iq at–Tafsi>r yang disusun oleh as–Sullamiy (w.412 H) Selanjutnya pada abad VII H Abu Muhammad as–Shairazi (w.666 H) menulis tafsir ‘Ara>isu al– Bayan fi H{aqa>iq al–Qura>n. Masih pada abad yang sama muncul seorang guru besar sufi dari Andalus yaitu Ibnu Arabi (w.638 H) dengan Tafsi>r Alqura>n al –
‘Azhi>m atau dikenal juga dengan Tafsi>r Ibnu Arabi.
Selain demikian, terkait dengan pendekatan isha>riy dalam penafsiran perlu disebutkan juga disini yang juga menjadi rujukan dalam tafsir Sa‘id H{awwa yaitu tafsir Ru>h al–Ma‘a>ni yang ditulis oleh al–Alu>siy (w.1270 H) serta tafsir an– Nasafiy (w.701 H), dikenal juga dengan Mada>rik at–Tanzi>l wa H{aqa>iq at–
14
Zarqani, Mana>hil al-‘Irfa>n, dikutip oleh Abdul Warith M.Ali, Tafsi>r Ibnu Arabi
(Beirut:Darul Kutub, 2006), 8 15
Adh–Dhahabi, at–Tafsi>r wa al–Mufassiru>n (Beirut: tp, 1976), 352 . 16
(27)
Ta’wi>l. Kedua tafsir yang juga kategori tafsir bi ar–ra’yi ini sangat berpengaruh pada tafsir Sa‘id H{awwa.
Pola penafsiran Sa‘id H{awwa sementara dapat tergambar bahwa ia tidak memberikan tema–tema terkait pengelompokkan ayat–ayat dalam suatu surat. Penafsiran tasawuf dikemukakannya baik melalui riwayat atau analisanya dengan menafsirkan ayat–ayat yang bernuansa sufistik dan memerlukan penjelasan tasawuf. Penafsiran melalui ayat dengan ayat yaitu menghubungkan ayat pokok dengan ayat lain yang saling mendukung (muna>sabah ayat). Setiap ayat yang terkait dengan ajaran tasawuf, Sa‘id H{awwa menguraikan makna tasawuf yang dikandungnya.
Dalam tafsirnya, Sa‘id H{awwa sering merujuk kepada athar Nabi atau sahabat bahkan pendapat ulama. Ketika menafsirkan ayat terakhir surat al-‘Ankabu>t (29):69 misalnya;
ي سح ا ع ها س م ي يف ا ه ج ي ا .
) ( 69
Artinya; Dan orang–orang yang berjihad untuk mencari keridhaan kami, sungguh akan kami tunjukkan kepada mereka jalan–jalan kami. Sesungguhnya Allah benar beserta orang–orang yang berbuat baik.
Biasa ayat ini dipahami sebagai motivasi bagi orang yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan, menghadapi persoalan dalam usaha dan sejenisnya. Justeru Sa‘id H{awwa menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ayat ini bagian ajaran tasawuf dimana hal itu merupakan tangga menuju kedekatan dengan Allah. Lebih jauh dikatakannya bahwa siapa yang memahami ayat ini secara komprehensif dan mengenali maknanya serta mengamalkannya niscaya ia memperoleh kebaikan yang banyak. Dengan mengutip hadis Nabi, siapa yang berjihad semata–mata karena Allah maka Dia akan menunjuki jalan agar sampai kepadaNya.17
Ini contoh ayat tasawuf yang dipahami lebih dalam oleh Sa‘id H{awwa bahwa muja>hadah dalam ayat diatas merupakan penghubung hidayah hati menuju Allah dan ridhaNya. Ayat tersebut membentuk keterkaitan erat, dengan muja>hadahlah
17Sa‘id H
{awwa, al–Asa>s fi at–Tafsi>r (Kairo: Darussalam, 1424 H/2003 M), Jilid 8, Cet. Ke–6, 4237–8
(28)
maka hidayah akan turun kepada orang yang berkehendak kepada taqwa. Urutannya; Muja>hadah – Hidayah – Taqwa – sampai pada (jalan) Allah/terbuka hijab
Usaha yang dilakukan ulama dalam menafsirkan Alquran senantiasa dituntut agar mengalami perkembangan pemikiran supaya wahyu Allah ini lebih mudah dimengerti dan diamalkan serta dapat menjawab persoalan dalam masyarakat yang selalu berubah dari masa ke masa. Dari masa awal perkembangan Islam sampai sekarang sudah bermacam–macam orientasi penafsiran yang muncul. Mulai dari jenis tafsir bi al-Ma’thu>r kemudian ada penafsiran yang menekankan aspek bahasa gramatikal, ada yang menekankan kepada ayat–ayat hukum yang dikenal dengan tafsir ah}ka>m, ada yang memfokuskan menafsirkan ayat–ayat tasawuf yang melahirkan tafsir sufi, ada juga yang menyorot fenomena sosial yang melahirkan tafsir adab ijtima>‘i, dan banyak lagi.
Memperhatikan dari fenomena ulama tafsir dengan menyorot berbagai kitab tafsirnya, dipahami bahwa ada dua kategori penafsiran. Ada kitab tafsir yang memang ditulis oleh seorang mufasir kemudian ada ulama yang termasuk kategori penulis tafsir. Kelompok pertama, mengindikasikan bahwa mereka memang ahli tafsir yang menguasai ilmu tafsir dan ilmu Alquran (ulu>mul Qura>n). Ini akan terlihat dalam uraian penafsirannya bahwa mereka mengungkapkan berbagai konsep–konsep ilmu tafsir. Diantara konsep ilmu tafsir tersebut akan terlihat pula, konsep mana yang dominan dalam penafsirannya. Sebagai contoh tafsir Sa‘id H{awwa, salah satu indikator bahwa ia seorang mufasir adalah konsep ilmu muna>sabah yang dikembangkan dalam tafsirnya. Disamping tidak menutupi dalam tafsirnya analisa kecenderungan pemikiran tafsir seperti bidang tasawuf.
Adapun kelompok kedua yaitu ulama yang dianggap sebagai penulis tafsir. Sebagai indikatornya ulama tersebut terdeteksi tidak banyak menguasai serta mendalami persoalan tentang ilmu tafsir dan ilmu Alquran. Ini akan terlihat ketika dalam penafsirannya jarang membahas seputar ilmu Alquran apalagi dengan menawarkan salah satu konsep ilmu Alquran. Mereka hanya sebatas menjelaskan maksud Alquran sesuai kapasitas dan kecenderungan ilmu yang dimiliki. Pandangan
(29)
seperti ini menguatkan pernyataan Quraish Shihab bahwa diantara ulama terdapat perbedaan dalam memahami arti tafsir.18
Sebagai implikasi dari kelompok akhir ini, memunculkan buku tafsir pendidikan, tafsir politik, tafsir sosial, tafsir tentang hak asasi manusia dan sebagainya.19 Penafsiran berbagai bidang tersebut dilakukan oleh mereka yang bukan
“ mufasir “ melainkan berangkat hanya dari latar belakang keilmuannya. Karena tidak
dikemas dengan menggunakan analisis kerangka ilmu tafsir atau ilmu Alquran maka wujud tafsirnya tidak memberikan uraian yang komprehensif dan bahkan cenderung sebagai bahan legitimasi dasar keilmuan. Disertasi ini merupakan salah satu cerminan mengatasi persoalan di atas untuk mengkaji satu aspek pemikiran tokoh tafsir yaitu tentang ayat–ayat tasawuf dengan tetap memperhatikan kerangka ilmu tafsir dalam proses pembahasan penelitian.20 Sekalipun yang dibahas aspeknya ayat tasawuf namun tetap disinggung juga aspek ilmu tafsir ketika Sa‘id H{awwa menafsirkan ayatnya. Ini akan beda halnya bila penelitian yang sengaja memfokuskan kajiannya
18
Ada dua macam pengertian yang dikemukakan oleh ulama tentang arti tafsir pertama,
Tafsir: sebagai penjelasan tentang firman Allah atau menjelaskan arti dan maksud lafal Alquran. Bagi golongan ini tafsir bukan merupakan suatu cabang ilmu. Golongan kedua berpendapat, tafsir adalah suatu ilmu yang membahas tentang maksud Alquran, mengeluarkan hukum dan hikmahnya sesuai dengan kemampuan manusia. Bagi mereka ini tafsir itu ada ilmunya atau kaedah–kaedah tafsir yang harus dikuasai. Lihat: M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran (Bandung: Mizan, 1993), Cet. Ke-5, 152. Implikasinya kita temukan ada cendekiawan muslim yang berani menafsirkan Alquran walau bukan ahli ilmu tafsir bahkan ada yang mengatakan sehubungan dengan menafsirkan Alquran tidak harus menguasai kaedah–kaedah tafsir yang detil dan seterusnya.
19
Perguruan tinggi agama Islam khususnya IAIN/UIN dengan wajah baru memang membutuhkan buku–buku terkait berbagai program studi beberapa kecenderungan tafsir semacam itu dalam rangka menghadirkan mata kuliah tafsir bagi mahasiswa agar sejalan dengan program studi yang ditempuh. Untuk menjembatani persoalan diatas maka perlu di kembangkan arah baru kajian tafsir, maka bagi pengkaji atau ahli tafsir juga perlu mempelajari ilmu pendukung dalam bahasan tafsir sesuai konsenterasi diatas. Mereka yang mendalami disiplin tafsir juga harus menambah
pengetahuannya dengan konsenterasi tertentu. Kini IAIN/UIN sudah membuka program studi “ umum “ yang tentu harus mengambil mata kuliah tafsir yang disesuaikan dengan program studi masing–
masing. Disamping itu bagi program studi lama bidang agama juga memerlukan pengembangan mata kuliah tafsir sesuai keahliannya. Seperti tafsir ayat–ayat hukum, ayat ekonomi (mu‘a>malah), ayat tasawuf, pendidikan ( tarbiyah ) dan seterusnya.
20
Diantara kitab tafsir yang dapat kita temukan dalam uraian tafsirannya menyangkut berbagai orientasi. Ada yang dominan penafsirannya tentang politik seperti tafsir al-Maududi, ada
yang orientasi tasawuf seperti tafsir Ibnu Arabi, tafsir Sa‘id Hawa, Tustari, ada yang ke dakwah, sosial-politik seperti tafsir Sayyid Qutb, begitu seterusnya.
(30)
untuk meneliti konsep ilmu Alquran dalam sebuah kitab tafsir, misal konsep na>sikh dan mansu>kh dalam tafsir al–Mara>ghi.
Pengkajian mengenai Alquran dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang seperti mengkaji aspek pemikiran tafsir, aspek tema–tema dalam Alquran (tafsir maud}u>‘i) , meneliti konsep ilmu Alquran atau studi mengenai seputar Alquran itu sendiri semacam sejarah penulisannya atau sejarah turun dan seterusnya. Penelitian disertasi ini akan melakukan kajian menyangkut aspek pemikiran tafsir dengan fokus kajian pemikiran tasawuf dalam tafsir Sa‘id H{awwa.
Aspek tasawuf yang dikaji dalam disertasi ini dilatar belakangi oleh kondisi manusia di abad modern ini yang hanyut dalam arus modernitas yang salah dan ada pula yang salah mencari jalan sendiri dan keliru untuk meraih kebahagiaan rohani. Prilaku sebagaian masyarakat yang hanyut dalam hedonisme, hidup berfoya–foya, arogansi kekuasaan, frustasi menghadapi persoalan kehidupan dan seterusnya seakan–akan lupa bahwa ada bagian dirinya yang belum terpenuhi yaitu kepuasan rohani. Sebaliknya, ada prilaku manusia yang jenuh dengan kesibukan, hidup serba cukup maka dicari solusinya dengan mengurung diri tanpa beribadah yang benar. Disamping itu ada orang yang ditimpa kemiskinan lalu ingin mencari kebahagiaan sendiri demi kepuasan rohani namun dengan cara yang keliru pula seperti bunuh diri atau bunuh diri masal dan sebagainya.
Pengkajian ayat tasawuf akan memberikan jalan untuk menyadarkan kembali akan jati diri manusia sebagai hamba Allah serta memberi motivasi agar selalu membersihkan rohani dan supaya lebih dekat denganNya. Syariat yang dijalankan sebagai sarana lahir, harus diimbangi dengan jalan tasawuf sebagai aspek batin demi menuju kebahagiaan rohani. Sebab dalam beragama harus ada peningkatan pemahaman dan pengamalan, jadi setelah syariah naik ke hakikat: Rukun Islam aspek lahir agama (akal/teori dan praktek ibadah), terus Iman dan Ihsan sebagai aspek batin agama (prilaku sebagai perwujudan qalbu). Dari akal terus ke hati. Kalau sudah terbiasa di jalan datar maka lanjutkan menempuh jalan mendaki, demikian adagium tasawuf. Dunia global dan pesat informasi membuat orang haus kebahagiaan rohani
(31)
dan mencari kepuasan batin. Disamping berguna untuk membentengi diri dan sebagai perisai (preventif) dalam berkarya didunia dan memberikan ketenangan lahir batin juga berimplikasi baik ke orang lain.
Aspek tasawuf dalam Islam lebih mencerminkan ekspresi ajaran Islam yang sangat universal karena bersentuhan dengan rasa, hati yang semua orang tentu menginginkan ketenangan hati. Karena itu, ajaran tasawuf paling gampang diterima bahkan oleh orang yang tidak dibesarkan dalam tradisi Islam.21 Terkadang ajaran tasawuf dapat melampaui keyakinan parsial, jadi ia dapat berdiri diatas ibadah zahir yang sering mengundang perselisihan pendapat karena bermain di ranah logika. Sehingga dalam perkembangan ajaran Islam misalnya di Nusantara, aspek tasawuf mudah diterima masyarakat Indonesia22 karena tidak banyak mempersoalkan ibadah zahir dan kesannya sangat egalitarian.
Bila ditelusuri prinsip ajaran tasawuf sebetulnya dalam Alquran ditemukan isyarat–isyarat tentang landasan tasawuf. Dalam Islam tujuan bertasawuf untuk membersihkan hati dan prilaku agar memperoleh hubungan yang dekat sekali bahkan tanpa batas dengan Allah maha pencipta. Ibadah yang dilakukan terutama ibadah pokok (mah}d}ah) merupakan jalan untuk membersihkan diri/rohani agar dapat merasakan kehadiran Allah disisi mana saja berada. Diantara ayat yang dijadikan dasar utama yang dipahami sebagai pokok tasawuf yaitu surat al-Baqarah (2):186, Qaf (50):16.
ش ي م ع با م ي يجتسي ف ى عد ا عا ا عد يجأ ي ق ى ف ى ع د ع ك أس ا .
ي ا ح م هي قأ ح هسف هب س س ت م م ع س إا ق خ ق .
Artinya; Bila hambaku bertanya kepadamu tentang aku maka bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
21
Ini merupakan pernyataan Karel Steenbrink, sarjana Islamolog dari Belanda, ketika menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya seputar aspek Islam yang bercorak sempalan, ajaran asing–unik (seperti doktrin tasawuf atau semacam shat}ah}a>t) yang lebih disukai orientalis mempelajarinya. Dapat ditemukan pada pengantar buku Tasawuf Falsafi Hamzah Fansuri. Lihat, Karel Steenbrink, pengantar dalam, Afif Anshori, Tasawuf Falsafi Hamzah Fansuri (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2004 ), vi
22
Secara historis periode awal Islam Nusantara bercorak tasawuf. Lihat, Sri Mulyati(et.al), Oman Faturrahman, Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana PMG,2004), Cet.Ke-3,152
(32)
memohon kepadaku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahku dan hendaklah mereka beriman kepadaku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.
Untuk memahami ayat–ayat yang berkenaan dengan tasawuf, ulama telah memberikan perhatian besar dengan menafsirkan ayat tasawuf seperti terlihat dari beberapa kitab tafsir yang membahas tentang hal tersebut. Berdasarkan potret sejarah dan pemikiran tafsir, teridentifikasi bahwa kitab tafsir Alquranul Karim karya Ibnu Arabi (560–638 H) merupakan perintis kitab tafsir bercorak tasawuf khususnya tasawuf naz}ariy.23
Pada zaman modern ini perhatian untuk mengkaji penafsiran ayat–ayat tasawuf suatu hal yang sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri yang merasakan kegersangan dalam kehidupan atau istilah lain kehampaan spiritual. Penulis tafsir ini dikenal sebagai tokoh pergerakan Islam dan pejuang melawan penjajahan atas negerinya dari pengaruh asing. Bila diperhatikan ada beberapa konsep pemikiran yang direfleksikannya lewat penafsiran ayat–ayat Alquran baik menyangkut politik, sosial, tasawuf dan hukum fiqh. Sa‘id H{awwa disamping tokoh pergerakan lahiriyah juga dikenal sebagai penyiram rohani dengan pendekatan tasawuf. Karya–karya beliau banyak yang menyentuh dan mengajak kemerdekaan diri, kemerdekaan beribadah, kebersihan rohani yang tertuang dalam buku tarbiyatuna> ar-ru>hiyyah. Karya beliau yang monumental adalah Kitab tafsir al–Asa>s fi at–Tafsi>r. Disini
23
Ulama yang cenderung ke tasawuf memasukkan teori dan ajaran falsafat yang dimiliki dalam tafsirnya ketika memahami ayat-ayat Alquran. Adh-Dhahabi menyebutkan bahwa Ibnu Arabi merupakan seorang ahli tasawuf yang menggunakan berbagai teori diatas dalam tafsirnya. Tersebutlah tafsir Ibnu Arabi sebagai tafsir sufi naz}ariy, dari tafsir sufi naz}ariy teridentifikasi pula ia menggunakan teori (naz}ariyyah) wah}datul wuju>d sebagai situasi perjalanan sufi yang diperoleh. Penafsiran yang dilakukan berdasarkan pengalaman ruhani (riya>d}ah ru>hiyyah) seseorang tersebut maka tafsirnya dapat pula disebut dengan tafsir sufi isha>riy, kenyataan ini tampak pula pada penafsiran Ibnu Arabi. Karena itu, adh–Dhahabi menggolongkan tafsir Ibnu Arabi kepada tafsir sufi
naz}ariy dan juga sebagai tafsir sufi isha>riy. Uraian rinci dapat ditelusuri, Muhammad Husein adh-Dhahabi, at–Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (Kairo, tp, 1396 H/1976), Cet. Ke–2, 340–379.
(33)
beliau wujudkan kemampuan menafsirkan Alquran dengan pendekatan ilmu muna>sabah serta kecenderungan tasawuf dalam pemikiran yang dikuasainya.
Pandangan tasawuf Sa‘id H{awwa dapat ditelusuri lebih jauh dalam penafsirannya terkait dengan ayat–ayat tasawuf. Disini juga akan terlihat kerangka metodologi tafsir yang digunakannya. Dan memang dua hal ini menjadi perhatian pokok peneliti dalam disertasi ini. Sehubungan dengan penafsiran tasawufnya, Sa‘id H{awwa sangat dalam pandangannya ketika memahami ayat–ayat tasawuf secara implisit apalagi yang jelas (eksplisit) bermakna tasawuf.
Ketika menjelaskan kedudukan Maryam yang sering mengalami peristiwa luar biasa, salah satunya ketika didatangi oleh malaikat Jibril. Sa‘id H{awwa tetap berkeyakinan dengan berpegang pada dasar Alquran bahwa Maryam hanyalah seorang wanita s}a>lih}ah dan s}iddi>qiyyah dan tidak mencapai predikat sebagai Nabi sebagaimana ditegaskan dalam surat Yusuf )12(:109, “ Kami tidak mengutus seorangpun sebagai Nabi atau Rasul melainkan kepada laki–laki yang diberikan
wahyu”. Dalam surat al-Ma>idah (5):75 dijelaskan bahwa Isa AS adalah seorang Rasul seperti rasul–rasul terdahulu sedangkan ibunya adalah seorang wanita S{iddi>qah.24
Keistimewaan yang dialami Maryam memunculkan beberapa pemahaman, menurut Sa‘id H{awwa bahwa jalan untuk berdialog (mukha>t}abah) dengan malaikat dapat dialami oleh selain Nabi. Seseorang dapat mencapai kashf (muka>shafah) dengan memperoleh pengetahuan dari alam gaib sebagai suatu keramat (pintu keramat) yang dibukakan Allah. Hal ini merupakan dalil bahwa kemuliaan (keramat) dapat terjadi pada manusia selain Nabi/Rasul. Siapa yang sering melakukan amalan–amalan sunat dengan ikhlas maka Allah akan membukakan pintu baginya.25
24Sa‘id H
{awwa, al–Asa>s fi at-Tafsi>r (Kairo: Darussalam, 1424 H/2003 M), Jilid 5, Cet. Ke–6, 2713–14 Dapat diselaraskan keterangan ini dengan uraiannya tentang kashf yang terdapat dalam bab 14 dalam buku Tarbiyatuna> ar-Ru>hiyyah. Lihat, Sa‘id H{awwa, Tarbiyatuna> ar– Ru>hiyyah (Kairo: Darussalam, 1428 H/2007 M), Cet. Ke–9,163
25Sa‘i
d H{awwa, al-Asa>s fi at-Tafsi>r (Kairo: Darussalam, 1424 H/2003 M), Jilid 2, Cet. Ke–6, 765-766
(34)
Untuk memperkuat keterangan ini Sa‘id H{awwa mengemukakan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim. Nabi pernah memberitahukan kepada Abu Bakar dan H{anz}alah bahwa kalau kamu senantiasa mencontoh dengan mengikuti aku dan melakukan zikir niscaya kamu dapat bersalaman dengan malaikat.26 Bersalaman yang dinyatakan Nabi Saw diatas menandakan bahwa untuk berhubungan langsung dengan malaikat dapat terwujud dengan memperbanyak zikir terutama untuk menjaga kekosongan hati dari mengingat Allah. Ini merupakan indikasi bahwa malaikat dapat dijumpai dan wujudnya dapat dirasakan.
Contoh penafsiran Sa‘id H{awwa diatas menggambarkan sisi tasawuf dan juga kerangka muna>sabah ilmu Alquran. Sisi metodologisnya; pertama, Sa‘id H{awwa menukil beberapa ayat untuk memperjelas penafsirannya yang dikenal sebagai muna>sabah Alquran. Seperti, Surat Ali Imran (3):4227 dikorelasikan dengan surat Yusuf (12):109 kemudian disebutkan juga penjelasannya dalam surat al-Ma>idah (5):75. قي ص همأ س ا ه ق م ت خ ق س ا مي م با حيس م . Sisi tasawufnya, Sa‘id H{awwa menggali makna tasawuf misal diatas yaitu tentang kashf salah satu ajaran tasawuf. Kedalaman pikiran tasawufnya dalam menafsirkan Alquran terlihat ketika pengidentifikasian yaitu menghubungkan ayat–ayat yang mengandung kesamaan makna kedua memahami aspek tasawuf tentang ayat tersebut. Penafsiran seperti ini tidak mudah dilakukan tanpa menekuni kedua bidang tersebut yaitu muna>sabah Alquran serta pemahaman tasawuf yang mendalam.
Seperti dijelaskan diatas bahwa sebuah kitab tafsir mengandung berbagai pemikiran yang dikonsep oleh penulisnya dengan menganalisa ayat–ayat Alquran. Melihat beberapa karya Sa‘id H{awwa tentang tasawuf dan masih jarang kajian penafsiran tasawuf, menjadikan tafsirnya penting untuk dikaji khususnya aspek tasawufnya. Penelitian ini akan berupaya menggali pemikiran tasawuf yang tercermin dalam kitab tafsir Sa‘id H{awwa. Tema tasawuf yang dikaji menurut hemat peneliti
26Sa‘id Hawwa,
al-Asa>s fi at-Tafsi>r (Kairo: Darussalam, 1424 H/2003 M), Jilid 2, Cet. Ke–6,766
27 ي ع اء س ى ع فطصا ط فطصا ها مي م ي ه ئا ا ت ق
(35)
lebih aplikatif dan sangat bersentuhan dengan kehidupan nyata sehari–hari serta berkait langsung dengan rasa setiap orang. Selain itu, tema tasawuf dalam penafsiran tidak saja mencerminkan pemikiran mufasir tapi juga meliputi pengalaman kerohaniannya. Aspek praktis28 inilah yang membedakan kajian ayat tasawuf dibanding tema lain. Apalagi kajian konsep ilmu tafsir yang selam ini dijadikan penelitian, cenderung teoritis dan sangat relatif, seperti konsep takwil, hermeneutik, nasakh, muna>sabah dan seterusnya.
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin tegaskan bahwa sangat menarik
diteliti lebih jauh mengenai penafsiran sufistik Sa‘id Hawwa dalam kitabnya yaitu al– Asa>s fi at–Tafsi>r.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Dengan melihat judul di atas maka masalah pokok yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam sebuah pertanyaan penelitian yaitu :
Bagaimanakah metodologi penafsiran dan pemikiran sufistik Sa‘id H{awwa dalam kitab al-Asa>s fi at-Tafsi>r? Melihat lapangan kajian tafsir sufi yang begitu luas maka penulis tentu tidak akan mampu membahas semuanya. Dari masalah pokok ini maka pembahasan dibatasi pada penafsiran Sa‘id Hawwa yang terkait dengan enam maqa>m-maqa>m dan dimensi metafisis ajaran tasawuf.
Sesuai dengan masalah pokok di atas kemudian ditetapkanlah beberapa sub masalah dengan pertanyaan penelitian yaitu :
a. Bagaimanakah metodologi penafsiran dan pemikiran sufistik Sa‘id H{awwa mengenai konsep maqam dalam tasawuf?
b. Bagaimanakah metodologi penafsiran dan pemikiran sufistik Sa‘id H{awwa mengenai dimensi metafisis ajaran tasawuf?
c. Dimanakah posisi penafsiran sufistik Sa‘id H{awwa dalam peta tafsir sufi?
28
Pemikiran yang digagas dalam tafsir tersebut tidak lagi sebatas konsep tapi sudah diamalkan. Ini akan beda sekali dengan kajian tafsir maud}u’i seperti yang sudah–sudah.
(36)
C. Signifikansi Penelitian
Sebelum mengemukakan arti penting penelitian ini terlebih dahulu dijelaskan kenapa judul ini diangkat? Adapun judul yang ditetapkan dalam penelitian disertasi ini adalah “Penafsiran Sufistik Sa‘id H{awwa dalam al–Asa>s fi at–Tafsi>r “.
Analisis penafsiran ayat–ayat tasawuf adalah mengkaji hasil penafsiran Sa‘id H{awwa sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab tafsirnya al-Asa>s fi at–Tafsi>r. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui pandangan penafsiran ayat tasawuf oleh Sa‘id H{awwa dalam rangka pengembangan kehidupan spiritual keagamaan. Selain mengetahui dasar metodologi tafsirnya digali juga kerangka pemikiran tafsirnya tentang ayat–ayat tasawuf.
Kajian aspek tasawuf merupakan bagian dari studi pemikiran tafsir.29 Aspek tasawuf sebagai bingkai kajian dalam penelitian digunakan untuk menemukan corak tasawuf Sa‘id H{awwa. Setelah membahas penafsiran aspek tasawuf dalam tafsir Sa‘id H{awwa kemudian dihubungkan dengan landasan teori yang dibahas pada bab sebelumnya. Langkah ini dilakukan sebagai dasar dalam menganalisis wujud penafsiran ayat.
Sehubungan dengan tafsir al-Asa>s fi at–Tafsi>r karya Sa‘id H{awwa yang diteliti karena tafsir ini termasuk kelompok tafsir kontemporer yang sejalan dengan situasi dan persoalan kekinian. Disamping itu kemunculan tafsir ini ditengah situasi negara dalam cengkeraman hegemoni asing dan sedang terjadi konflik dengan penjajah Barat.30 Dengan demikian semangat yang terkandung dalam tafsir ini dapat
29
Pemikiran tafsir merupakan nama mata kuliah yang pernah disajikan pada program pascasarjana dengan nama Sejarah dan Pemikiran Tafsir yang diasuh oleh Prof. Dr. Salman Harun. Mata kuliah yang awalnya dirancang untuk program Doktor dan kemudian dijadikan sebagai matakuliah pilihan bagi program S2 sekitar tahun 1999/2000 dan terakhir masih ditawarkan sampai tahun 2004.
30
Penulisan tafsir ini tahun 1398 H/1977 M, cetakan I tahun 1405 H/1985 M. Bahkan pada
awalnya tafsir ini ditulis sewaktu Sa‘id H{awwa berada dalam penjara. Menurut Sa‘id H{awwa dalam pengantarnya yang juga dikutip oleh Iyazi bahwa ketika dalam penjara tersebut Sa‘id H{awwa menyandarkan penulisann tafsirnya hanya kepada 2 kitab tafsir yaitu tafsir Ibnu Katsir yang berjpola riwayat terutama penjelasan al-Quran bi al–Quran, kedua tafsir an–Nasafi dalam melihat makna
h}arfiyah (linguistik) dan aspek aqidah. Kemudian dilengkapi dengan 2 tafsir lain disamping 2 kitab tafsir sebelumnya yaitu tafsir Sayyid Qut}b dan al–Alu>si. Lihat, Sa‘id H{awwa, mukaddimah tafsir,
(37)
menjadi inspirasi bagi daerah yang ‘dikuasai’ oleh asing untuk bangkit menghadapi
berbagai himpitan yang melanda.
Sosok Sa‘id H{awwa yang diangkat dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa ia merupakan tokoh pergerakan. Sebagai tokoh pergerakan ia memilki semangat perjuangan yang gigih dalam rangka mempertahankan kebenaran dan menegakkannya senantiasa menyertai dan diwujudkan dalam keseharian.
Terkait dengan tema tasawuf yang diteliti dalam tafsir ini bukan artian bahwa inilah aspek yang penting dikaji sedangkan aspek lain tidak. Signifikansi aspek tasawuf yang dijadikan sebagai fokus penelitian didasarkan kepada kecenderungan peneliti untuk mengembangkan ajaran tasawuf Islam agar dapat diamalkan oleh semua orang yang ingin memperoleh kebahagiaan sejati serta meningkatkan kualitas diri. Diri yang berkualitas mendorong orang untuk sungguh sungguh mengenali dirinya yang ditunjukkan dengan peningkatan kualitas beribadah. Mengkaji aspek tasawuf dalam tafsir merupakan bagian dari pemikiran tafsir seorang mufasir. Disini peneliti bukan lagi mewacanakan ilmu Alquran tapi secara tidak langsung peneliti akan membahas ilmu Alquran dalam sebuah pemikiran tafsir. Pembahasan tafsir mau gak mau harus melewati ilmu Alquran.31 Ketika membahas pemikiran tafsir, teori– teori ilmu Alquran akan menjadi pendukung dalam memahami dan meneliti uraian mufasir.
Sisi ayat tasawuf yang menjadi objek penelitian yang terkandung dalam judul diatas sebagaimana identifikasi yang dilakukan bahwa gagasan mufasir Sa‘id H{awwa banyak tertuang dalam karangannya yang berbicara tentang tasawuf Islam. Sa‘id H{awwa ingin memberikan nuansa baru dan kontemporer dalam ajaran tasawuf maka untuk mengembangkan di dunia nyata peneliti perlu menggali dasar dan pemahaman Tasawuf Sa‘id H{awwa dalam tafsirnya. Disamping itu juga setentangan aspek tasawuf ini masih jarang dilakukan penelitian khususnya penelitian tafsir.
H{aya>tuhum wa Manhajuhum (Teheran:Wazarah ath–Thaqa>fah wa al–Irsha>d, 1414 H/1992 M), 134
31
Dalam teori pembelajaran studi Alquran di perguruan tinggi agama, mata kuliah tafsir disajikan setelah menempuh mata kuliah ulumul Quran. Artinya ulumul Quran sebagai mata kuliah prasyarat sebelum masuk mata kuliah tafsir.
(38)
Sementara ini penelitian tafsir lebih cenderung ke aspek fiqh, kalam, menyangkut tema Alquran (tafsir maud}u>‘i)32 atau hanya mengkaji aspek ilmu Alquran. Ibaratnya kilauan Alquran itu memancarkan warna warni yang dapat ditelusuri masing–masingnya sesuai kecenderungan dan kemampuan pengkaji Alquran untuk menangkap kilauan tersebut. Dengan demikian pesan Alquran dapat dipahami lebih terarah dan terfokus apalagi disesuaikan dengan perkembangan ilmu yang sangat butuh landasan keilmuan dalam Alquran.
Penelitian ini tidak menafikan kemampuan ilmu fiqh mufasir Sa‘id H{awwa atau keilmuan lain yang melekat padanya namun lebih kepada kemampuan peneliti yang cenderung kepada menggali aspek tasawuf dalam tafsirnya. Bahkan kalau ingin digali dari aspek politik atau bidang lain memungkinkan saja bila dihadapkan kepada aktifitas Sa‘id H{awwa semasa hidupnya.
Faktor pendukung dari sudut akademik terkait dengan penelitian ini bahwa sebelumnya peneliti pernah melakukan pengkajian tentang pemikiran tasawuf dalam bentuk makalah, jurnal. Selain itu peneliti pernah mengikuti kuliah tasawuf dan falsafat Islam. Faktor demikian cukup membekali peneliti dalam mengkaji ayat–ayat tasawuf yang berbentuk penelitian disertasi ini, disamping membahas metodologi tafsirnya.
D. Kajian Kepustakaan
Bahasan pokok yang menjadi sentral disertasi ini adalah penafsiran ayat tasawuf atau dikenal juga dengan penafsiran sufistik.33 Munculnya tafsir sufistik ini sebagai konsekuensi pemahaman ahli sufi ketika menafsirkan ayat Alquran yang bercorak tasawuf dengan melakukan pendekatan isha>riy. Pendekatan isha>riy erat
32
Pemikiran politik al-Maududui dalam tafsirnya, pemikiran politik dalam tafsir fath}ul qadi>r (disertasi), aspek kalam dll.
33
Ada juga yang menggunakan istilah tafsir sufi atau tafsir isha>riy. Kata lain dari sufistik adalah tasawuf atau mistisisme Islam. Bila Syariah dianggap sebagai ibadah aspek lahiriyah dalam Islam maka tasawuf merupakan ibadah dari aspek batin (rohani) nya.
(39)
kaitannya dengan penggunaan metode takwil.34 Semakin besar perhatian mufasir sufi memahami ayat–ayat secara sufistik semakin terbuka ia menggunakan pendekatan isha>riy.
Tersebut dalam sejarah penafsiran sufistik bahwa nama Tustari dikenal sebagai mufasir sufi generasi awal.35 Dalam menafsirkan ayat tasawuf ia menggunakan pendekatan isha>riy dan juga pendekatan makna zahir ayat. Sementara itu dalam tafsir karya as–Sullamiy orientasinya didominasi penafsiran ayat dengan pendekatan isha>riy. Dalam mukaddimah tafsirnya ditegaskan bahwa ia lebih suka mengumpulkan penafsiran dari ahli hakikat.36
Berbeda dengan di atas, Ibnu Arabi dalam tafsir sufinya menurut adh-Dhahabi tidak punya kecenderungan memahami zahir ayat tapi ia menafsirkan Alquran dengan menggabungkan antara penafsiran sufi falsafi dengan penafsiran sufi secara isha>riy. Teori falsafat dalam pemikiran sufinya yang dikembangkan dalam tafsir yaitu paham wah}datul wuju>d.
Memperhatikan beberapa penafsiran sufistik yang pernah muncul mengindikasikan bahwa pendekatan isha>riy menjadi faktor utama dalam menafsirkan ayat–ayat tasawuf. Sekalipun ada diantara mufasir yang juga memperhatikan makna zahir ayat. Disinilah perlu keseimbangan dalam memahami makna zahir ayat dengan makna isha>riy yang dikandungnya.
Penafsiran Sa‘id Hawwa yang diangkat dalam penelitian ini, apakah termasuk dalam pendekatan isha>riy atau pendekatan naz}ariy yang dikenal juga dengan tafsir sufi naz}ariy dan tafsir sufi isha>riy. Berdasarkan pengamatan sementara dari
beberapa ayat yang ditafsirkan Sa’id H{awwa, ia menerima pendekatan isha>riy dan makna zahir dan ini perlu pembahasan mendalam untuk membuktikannya. Faktor
34
Tafsir dan takwil secara umum dapat dibedakan bahwa tafsir lebih luas dari pada takwil. Tafsir cenderung pemahaman berdasarkan riwayat, sedangkan kecenderungan takwil memahami Alquran secara dirayah. Lihat, Manna’ al–Qat}t}a>n, Mabah}i>th fi Ulu>m al–Qura>n (tt: tp, t.th), 327.
35
Nama lengkapnya, Abu Muhammad Sahl bin Abdullah bin Yunus bin Isa bin Abdullah at– Tustari. Lahir tahun 200 H di Tustar bagian dari daerah Ahwaz. Sedangkan wafat di Basrah tahun 273 H. Adh–Dhahabi, at-Tafsîr wa al-Mufassiru>n (Beirut: tp, 1976),380.
36
(40)
lain, menurut Sa‘id H{awwa, bahwa tasawuf itu mempunyai dua bentuk ada aspek
‘amali dan aspek naz}ariy. Ia berupaya menjadikan tasawuf sesuai dengan Alquran dan Sunnah.
Sehubungan dengan objek penelitian yaitu tentang Sa‘id H{awwa, penulis telah mempelajari buku–buku yang berkaitan dengannya dalam rangka untuk menjaga orisinalitas penelitian ini. Adapun buku–buku yang membahas atau menyinggung tentang tafsirnya belum banyak dijumpai. Sementara ini penulis baru
menemukan 2 buku yang ada pembahasan mengenai tafsir Sa‘id H{awwa, yaitu
karya Muhammad Ali Iyazi dan karya ilmiyah Skripsi Asep Ali. Kitab tafsir Sa’id
H{awwa termasuk mutakhir dari kitab tafsir lainnya yang dikategorikan beberapa penulis pada zaman kontemporer, jadi banyak diantara mereka belum mencantumkan
profil tafsir Sa‘id H{awwa dalam daftar karangannya.37 Iyazi tidak ada yang
memfokuskan kajian menyangkut aspek tafsir Sa’id H{awwa, umumnya menjelaskan berbagai macam metode tafsir dan sistematika penulisannya dari para mufasir termasuk tafsir al–Asa>s karya Sa‘id H{awwa, itupun uraiannya sangat terbatas.
Iyazi misalnya, ketika membahas Sa‘id H{awwa menjelaskan bahwa tafsir
Sa‘id H{awwa merupakan tafsir model baru dengan sorotan pembahasan muna>sabah antar ayat secara keseluruhan yang menjadikan Alquran membentuk kesatuan tema yang sempurna.38 Selain itu dijelaskan juga bahwa keistimewaan tafsir
ini terlihat dari penjelasan Sa‘id H{awwa tentang kemukjizatan ilmiyah Alquran dimana ia mengaitkan ayat–ayat Alquran dengan ilmu–ilmu modern yang sedang berkembang.39
Dalam uraian Iyazi tidak mengungkapkan sisi tasawuf yang terdapat dalam
tafsir Sa‘id H{awwa. Padahal melihat posisi Sa‘id H{awwa sebagai tokoh pergerakan
37
Lihat misalnya, Thameem Ushama, Methodologis of the Quranic Exegesis, Gamal al – Banna, Tafsir al – Quran al – Karim bain al – Qudama>’ wa al–Muh}addithi>n (Kairo: Dar al–Fikri al- Islami, 2003 Ter. Evolusi Tafsir. Lihat juga. Muhammad Sayyid Jibril, Madkhal ila> Mana>hij al–Mufassiri>n, 1987 M/1408 H. Begitu pula buku–buku lain tentang metode para mufasir yang
penulis jumpai tidak memuat tentang tafsir Sa‘d H{awwa. 38
Iyazi, al–Mufassiru>nH{aya>tuhum wa Manhajuhum (Teheran:Wazarah ath–Thaqa>fah wa al–Irsha>d, 1414 H/1992 M), 134
39
Iyazi, al–Mufassiru>n H{aya>tuhum wa Manhajuhum (Teheran:Wazarah ath–Thaqa>fah wa al–Irsha>d, 1414 H/1992 M), 136
(41)
membangun akhlak dan terkenal dengan sikap wara‘ dan sikap zuhudnya tentu ia memiliki kemampuan dan kecenderungan menafsirkan ayat dengan pendekatan
tasawuf. Sebagai indikator lainnya, Sa‘id H{awwa menggunakan salah satu dari rujukan tafsirnya yaitu kitab tafsir yang bercorak tafsir isha>riy yaitu Ru>hul
Ma‘a>ni karya al–Alu>siy dan tafsir an–Nasafi40 dengan orientasi aqidah dan tasawuf. Tidak menutup kemungkinan ia menafsirkan ayat yang bernuansa sufistik merujuk ke Ru>hul Ma‘a>ni untuk kemudian dikembangkan sesuai dengan masa yang dihadapinya ketika itu.
Bila di atas yang membicarakan tentang Sa‘id H{awwa ada yang berbentuk buku namun tidak menyorot aspek tasawufnya hanya menyinggung metode tafsirnya saja walau sekilas. Buku Iyazi ini menjelaskan berbagai macam metode tafsir para mufasir yang diklasifikasikannya kepada beberapa corak tafsir. Sedangkan penelitian tentang tafsirnya sebagai karya ilmiyah berbentuk skripsi pernah dilakukan oleh Asep Ali dengan meneliti aspek muna>sabah antara surat al–Fa>tih}ah dan surat Sab‘ut} T{iwa>l. Kemudian ia juga menjelaskan tentang mukjizat Alquran dari segi muna>sabah tema (kesatuan tema).
Kesimpulan yang ditegaskan penulisnya bahwa surat al-Fa>tih}ah, al– Baqarah dan enam surat berikutnya menurut mushaf mempunyai hubungan yang erat yang membentuk kesatuan tema. Alquran yang disusun sesuai mushaf sekarang yang nota bene turun sedikit–sedikit sesuai dengan berbagai kondisi dan kejadian beragam yang dihadapi sekitar 23 tahun ternyata saling mempunyai hubungan. Alquran yang turun terpisah oleh waktu tersebut lalu membentuk satu kesatuan yang tak
40
Nama lengkap tokoh tafsir ini adalah Abu al–Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud an–Nasafiy. Terkadang ditambahkan juga dibelakang namanya dengan al–Hanafiy al-Ash’ariy. Nama kitab tafsirnya adalah Madarik at- Tanzi>l wa H{aqaiq at – Ta’wi>l. Sehubungan dengan penyebutan an-Nasafiy diakhir namanya merupakan nisbah kepada Nasaf suatu negeri yang berada antara Jayhun dan Samarkand. Daerah Nasaf juga berada diseberang sebuah sungai. Disinilah ia dibesarkan (w. 701 H). Lihat; Muni’ Abdul Halim M, Mana>hij al–Mufassiri>n (Kairo: Darul Kitab fi>> al–Mishriy, 1978), 93, Hasan Yunus Ubaidu, Dira>sa>t wa Maba>h}i>th fi> Ta>ri>kh Tafsi>r wa Mana>hij al–Mufassiri>n (Kairo: tp, 1991 / 1411),130
(42)
terpisahkan, inilah satu segi kemukjizatan Alquran.41 Dalam pembahasannya tidak
ada menyinggung tentang pemikiran tafsir Sa‘id H{awwa dari aspek tasawuf.42
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah dinyatakan di atas maka tujuan bahasan penelitian ini hendak menjawab masalah tersebut yang dapat dirumuskan sebagai tujuan utama yaitu: Untuk memperoleh dan menganalisis data dalam rangka mengetahui keberadaan makna zahir dan pendekatan isha>riy dalam
penafsiran sufistik Sa’id H{awwa. Tujuan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui metodologi penafsiran dan pemikiran sufistik Sa‘id
H{awwa berdasarkan data yang diperoleh terkait dengan konsep maqa>m tasawuf.
b. Untuk mengetahui metodologi penafsiran dan pemikiran sufistik Sa‘id H{awwa berdasarkan data yang diperoleh terkait dengan dimensi metafisis ajaran tasawuf.
c. Untuk menemukan kecenderungan penafsiran sufistik Sa‘id H{awwa. Penelitian dalam bentuk disertasi ini digunakan untuk persyaratan penyelesaian studi program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kegunaan lain penelitian ini untuk memberikan informasi tentang keberadaan tafsir ini sebagai tafsir yang bercorak tasawuf berdasarkan data–data yang dianalisis terkait dengan ayat–ayat tasawuf. Dari penelitian ini dapat mendorong para pengkaji tafsir untuk menemukan serta mengkaji corak tafsir tasawuf pada kitab–kitab tafsir. Semakin banyak kitab tafsir corak tasawuf yang diteliti akan memperkaya nuansa tasawuf dalam kehidupan nyata. Dengan demikian Alquran menjadi hidup dan
41
Ada 2 kesimpulan yang dinyatakan oleh penulisnya, pertama tentang munas>abah antar surat Alquran dan hubungan yang membentuk kesatuan Alquran itu merupakan kemukjizatan Alquran pula. Skripsi a.n. Asep Ali, Kesatuan tema Alquran sebagai Mukjizat;Telaah Muna>sabah antara surat al–Fa>tih}ah dan surat Sab‘ut} T{iwa>l dalam Tafsir al–Asa>s karya Sa’id H{awwa, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004 M/1425 H), 87–90.
42
Penelitian yang sangat deskriptif ini sengaja membatasi bahasan tentang hubungan delapan surat pertama dalam mus}h}af.
(43)
penafsiran aspek tasawuf akan dinamis tidak harus terkungkung oleh suatu zaman pandangan tertentu.
Sebagai kontribusi penulis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pengajaran dalam materi tafsir tasawuf dengan tinjauan kerangka ilmu Alquran.43 Selain itu penelitian ini turut mengembangkan wawasan tasawuf dari aspek penafsiran melalui ayat–ayat Alquran.
G. Sumber dan Metodologi Penelitian
a. Sumber Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian pemikiran tafsir maka sumber utamanya tentu saja pada kitabnya. Karena itu sebagai sumber primer yang dijadikan bahan penelitian ini adalah al–Asa>s fi at–Tafsi>r karya Sa‘id H{awwa. Tafsir yang ada ditangan peneliti terdiri dari 11 jilid besar yang diterbitkan oleh penerbit Darussalam, Kairo dengan tahun terbit yang tertera di kaver dalam yaitu 1424 H/2003 M merupakan cetakan ke 6.44
Sementara itu sebagai sumber rujukan kedua adalah karya–karya Sa‘id H{awwa pada berbagai bidang kajian. Beberapa karangan beliau tidak terlepas dari refleksi dari predikatnya sebagai mufasir maka memahami uraiannya dalam buku– buku tersebut menjadi hal yang penting dalam penelitian ini.
Sedangkan buku–buku lain yang membicarakan tentang Sa’id H{awwa atau pandangan ulama tentang tafsirnya dapat dijadikan sebagai sumber pendukung dalam penelitian ini.
b. Metodologi Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data
Menurut jenisnya penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Data–data yang diperoleh semuanya berdasarkan kepada bahan bacaan yaitu dengan
43
Seperti tafsir Tarbawi, tafsir Ahkam
44
Tafsir ini mudah diperoleh, di perpustakaan Pascasarjana sendiri ada koleksinya dan kebetulan Peneliti memiliki tafsir tersebut. Identitas lengkapnya tertulis; Sa‘id H{awwa, al–Asa>s fi at–Tafsi>r (Kairo:Darussalam, 1424 H/2003 M ), Jilid 1, Cet. Ke–6, 3
(44)
mengungkap penafsiran ayat–ayat tasawuf dalam kitab tafsir Sa‘id H{awwa. Bentuk penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, data-data dianalisis dan diinterpretasikan.
Penelitian ini, menggali pemikiran mufasir tentang aspek tasawuf yang tertuang dalam kitab tafsirnya sebagai data utama. Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi.45 Pertama akan dilakukan identifikasi ayat–ayat yang terkait dengan tasawuf yang mencerminkan ajaran pokok serta landasan tentang tasawuf. Dalam hal pengumpulan data ini peneliti menggunakan metode maud}u‘i (tematik). Kemudian diteruskan dengan melacak penafsiran Sa‘id H{awwa tentang ayat–ayat tersebut untuk dilakukan kategorisasi mengenai aspek tasawuf. Hasil penafsiran Sa‘id H{awwa akan dikemukakan seperti adanya sebagaimana tercantum dalam kitab tafsirnya.
Metode tafsir yang digunakan mengkaji ayat–ayat tersebut nantinya adalah metode tah}li>li (analisis ayat). Menganalisis setiap hasil penafsiran Sa‘id H{awwa secara rinci dan komprehensif terkait dengan ayat–ayat tasawuf yang ditafsirkan. 2. Metode Analisis data
Penelitian ini termasuk penelitian analisis tafsir. Penafsiran Sa‘id H{awwa terkait dengan ayat-ayat tasawuf, dianalisis setelah dideskripsikan secara mentah apa adanya. Metode analisis terhadap data–data tersebut merupakan kualitatif karena dalam penelitian ini lebih mengedepankan interpretasi peneliti tentang data–data yang diperoleh.46 Dalam melakukan analisis data, peneliti akan mengkaji data–data tersebut dengan serta merta mengolah data dengan karya–karya Sa‘id H{awwa yang lain.
45
Metode Dokumentasi bagian dari teknik pengumpulan data. Dan metode ini sangat cocok untuk penelitian kepustakaan yang diamati adalah benda permanen tidak bergerak seperti karya tulis, buku–buku, catatan–catatan dan sejenisnya. Lihat; Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Edisi Revisi V, Cet. Ke–12, 206
46
Dengan demikian penelitian ini dapat dikategorikan sebagai metode kualitatif. Kualitatif dimaksudkan mengkualifikasikan data–data dengan analisis dan penafsiran data tanpa hitungan atau angka. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, inilah yang dituntut maka metode analisisnya disebut dengan metode interpretatif untuk mendapatkan makna tersebut. Dipahami dari, Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung:Alfabeta, cv, 2006), Cet. Ke–1, 7-10
(1)
Al-Kalabazi, Abu Bakar Muhammad. At-Ta‘arruf li madh-hab Ahli at-Tas}awwuf. Kairo: Maktabah al-Kulliyyat al-Azhariyyah, 1388/1969, Cet.ke-1.
Khazam, Anwar Fuad Abi. Mu‘jam al–Mus}t}alah}a>t as}-S}u>fiyyah. Beirut: Maktabah Lubnan, 1993, Cet. Ke–1.
Knysh, Alexander D. Encyclopaedia of the Quran. Leiden: MNP, 2006.
Machasin. Al-Qa>d}i Abdul Jabba>r: Mutasha>bih al-Quran–Dalih Rasionalitas Alquran. Yogyakarta: LkiS, 2000, Cet. Ke–1.
Al–Mahdi, Sayid M. Aqil bin Ali. Madkhal ila> at-Tas}awwuf al–Isla>mi. Kairo: Darul Hadith, tth, Cet. Ke–2.
Mulyati, Sri (et.al), Oman Faturrahman. Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana PMG,2004, Cet. Ke-3.
Muslim. Sah}i>h} Muslim. Semarang: Toha Putera, t.th, Juz. 1.
An–Nasafi. Tafsi>r an-Nasafiy. Beirut: Darul Kutub al–Ilmiyah, 1421/2001
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam : Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1986, Cet. Ke–4.
_______. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. Ke–8.
_______. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu‘tazilah. Jakarta: UI-Press, 1987, Cet. Ke–1.
_______. Tasawuf, dalam Budhi Munawar-Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina, 1995, Cet. Ke-2
Noer, Kautsar Azhari. Ibnu Arabi: Wah}datul Wuju>d dalam Perdebatan. Jakarta: Paramadina, 1995, Cet.ke-1
Noer, Kautsar Azhari. Memahami Sufisme: Suatu Tanggapan terhadap Beberapa Tuduhan, dalam Amsal Bakhtiar (Ed). Tasawuf dan Gerakan Tarekat. Bandung: Penerbit Angkasa–UIN Jakarta, 2003, Cet. Ke–1.
Al-Qa>sha>ni, Abdurrazaq. Syarh}: Fus}u>s al-H{ikam. Mesir: Must}afa al-Ba>biy al-H{alabiy, 1966/1386, Cet.ke-2.
(2)
264
Al-Qat}t}a>n, Manna‘. Maba>h}ith fi> Ulu>m al-Qura>n. tt:tth, Cet. Ke-3.
Rakhmat, Jalaluddin. Tafsir Sufi al–Fa>tih}ah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999, Cet. Ke-1.
As}–S}a>bu>ni, M. Ali. Tafsi>r A<ya>t al–Ahka>m. Tt: t.th.
Sharqawi, Hasan. Mu‘jam Alfaz} as}-S}ufiyyah. Kairo: Muassasah Muhktar, 1987, Cet.ke-1.
S}ih}ab, Alwi. Islam Inklusif. Bandung: Mizan, 1998, Cet.Ke–4.
S{ih}ab, M. Quraish. Membumikan Alquran. Bandung: Mizan, 1993, Cet. Ke-5.
_______. (Et.all). Sejarah dan Ulumul Qura>n. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, Cet. Ke-3.
Steenbrink, Karel. Pengantar dalam: Afif Anshori. Tasawuf Falsafi Hamzah Fansuri. Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2004.
Sudjarwo. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Mandar Maju, 2001, Cet. ke-1.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, CV, 2006, Cet. Ke–1.
Sulaiman, Mustafa. (Syarah) Fusus al-Hikam. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 1428/2007, Cet.ke-1.
Suma, Muhammad Amin. Karakteristik Ayat–ayat Hukum dalam Alquran: Pidato Pengukuhan Guru Besar. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1418/1997.
Sunanto, Musyrifah. Asal Usul Tasawuf serta Perkembangannya di Indonesia. Dalam Amsal Bakhtiar (Ed). Tasawuf dan Gerakan Tarekat. Bandung: Angkasa–UIN Jakarta, 2003, Cet. Ke–1.
Suprayogo, Imam dan Tobroni, M.Si. Metodologi Penelitian Sosial–Agama. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001, Cet. Ke–1.
T{aba>t}aba>-i, M. Husein. Al–Mi>za>n fi> Tafsi>r al–Quran. Beirut: Muassasah al–A‘lami, 2006 M/1428 H, Juz 3-4, Cet. Ke-1.
(3)
At–Tustari. Tafsi>r at–Tustari. Beirut: Darul Kutub al–Ilmiyah, 2002/1423, Cet.Ke– I.
Ubaidu, Hasan Yunus. Dira>sa>t wa Maba>h}i>ts fi> Ta>rikh Tafsi>r wa Mana>hij al–Mufassiri>n. Kairo: tp, 1991 / 1411
Umarie, Barmawie. Systematik Tasawwuf. Sala: Penerbit AB. Sitti Sjamsijah, 1966, Cet. Ke–2.
Wehr, Hans. A Dictionary of Modern Written Arabic. London: George Allen and Unwin Ltd, 1971, Cet. Ke–3.
Yunus, Mahmud. Kamus Arab–Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Alquran, 1973 M/1393 H.
al-Hasani, Ahmad bin Muhammad I<qa>z} al-Himam fi Sharh} al-H{ikam li Ibni ‘At}a’ as-Sakandari. Tt: Darul Kutub al-Islamiyah,t.th.
Adh-Dhahabi, Muhammad Husein. At–Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. Kairo: tp, 1396 H/1976 M, Cet. Ke–2.
_______, al–Ittija>ha>t al–Munh}arifah fi Tafsi>r al–Qura>n al–Kari>m. Tt:Darul I’tisham, 1978/1398, Cet. Ke–2
Zaeni, Hasan. Tafsir tematik ayat–ayat kalam–tafsir al-Maraghi. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997.
Zaglul, Muhammad Hamdi. At–Tafsi>r bi ar–Ra’`yi. Dimaskus: Maktabah al–Farabi, 1420 /1999, Cet. Ke–1.
Zamakhshari. Al–Kashsha>f ‘an H{aqa>iq at–Tanzi>l wa ‘Uyu>n al–Aqa>wi>l fi> Wuju>h at–Ta’wi>l. Mesir: Maktabah Mesir, t.th.
Az–Zarkashi, Badruddin. Al–Burha>n fi> Ulu>m al–Qura>n. tahqi>q: Muhammad Abu al–Fad}l Ibrahim. Kairo: Dar at–Turats, t.th.
Az–Zarqani, Muhammad Abdul ‘Az}i>m. Mana>hil al–‘Irfa>n. Beirut: Darul Fikri, t.th.
(4)
266
Abdul Qadir Mahmud. Al-Falsafah as-S{ufiyyah fi Islam. T.t: Darul Fikri al-Arabi,t.th.
Valiudin, Mir. Tasawuf dalam Alquran. (Terj). Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, Cet.ke-3
Abdurrahman Ibnu Khaldun. Mukaddimah Ibnu Khaldun. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1427/2006, Cet.ke-9, h.348.381
(5)
1. Nama Lengkap : Septiawadi 2. Gelar Adat : Kari
3. Tempat / Tgl Lahir : Bukittinggi / 3 – 9 – 1974 4. Jenis Kelamin : Laki – laki
5. Agama : Islam
6. Kewarganegaraan : WNI
7. Pekerjaan : Dosen Fak. Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung 8. Pangkat : Penata III d / Lektor
9. Alamat a. Lampung : Jalan Karimun Jawa No 16 Rt. 04 LK.01 Kel. Sukarame Bandarlampung
b. Jakarta : Jalan Kerta Mukti (Samping Lentera Hati PSQ) Komplek Perumahan Dosen UIN Ciputat
B. Keluarga
Orang Tua;1. Ayah : Karlis Sutan Saidi (Alm) 2. Ibu : Janimar Guci
Istri; 1. : Novlia Sufrita, S.Pd Anak; 1. : Dhiyaulhaq Kari
2. : Arkazulhaq Kari
C. Pengalaman Pendidikan
1. Sekolah Dasar Negeri Tanjung Alam Bukittinggi tamat (1987)
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Tsanawiyah–Aliyah Sumatera Thawalib Parabek Bukittinggi tamat (1993)
3. Sarjana Pendidikan Bahasa Arab pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tamat (12 Januari 1998)
4. Magister Agama (MA) bidang Tafsir Hadis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tamat (25 Juni 2000)
D. Pengalaman Pelatihan
1. Pelatihan Peneliti Tenaga Edukatif di Pusat Penelitian IAIN Raden Intan Bandarlampung ( 2003 )
2. Work Shop Kurikulum Bahasa Asing (B.Arab) di Unit Pembinaan Bahasa IAIN Raden Intan (2004)
3. Work Shop Pembelajaran Pendidikan Tinggi oleh Centre of Education Development ( CED ) IAIN Raden Intan Lampung (2005)
4. Pelatihan Bahasa Inggris bagi Dosen di Pusat Pembinaan Bahasa IAIN Raden Intan Bandarlampung ( 2008 )
5. Pelatihan Peneliti Tingkat Lanjut di Lembaga Penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung ( 2008 )
6. Work Shop Penyusunan SOP Standar Mutu IAIN Lampung pada PPMP IAIN Lampung (2010)
(6)
1. Latihan Kader (LK) HMI Cabang Ciputat (1993)
2. Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Bahasa Arab Fak.Tarb. IAIN Jakarta (1995/1996)
3. Kepala Biro Pers MENWA IAIN Jakarta (1996/1997) 4. Ketua mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) (1997) 5. Anggota Majlis Tarjih PWM Lampung (2005-2008)
F. Pengalaman Pekerjaan
1. Dosen Filsafat Pendidikan Fak. Tarbiyah Institut Agama Islam al-Aqidah Jakarta (1999)
2. Dosen Tafsir Tarbawi (Pendidikan) Fak. Agama Islam Universitas Islam Djakarta (2000–2001)
3. Dosen Tafsir (DLB) Fak. Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta (2000–2002)
4. Dosen Tafsir di Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung (2002–sekarang) G. Karya Tulis Akhir Studi
1. Dira>sah Tah}li>li>yyah ‘an Ma‘anil Amri fi> Su>ratil Kahfi wa Fikrah fi> Tadri>sihi (Skripsi S1 / 1998)
2. Riwayat Isra>iliyya>t dalam Tafsir bi al–Ma’thu>r (Thesis S2 / 2000) 3. Karya Tulis Terkait
a. Studi Kritis Tafsir an–Nasafi ( Jurnal Analisis, Pusat Penelitian IAIN Raden Intan, Juli 2006 )
b. Menyelami Makna Dunia bagi Kehidupan Manusia; Kajian Tafsir Maudhu’i (Jurnal ad –Dzikra, Januari 2007)
c. Buku; Studi Ilmu Hadis ; Kajian Takhrij, Tokoh Hadis dan Kitab Hadis Kontemporer, Penerbit Yameka, Jakarta : 2006.
d. Pembaruan Tasawuf di Indonesia (studi tentang ar-Raniri dan as-Sinkili) makalah tidak diterbitkan. (2006)
e. Pergolakan Pemikiran Tasawuf di Indonesia ( Jurnal Kalam, Desember 2008 ) f. Arah Baru Studi Tafsir di IAIN ( Jurnal Analisis, Lembaga Penelitian IAIN
Lampung, Desember 2009)
g. Kaedah Tafsir (kajian aspek dirayah) (Jurnal Kalam, Juni 2009 )
h. Analisis Orientasi Penafsiran Sa‘id H{awwa (Jurnal Tarbawi, Universitas Muhammadiyah Lampung, April 2010)