Aspek Kajian Tasawuf dalam Penafsiran Sufistik

makna batin tersebut tidak berlawanan dengan aturan shara ‘. Ketiga, makna batin tidak memberikan takwil menyimpang jauh. 90 Berkenaan dengan makna zahir dan makna batin dalam tafsir sufi melahirkan tafsir sufi naz}ari dan ishari. Secara umum tafsir sufi memahami ayat tidak saja berdasarkan pengertian lahir tapi juga menakwilkan ayat diluar makna zahir. Dalam mneggunakan takwil muncul dua jenis penerapan, pertama terkait dengan teori filsafat, kedua berangkat dari latihan rohani. Kalau dianalisis perkembangan tafsir sufi maka yang pertama melahirkan tafsir sufi naz}ari yang menafsirkan ayat berdasar teori filsafat dan pembahasan tasawuf bisa dikatakan ia kelompok sufi falsafi. Kedua, kelompok yang menafsirkan ayat berdasar riyad}ah ruh}ani atau menjalankan tarekat berarti ia dikatakan sufi ishari. Identifikasi ini dapat saja dilakukan simultan dialami oleh para sufi artinya disamping mereka membahas konsep tasawuf sekaligus juga sebagai pelaku tasawuf pengamal tarekat.

D. Aspek Kajian Tasawuf dalam Penafsiran Sufistik

Memahami ayat tasawuf bukanlah hal yang mudah apalagi membuat klasifikasi ayat –ayat dari aspek demikian. Samahalnya ketika memahami tentang ayat mutashabihat yang sering memunculkan perdebatan. 91 Ayat yang terkait dengan kajian aspek tasawuf adalah ayat –ayat Alquran yang dijadikan landasan ajaran tasawuf. Secara umum, ayat –ayat Alquran dapat dikategorikan berdasarkan aspek ajaran agama seperti aspek kalam-aqidah, fiqh, tasawuf, ibadah, muamalah dan seterusnya. Kitab –kitab tafsir yang ditulis para ulama sudah barang tentu mengandung kesemua unsur aspek tersebut hanya dengan fokus penafsiran yang 90 Abdul Warith M.Ali, Pengantar Tafsir Ibnu Arabi Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 14272006, Cet.ke-2,19. Lihat juga; Muhammad Hamdi Zaglul, at –Tafsir bi ar–Ra’ yi Dimaskus:Maktabah al –Farabi, 14201999, Cet. Ke–1,442-3 91 Paling tidak ada tiga hal yang terkait dengan persoalan mutasyâbihat yaitu; pengertian mengenai apa itu ayat mutashabihat, menentukan mana saja ayat yang tergolong mutashabihat kemudian mengenai pemahaman yang dikandung oleh ayat mutashabihat itu. Lihat juga;Quraish Shihab, Et.all, Sejarah dan Ulumul Quran Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001, Cet. Ke-3, 64. berbeda –beda. 92 Ada juga ulama tafsir yang menafsirkan terbatas satu aspek saja diantaranya tafsir ayat ah}kam karya ash –Shabuni bidang fiqh dan tafsir at– Tustari karya Sahl at-Tustari bidang tasawuf. 93 Untuk menentukan klasifikasi ayat – ayat yang berhubungan dengan aspek ajaran agama tadi ada yang mudah dipahami secara eksplisit dan ada yang samar. Untuk mengidentifikasi jenis terakhir akan membawa banyak perbedaan dikalangan ulama. Menyangkut penafsiran sufistik, para sufi sulit untuk seragam dalam mengidentifikasikan ayat –ayat yang becorak tasawuf karena mereka memahami ayat Alquran berdasarkan pengalaman ruhani dan berdasarkan praktek amalan ibadah. Menyangkut pengalaman rohani itu sangat subjektif, begitu juga sufi naz}ari memandang ayat sesuai pula dengan teorinya misalnya bidang filsafat. Jika didasarkan kepada aspek pokok yang terkandung dalam menjalankan tasawuf yaitu terkait dengan penyucian jiwa dan mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga akhirnya hati merasakan kehadiran Tuhan, 94 maka dua hal tersebut menjadi unsur dalam penafsiran sufistik . Paling tidak berdasarkan aspek pokok inti tasawuf ini dapat digunakan dalam mengidentifikasi ayat-ayat yang bercorak tasawuf. Selain itu, penelusuran ayat-ayat tasawuf dapat pula dilakukan dengan merujuk pada ajaran- ajaran atau kajian tasawuf seperti menyangkut maqam atau h}al dan sebagainya. Dengan demikian, untuk mengidentifikasi penafsiran sufistik juga dapat dilihat dari uraian penafsirannya yang membahas tentang upaya mendekatkan diri kepada Tuhan atau penyucian jiwa. Mengenai tafsir Sa ‘id H{awwa yang dipandang memiliki kecenderungan tasawuf disajikan lengkap seperti kitab tafsir lainnya, susunannya mencakup semua 92 Para sarjana telah melakukan kajian tentang aspek ini seperti meneliti Corak Kalam dalam Tafsir al –Azhar, Corak Kalam Tafsir al–Maraghi, Penafsiran Ishari Tafsir Ruh} al-Ma’ani dan sebagainya. Penelitian ini mengkaji pemikiran mufasir terkait dengan aspek yang dimaksud. 93 Untuk tafsir dengan kecenderungan bidang fiqh yang disusun utuh meliputi semua ayat dengan metode tahlili seperti tafsir Munir karya Wah}bah Zuhaili. Penelitian mengenai kitab ini berarti mengkaji tentang pemikiran fiqh Wahbah Zuh}aili. 94 Harun Nasution, Tasawuf, dalam Budhi Munawar-Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah Jakarta: Paramadina, 1995, Cet. Ke-2, 161 ayat yang ditafsirkan. 95 Dalam hal ini penulis melakukan penelitian terbatas pada ayat –ayat tasawuf dalam tafsir Sa‘id H{awwa yang didasarkan kepada tema–tema kajian tasawuf serta ajaran tasawuf seperti yang tercermin dalam maqam dalam tasawuf. Mengenai maqam, penulis akan mengkaji beberapa ajaran tasawuf tersebut yang populer dan disepakati para sufi. Menyangkut konsep mengenai tema kajian dimensi ajaran tasawuf adalah seperti konsep kashaf, ittih}ad, mujahadah dan karamah. Selanjutnya dua pokok bahasan tersebut akan dibahas dalam penelitian ini, pada bab IV dan V. __________ 95 Cara menyajikan penafsiran Alquran secara utuh dari berbagai aspeknya sesuai urutan mushaf disebut dengan metode tahlîli. Lihat; Abdul H{ayy al –Farmawi, al-Bidayah fi at–Tafsir al –Maud}u‘i tt:tp, 13971977, Cet. Ke–2, 24. Termasuk padanya tafsir Sa‘id H{awwa, tafsir Munirnya Wah}bah Zuh}aili dan lainnya. 96

BAB IV METODOLOGI PENAFSIRAN AYAT DAN PEMIKIRAN SUFISTIK

SA ‘ID H{AWWA TENTANG MAQAM TASAWUF Pembahasan dalam bab ini mengkaji tentang penafsiran Sa ‘id H{awwa terkait dengan konsep maqam yang dijalani oleh para pengamalpelaku tasawuf. Maqam atau station merupakan tahapan –tahapan yang harus ditempuh oleh para sufi untuk dapat meningkat terus mencapai hubungan yang dekat dengan Allah. Maqam – maqam yang dikemukakan disini adalah yang secara tidak langsung disepakati para ahli tasawuf, yang dikutip dari berbagai pendapat yang dinyatakan dalam buku tasawuf. 1 Maqam –maqam dimaksud mempunyai dasar pengambilan dalam Alquran. Ini menunjukkan bahwa prinsip ajaran tasawuf muncul dalam Islam sesuai dengan petunjuk ayat Alquran. Sebagai keperluan penelitian disertasi ini penulis kemukakan maqam –maqam yang populer muncul dikalangan ahli tasawuf 2 yaitu tobat, zuhud, sabar, tawakal dan rid}a serta mah}abbah. 3 Pembatasan kajian dengan 1 Dikalangan ahli tasawuf sebagaimana tercermin dalam buku –bukunya ada sedikit perbedaan dalam menyatakan maqam-maqam yang harus dilalui oleh para suluk. Perbedaannya bisa dalam urutan ataupun jumlah maqam yang ditempuh, seperti Abu Bakar al –Kalabazi dalam buku at- Ta‘arruf li Mazhab Ahli Tasawuf menyebutkan maqam adalah; tobat, zuhud, sabar, faqir, tawad}u‘, taqwa, tawakal, rid}a, mah}abbah. Lihat; Abu Bakar Muhammad Al-Kalabazi, At- Ta‘arruf li madh- hab Ahli at-Tas}awwuf Kairo: Maktabah al-Kulliyyat al-Azhariyyah, 13881969, Cet.ke-1,194 Abu Nas}r at} –T{usi menyebutkan dalam al–Luma’; tobat, wara‘, zuhud, faqir, sabar, tawakal dan rid}a. Al –Ghazali dalam Ih}ya’ ‘Ulumuddin menyebutkan; tobat, sabar, faqir, zuhud, tawakal, mah}abbah dan ma’rifah. Selain itu, Abu al–Qasim Abdul Karim al–Qushairi menyebut maqamat itu ialah : to bat, wara’, zuhud, tawakal, sabar dan rid}a. Ada banyak lagi pendapat tentang maqam dikemukakan yang hampir senada dengan demikian. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. Ke –8, 62. Al-Ghazali, Ih}ya’ Ulum ad- Din Mesir: Maktabah Must}afa al-Babi al-H{alabi wa Auladihi, 19391358 Jilid 4 2 Maqam –maqam ini yang sering dikemukakan ahli tasawuf sebagaimana dinyatakan juga oleh Harun Nasution. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. Ke –8, 63 3 Setentangan dengan mah}abbah dikelompokkan sebagai maqam untuk dikaji penafsirannya karena banyak ayat –ayat secara eksplisit mengungkap masalah tersebut. Sekalipun mah}abbah ini sebagaimana ma’rifah ada juga disebut sebagai h}al dalam ilmu tasawuf seperti pendapat al –Junaid w.381H. Bahkan diatas mah}abbah dan ma’rifah ada lagi keadaan jiwa dalam bertasawuf yang masih kontroversial seperti keadaan ittih}ad, h}ulul serta wahdatul wujud. Lihat; Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. Ke – 8, 75. Lihat juga; Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994, Cet. Ke –19, 90-98