hidayah berupa jalan sampai kepada Allah. Sa ‘id H{awwa tidak menjelaskan tentang
bentuk sampai kepada Allah, tapi secara implisit dipahami bahwa Sa ‘id H{awwa
mengakui bahwa Allah akan membuka jalan bagi hamba yang sungguh –sungguh
bermujahadah pada zatNya untuk sampai kepadaNya. Namun sekali lagi hubungan antara hamba dan Tuhan tidak seperti yang digambarkan Ibnu Arabi. Berbeda dengan
Ibnu Arabi yang secara terang menyebutkan dengan istilah –istilah seperti tajalli pada
zat Tuhan setelah melalui fana ’ pada sifat–sifat Tuhan.
Memperhatikan penafsiran Sa ‘id H{awwa terkait hasil mujahadah yang
dilakukan hamba bisa disebut berada pada tingkat kashf dan ia tidak menyatakan hubungan hamba membentuk kesatuan dengan Tuhan seperti pendapat para sufi
falsafi. Dengan demikian pandangan tasawuf Sa ‘id H{awwa dalam hal ini merupakan
cerminan aliran tasawuf amali.
B. Tafsir Ayat tentang Kashf
Pengertian kashf sebagaimana terungkap dalam mu ‘jam istilah sufi adalah
suatu hal gaib yang tersembunyi dari pemahaman, menjadi terbuka bagi seorang hamba seakan ia melihat dengan nyata. Dikatakan oleh Abu Muhammad al
–Jurairi “ siapa yang tidak menjadikan amalan antara ia dan Allah membawanya pada taqwa
dan muraqabah berarti ia tidak sampai pada kashf dan mushahadah. Padahal dengan kashaf terbuka makna gaib baginya yang selama ini terh}ijab.
35
Ditambahkan oleh an-Nuri bahwa mukashafah
‘uyun mata diwujudkan dengan penglihatan, mukashafah qulub hati diwujudkan dengan ittis}al.
36
Kashf atau mukashafah dapat dialami melalui penglihatan mata kesadaran tentang hal gaib yang terh}ijab
dan dapat terjadi bagi orang yang bertaqwa dan merasakan kedekatan dengan Allah.
35
Anwar Fuad Abi Khazam, Mu’jam al–Mus}t}alahat as}-S{ufiyyah Beirut: Maktabah
Lubnan, 1993, Cet. Ke –1,147. Lihat juga; Syarif Ali bin Muhammad al–Jarjani, Kitab Ta’rifat
Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 19881408 H, Cet. Ke –3,184
36
Anwar Fuad Abi Khazam, Mu’jam al–Mus}t}alahat as}-S{ufiyyah Beirut: Maktabah
Lubnan, 1993, Cet. Ke –1,147. Diantara pengertian ittis}al yaitu seorang hamba tidak menyaksikan
selain Allah. Abi Khazam, Mu ‘jam …, 38
Hal itu bisa tumbuh dengan latihan amalan –amalan dan ibadah seperti puasa yang
pada prinsipnya bertujuan membentuk insan bertaqwa.
1. Ayat 42 surat Ali Imran 3 Peristiwa yang dialami Maryam mengenai komunikasinya dengan malaikat,
menggambarkan bahwa manusia dapat berhubungan nyata dengan malaikat. Hal tersebut terungkap dalam Alquran surat Ali Imran 3 : 42.
Sa ‘id H{awwa menyatakan dalam tafsirnya bahwa ayat diatas merupakan
komunikasi nyata antara malaikat dan Maryam. Bentuk kesucian Maryam disebutkannya;
ف ش تد ه تد ع ه تخا ق ها أ
, ا حأا عفأا م قتسي م
ط سا س ا سجا ا ا كأا ا قأا
.
38
Sesungguhnya Allah telah memilihnya karena ia banyak melakukan ibadah, memiliki sikap zuhud dan kemuliaan akhlaknya. Allah telah menyucikannya
dari berbagai kekotoran seperti perkataan, keadaan, perbuatan, hal yang tidak suci, bisikan jahat ataupun khayalan.
Pada diri Maryam tercermin bermacam sifat mulia dan ia terpelihara dari hal- hal salah yang sering dilakukan oleh kebanyakan manusia. Sebut misalnya dari segi
pembicaraan, perbuatan yang rawan menimbulkan dosa, sedangkan Maryam terhindar dari itu semua. Faktor lain yang meninggikan derjat Maryam adalah sikap
zuhud pada dunia. Seperti dikatakan Abdul Qadir al-Jailani, bila cenderung pada dunia maka mendapat dua kerugian dunia-akhirat dan siksaan. Al-Jahil bodoh
adalah orang yang semua harapannya untuk dunia, sedangkan al- ‘Arif sufi semua
37
Artinya; Dan ingatlah ketika malaikat berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita didunia.” Alquran dan
Terjemahnya, Depag- Mujamma’ al-Malik al-Fahd al-Madinah al-Munawwarah, 1415 H
38
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 2, Cet. Ke
–6, 765
harapannya untuk akhirat.
39
Sikap zuhud yang dimiliki maryam berdasarkan penjelasan al-Jailani, sudah sampai pada tingkat
ma‘rifah. Orang yang sampai pada ma‘rifah akan terbuka baginya kashf seperti yang dialami Maryam yang
berkomunikasi dengan malaikat. Menurut
Sa‘id Hawwa, dialog antara Maryam dan malaikat bukan hanya terjadi saat bertemu Jibril saja, tapi sudah pernah sebelumnya;
ع ا ىف أ ا د جس ا ك ا ا د ع ا
ب ه مأ ئا ا ,
ب ها ي ي حم هيف م ضق ق ا مأا م
, هت ق م يف ها ظأ ب ي ا ا ىف عف
أ يغ م ا م ق خ ثيح يظع ا .
40
Sesungguhnya malaikat telah memerintahkan Maryam agar memperbanyak ibadah, khusyu‘,ruku‘, sujud dan sungguh-sungguh dalam beramal. Ketika
Allah menginginkan suatu perkara yang telah ditetapkanNya dalam rangka menguji dan meninggikan derjatnya di dunia dan akhirat. Allah telah
menampakkan kekuasaanNya pada Maryam untuk menciptakan seorang anak laki-laki tanpa bapak.
Penafsiran sufistik diatas menjelaskan bahwa sebelum Maryam mengalami kejadian tersebut, ia telah rajin beribadah dan telah mendapat berbagai perintah dari
para malaikat. Ibadah yang dilakukan selama ini menjadikan ia seorang yang sangat dekat dengan Allah bahkan istilah para sufi ia disebut dengan
‘arif. Predikat kesalehannya diuji oleh Allah dengan menjadikan Maryam layaknya wanita hamil
tapi tidak memiliki suami. Akhirnya Maryam menanggung kehamilan sampai melahirkan seorang rasul Isa. as. Artinya Maryam berhasil menghadapi ujian berat
tersebut. Peristiwa Maryam ini menggambarkan bahwa semakin tinggi ketaqwaan seseorang maka ia akan diberikan Allah ujian yang lebih berat pula.
Pengertian mendalam dari penafsiran Sa‘id Hawwa diatas terkait dengan kedudukannya sebagai orang yang dipilih dan disucikan. Allah telah memilih
Maryam , sebagaimana disampaikan malaikat kepada
39
Abdul Qadir Al-Jailani, al-Fath}u ar-Rabbaniy wa al-Fayd}u ar-Rahmaniy Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 14242003, Tahqiq: Shaikh Anas Mihrah, Cet.ke-2, 63
40
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 2, Cet. Ke
–6,765
Maryam dimaksudkan bahwa Allah akan mengujinya حم . Adapun berkaitan
dengan makna kesucian yang disampaikan malaikat menunjukkan bahwa
Allah akan memberikan seorang anak laki-laki yang suci untuk Maryam يك ماغ.
Kesucian anak yang dimaksudkan kepada Maryam adalah kehamilannya tidak didahului oleh pencampuran biologis antara Maryam dengan seorang pria.
Ketaatan dan sifat kesalehan yang dimiliki oleh Maryam yang bukan sebagai seorang nabirasul sehingga mampu berkomunikasi dengan malaikat merupakan
pengalaman manusia biasa. Namun demikian, kualifikasi kesalehan Maryam diatas kesalehan rata-rata manusia biasa. Keadaan Maryam yang diceritakan Alquran,
menggambarkan bahwa ketaatan serta ketekunan ibadah para nabirasul agar jangan dilihat statusnya sebagai nabi tapi harus dilihat sebagai manusia biasa basyar
ب.
41
Sebab, manusia biasa bukan nabi seperti Maryam bisa juga mempunyai akhlak mendekati akhlak para nabi. Oleh karena itu, dengan melihat kisah Maryam ini dapat
mendorong para mukmin lainnya meniru ketaatan dan akhlak Maryam tersebut. Maryam sendiri sudah membuktikan bahwa setiap mukmin berpotensi mencapai
ketinggian akhlak dengan meneladani para nabi. Kondisi maryam yang berkomunikasi dengan malaikat menjadi dasar bahwa
bagi orang biasa yang bukan seorang Nabi, mungkin saja melakukan dialog mukhat}abah berhadapan dengan malaikat atau terbuka kepadanya pintu
karamah dari alam gaib. Ayat ini salah satu dalil yang membuktikan akan hal itu dimana Maryam hanyalah seorang s}iddiqah
42
teguh imannya atau salehah dan bukan tergolong Nabi. Siapa yang mendatangi Allah dengan ibadah sunat maka Allah
41
QS. Fus}s}ilat 41: 6, Katakanlah, sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa yang diberikan wahyu untuk mengatakan bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa,
م م ب أ ق حا ه م أ ىح ي
...
Lihat juga,QS. al-Kahfi 18: 110, al-Furqan 25: 20.
42
Pengertian sufistiknya adalah sangat benar keyakinannya mengikuti ajaran nabi Muhammad;
ى ا ط هب ق ه ط ب ء فصب اعف ا ق ع ها س هب ء ج م ك قي صت ىف ك ا ه .
Orang yang sempurna dalam membenarkan semua yang berasal dari Nabi saw menyangkut pengetahuan,
perkataan dan perbuatan karena bersih dan merasa dekat batinnya dengan batin Nabi saw. Anwar Fuad Abi Khazam,
Mu’jam al–Mus}t}alah}at as}-S{ufiyyah Beirut: Maktabah Lubnan, 1993, Cet. Ke– 1,109
akan membukakan h}ijab baginya, jika dikehendaki.
43
Allah memberikan kemuliaan pada Maryam seperti demikian dikarenakan frekuensi ibadah yang selalu dilakukan
kepada Allah dan sikap zuhudnya. Kemudian Allah melebihkan Maryam dari wanita di dunia dan sebagai kemuliaan baginya yaitu ia melahirkan seorang putera Isa AS
tanpa ayah.
44
Tidak ada wanita lain yang melahirkan bayi menyerupai dengan proses yang terjadi pada Maryam.
Melihat penafsiran Sa‘id H{awwa terkait peristiwa Maryam diatas, secara metodologis makna sufistik yang dikemukakannya mengikuti pengertian zahir ayat
sehingga penjelasannya tampak berpijak pada makna zahir. Makna yang dijelaskannya didukung oleh ayat atau keterangan lain. Sa
‘id H{awwa memahami bahwa kashaf yang terjadi pada orang mukmin biasa adalah sebagai anugerah Allah
dari kemurnian ibadah yang dilakukan. Sa ‘id H{awwa menafsirkan percakapan
Maryam dengan malaikat sebagai bentuk kashf. Penafsirannya ini sejalan dengan makna zahir ayat, artinya Sa
‘id H{awwa memahami kashf berpegang pada konteks ayatnya. Dengan demikian, penafsiran sufistik Sa
‘id H{awwa mencerminkan tafsir sufi ishari.
Sementara itu Ibnu Arabi dalam tafsirnya menyebutkan Maryam yang ditemui malaikat sebagai jiwa yang bersih, suci dimana Allah telah membersihkannya
فطصا dari nafsu syahwat dan menyucikannya ط dari akhlak buruk serta
sifat tercela. Lanjutan ayat maksudnya, membersihkan engkau dari nafsu –nafsu
43
Sebagaimana dipahami dalam ajaran Islam bahwa Allah tidak mengutus seorang Rasul melainkan seorang laki
–laki. Disebutkan dalam ayat 109 surat Yusuf;
ح ا ج ا ك ق م س أ م م ي
artinya, Kami tidak pernah mengutus Rasul sebelummu kecuali dari golongan laki –laki yang
kami berikan wahyu kepadanya. Adapun Maryam bukanlah seorang Nabi ataupun seorang Rasul. Lihat;
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 2, Cet. Ke– 6,
766. Lihat juga; Sa’id H{awwa, Tarbiyatuna ar–Ruh}iyyah Kairo: Darussalam, 1428 H2007 M, Cet. Ke
–9,163.
44
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 2, Cet. Ke
–6, 765
shahwaniyyah diantara wanita lainnya demikian Ibnu Arabi.
45
Dijelaskannya bahwa nafsu shahwaniyyah yaitu perbuatan keji, sifat
–sifat buruk dan hina.
46
Penafsiran Ibnu Arabi diatas terkait ayat 42 surat Ali Imran 3 terlihat masih menggunakan pendekatan makna zahir ayat. Namun kemudian muncul perbedaan
dengan penafsiran Sa ‘id H{awwa terkait dengan istilah kashf. Dalam ayat tersebut,
Ibnu Arabi tidak menyebut hal itu sebagai bentuk kashf tentang peristiwa yang dialami Maryam sebagai manusia biasa yang berjumpa dengan malaikat Jibril.
Tampaknya Ibnu Arabi tidak menyorot wujud komunikasi antara malaikat dengan Maryam sebagai bentuk komunikasi verbal hakiki. Berdasarkan pandangan Ibnu
Arabi, Ia memahami bahwa peristiwa luar biasa seperti kashf bukan dalam bentuk wujud nyata atau fisik tapi bersifat ruh}ani. Karena itu menurut Ibnu Arabi
pengalaman sufistik tidak dapat dilukiskan visualisasi tapi hanya dirasakan. Kenyataan ini terlihat ketika Ibnu Arabi menafsirkan rezki yang dihadapi
Maryam diruangannya yang diketahui oleh nabi Zakariya setiap masuk ke tempat Maryam. Menurut Ibnu Arabi rezki itu adalah berbentuk rezki ruh}ani yang
meliputi pengetahuan, ilmu hakekat –hakekat dan atau hikmah sufistik.
47
Sekalipun Ibnu Arabi seorang sufi tapi pemikiran sufistiknya banyak dipengaruhi oleh teori
filsafat. Sesuai dengan teori pemikiran filsafat yang berpikir secara logis, rasional tidak khayalan. Ini akan berseberangan dengan keberadaan karamah atau hal yang
dianggap bersifat magic yang sepintas terkesan tidak rasional.
2. Ayat 19 surat Maryam 19 Sekalipun Maryam bukan Nabi, menurut Sa
‘id H{awwa dengan berlandaskan pada nas} Alquran, dapat saja Allah membukakan h}ijab sehingga ia bisa bertemu
45
Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi Beirut:Dar al –Kutub al–Ilmiyah, 1427 H2006 M, Jilid 1,
Cet. Ke –2, 127
46
Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi Beirut:Dar al –Kutub al–Ilmiyah, 1427 H2006 M, Jilid 1,
Cet. Ke –2, 127
47
Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi Beirut:Dar al –Kutub al–Ilmiyah, 1427 H2006 M, Jilid 1,
Cet. Ke –2, 126
dengan malaikat. Berkaitan dengan ini, Sa ‘id H{awwa mengemukakan ayat 19 surat
Maryam 19;
Makna ayat diatas dijelaskan Sa‘id Hawwa bahwa Maryam tinggal sendirian
pada tempat yang sangat tertutup. Tiba-tiba ia didatangi malaikat dan terjadi dialog sebagaimana layaknya manusia.
أ ح ي :
في ت ها ى ا ف ض اس ا هي ع ي ج
. ى ع ي ج تف
ق ا تسم م ك ت س ص .
49
Istilah “ roh kami “ yang dimaksud adalah malaikat Jibril, penyandaran
penisbahan roh
kepada Allah
dimaksudkan untuk
memuliakan keberadaannya. Maka Jibril menyerupai manusia sempurna seperti manusia
biasa. Dinamakan ruh} karena agama hidup melalui perantaraan Jibril sebagai
pembawa wahyu.
50
Perupaan malaikat saat itu seperti manusia sempurna agar memudahkan
dalam berkomunikasi
dan Maryam
tidak merasa
takut menghadapinya.
51
Tidak takut dalam artian terkait dengan informasi yang akan disampaikan misi yang dibawa malaikat yaitu tentang berita Maryam akan memiliki
anak. Kalau dalam hal berhadapan dengan malaikat, Maryam tidak gentar atau cemas
48
Artinya; Lalu kami mengutus roh kami kepadanya maka ia menjelma dihadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna. Maryam berkata, “ Sesungguhnya aku berlindung dari padamu
kepada Tuhan yang pemurah, jika kamu seorang yang bertaqwa. Ia berkata, “ Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki
–laki yang suci. Alquran dan Terjemahnya, Depag-
Mujamma’ al-Malik al-Fahd al-Madinah al-Munawwarah, 1415 H
49
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 6, Cet. Ke
–6, 3262
50
Untuk menyebutkan nama lain dari malaikat Jibril adalah Ruh}. Penggunaan istilah ini terdapat juga dalam Alquran surat al
–Qadr 97: 4;
مأ ك م م ب ب يف ا ئا ا ت
artinya, pada malam itu turun malaikat –malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan. Istilah ruh ini mengandung kehidupan, manusia hidup karena ditiupkan ruh.
51
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 6, Cet. Ke
–6, 3262
karena dia sudah pernah menghadapinya.
52
Sikap biasa yang ditunjukkan Maryam tercermin dalam dialognya.
53
Penyerupaan malaikat yang dihadapi Maryam termasuk peristiwa luar biasa istimewa yang dialami oleh jiwa yang suci. Ditegaskan oleh Sa
‘id H{awwa bahwa yang dialami Maryam adalah kashf yang nyata.
ع سي ثيحب ئا ا ع س ا ء ي اا يغ ج ع ها ف ي أ ع ش ا ف
م ي أ ,
ف ك يف ص ا ي سي ح ا ه .
54
Berdasarkan pada aturan shara‘ mungkin saja terjadi bahwa Allah membuka
tabir kepada selain dari para nabi dan rasul untuk mendengar atau melihat akan malaikat. Keadaan yang dialami demikian menurut para sufi disebut
dengan peristiwa kashf. Dari penjelasan ini dipahami bahwa peristiwa yang dialami Maryam
merupakan anugerah Allah pada orang biasa sebagai bukti kesalehannya. Dia menghadapi malaikat Jibril dengan melihat dan mendengar suaranya sebagai sosok
seorang manusia. Peristiwa ini dalam istilah sufi disebut sebagai mukashafah ‘uyun mata.
55
Sejalan dengan Sa ‘id H{awwa, Ibnu Arabi juga menyebut penjelmaan
malaikat tersebut sebagai manusia yang rupawan sebagaimana dipahami pada ayat 19 diatas untuk menjinakkan hati Maryam. Disebutkan bahwa kejadian yang dialami
Maryam ibarat orang bermimpi dan setelah peristiwa itu tiba –tiba ia mengandung.
Ibnu Arabi membandingkan bahwa munculnya wahyu juga sering dialami melalui mimpi yang benar. Ibnu Arabi juga memahami bahwa penjelmaan Jibril menyerupai
52
Artinya bukan kejadian baru bagi Maryam, seperti dijelaskan Sa‘id Hawwa. Lihat; Sa‘id H{awwa, al
–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 2, Cet. Ke–6,765
53
Ketika Jibril menjelma sebagai sosok manusia dihadapan Maryam, dia hanya terheran bercampur takut terhadap akibat dari berita yang disampaikannya. QS. Maryam 19: 18-20
54
Sa’id H{awwa, Tarbiyatuna ar–Ruh}iyyah Kairo: Darussalam, 1428 H2007 M, Cet. Ke
–9,163.
55
Biasanya istilah mukashafah ada juga disebut dengan mushahadah, demikian Tahanawi. . Anwar Fuad Abi Khazam,
Mu’jam al–Mus}t}alah}at as}-S{ufiyyah Beirut: Maktabah Lubnan, 1993, Cet. Ke
–1,147 167.
manusia sempurna supaya Maryam tidak gentar atau ketakutan.
56
Terkait dengan peristiwa yang dialami Maryam tersebut, dalam tafsir Ibnu Arabi tidak disebutkan
sebagai bentuk kashaf. Memang dalam penafsiran sufistik masing-masing sufi belum tentu sama dalam memahami ayat sebab hal itu sangat berkaitan dengan pengalaman
ibadah dan tingkat kesufian. Sehubungan dengan kashf menurut Ibnu Arabi dipahami dari ayat lain
diantaranya dalam surat Ali Imran 3 ayat 200. Sabar ا ب ص dalam ayat tersebut
berkedudukan pada qalbu tempat merasakan kashf masuk menyerbu dalam tajalli sifat Tuhan dengan proses mukashafah.
57
Kekuatan sabar yang dibina seseorang intinya berada pada kekuatan qalbu yang dimiliki. Kekuatan sabar puncaknya akan
mengalami kashf dengan meningkat pada tajalli setelah berada pada tingkat tah}alli. Selain itu, makna kashf ditemukan juga pada penafsiran tentang rid}a dalam ayat 100
surat at –Taubah. Menurut Ibnu Arabi kerid}aan hamba muncul ketika terjadinya
penyingkapan sifat –sifat Tuhan yang terwujud ketika mengalami kashf.
58
Rid}a dan kashf berjalan saling mendekati artinya kerid}aan hamba ditandai juga dengan
mengalami kashf. Untuk memahami makna kashf dalam Alquran, para mufasir sufi tidak selalu
sama pandangannya seperti Ibnu Arabi diatas. Hal sama juga terlihat dalam penafsiran Tustari ketika memahami kashf berdasarkan ayat 159 surat Ali Imran 3.
Kashf menurut at-Tustari dapat muncul dalam kondisi orang yang betul –betul
bertawakal kepada Allah sehingga Allah menyingkapkan hijab maka hamba
56
Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi Beirut:Dar al –Kutub al–Ilmiyah, 1427 H2006 M, Jilid 2,
Cet. Ke –2, 5
57
ح فت م ع ها قتا ا طبا ا ب ص ا صا ا ما ي ا يأ ي .
Lihat; Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi Beirut:Dar al
–Kutub al–Ilmiyah, 1427 H2006 M, Jilid 1, Cet. Ke–2, 159
58
Lihat penjelasan Ibnu Arabi tentang maqam rid}a; Ibnu Arabi, Tafsir Ibnu Arabi Beirut:Dar al
–Kutub al–Ilmiyah, 1427 H2006 M, Jilid 1, Cet. Ke–2,293. Pemahaman Ibnu Arabi tentang kashaf dapat juga dijumpai pada ayat lain. Masing
–masing mufasir sufi tidak selalu sama dalam melihat kandungan ayat
–ayat tasawuf termasuk memaknai suatu ayat terkait aspek ajaran tasawuf seperti kashaf diatas.
ىض سح ب مه ع تا ي ا ص أا ي ج ا م أا قب س ا
ميظع ا ف ا ك ا بأ يف ي خ أا تحت جت ج م ّعأ ه عا ض م ع ها
.
memperoleh tambahan ilmu dan hikmah.
59
Dengan demikian menurut at-Tustari kashf merupakan implikasi dari tawakal. Sebagai implikasi dari tawakal yang
dimaknainya dengan terbukanya kashf dari Allah yaitu dengan memperoleh berbagai ilmu sebagai pertanda dekatnya hubungan antara hamba dengan Allah. Kashf ini
merupakan kondisi yang dialami pelaku tasawuf sehingga perihalnya bisa dipahami dengan menelusuri makna ayat yang mengandung pengertian demikian sesuai
pandangan masing –masing sufi.
Berkenaan dengan ayat 159 tersebut Sa’id Hawwa tidak memahaminya sebagai bentuk kashf. Ia menafsirkan kashf sesuai pendekatan makna zahir suatu ayat
yang memang mengandung pemahaman akan hal itu seperti ayat 42 surat Ali Imran diatas. Sementara itu Tustari juga tidak menjelaskan ayat 42 surat Ali Imran 3
sebagai bentuk peristiwa kashf sebagaimana yang dialami Maryam. Bahkan at- Tustari tidak menyorot ayat tersebut sebagai ayat bercorak tasawuf justru ayat 43
yang menjadi perhatiannya.
60
Untuk meninjau makna sufistik suatu ayat sering dipengaruhi oleh pengalaman spiritual ataupun riyad}ah, sikap zuhud dan ketekunan ibadah. Adapun
makna kashf juga ditemukan dalam pandangan at-Tustari menyangkut ayat 17 surat Sajadah 32.
61
Ayat ini menceritakan tentang hal yang tersembunyi dari pandangan mata. Menurut Tustari, mata hanya melihat fakta yang zahir. Sedangkan aspek batin
tersingkap bagi mereka yang sering bermunajat yaitu mengalami mukashafah maka mereka melihat diluar zahir sehingga hati menjadi damai sementara yang lain
tidak mengetahui apa yang disembunyikan bagi mereka.
62
Berdasarkan ayat ini,
59
Sahl At –Tustari, Tafsir at–Tustariy Beirut: Darul Kutub al–Ilmiyah, 20021423, Cet.
Ke –I, 51
ي ك ت ا حي ها ها ى ع ك تف تم ع ا ف .
60
يعكا ا عم ىعك ا جسا كب ىت قا مي م ي Sebagai dijumpai dalam tafsirnya bahwa makna taatlah
ىت قا
dalam ayat 43 ditafsirkan Tustari yaitu s}alat karena Allah, menyembah dengan ikhlas hanya kepadaNya dan memanjatkan doa kepadaNya. Lihat; Sahl At
–Tustari, Tafsir at–Tustariy Beirut: Darul Kutub al
–Ilmiyah, 20021423, Cet. Ke–I, 48
61
Ayatnya;
يعأ ق م م فخأ م سف م عت اف
dalam pandangan at-Tustari peristiwa kashf dapat menangkap rahasia- rahasia dibalik hal
–hal zahir yang tidak diketahui oleh orang lain. Ayat ini dipahami oleh Sa
‘id H{awwa sebagai suatu karamah bagi orang yang melakukan amal saleh. Seseorang tiada mengetahui akan karamah pertanda
kemuliaan yang menyenangkan pandangan.
63
Penafsiran Sa ‘id H{awwa ini ada kaitan
makna dengan yang dikemukakan Tustari diatas, hanya Sa ‘id H{awwa tidak
menyebut istilah mukashafah tapi disebut sebagai karamah. Artinya kashaf adalah bagian dari bentuk karamah yang dialami oleh orang yang memiliki kesucian jiwa.
Dari penafsiran sufistik Sa ‘id H{awwa terkait kashf, terlihat bahwa
pengalaman kashf dapat dirasakan oleh siapa saja yang bersih rohaninya dan pengalaman sufistik demikian dapat dialami dalam kondisi nyata. Ia melihat peristiwa
Maryam sebagai bentuk kashf yang nyata. Sementara pandangan Ibnu Arabi dalam penafsirannya menyebutkan bahwa pengalaman sufistik tidak dalam bentuk nyata
fisik tapi bersifat ruhani. Dari pandangan diatas dapat ditegaskan bahwa menurut Ibnu Arabi mukashafah terjadi dalam bentuk mukashafah qalbu sementara Sa
‘id H{awwa meyakini dua-duanya yaitu mukashafah qalbu dan mukashafah
‘ain. Adapun Tustari dari penafsiran
–penafsirannya juga bisa dipahami, bahwa ia mengakui mukashafah dapat terjadi didunia nyata sebagaimana dikemukakan pada
uraian diatas. Kesimpulan ini didukung juga dari penglamannya tentang karamah yang yang diceritakan dalam tafsirnya, maka itu dapat dijadikan suatu bukti.
Berdasarkan pandangan Sa‘id Hawwa dalam beberapa penafsirannya, dapat disimpulkan bahwa penafsiran sufistik yang dikemukakan tentang kashf sejalan
dengan pandangan beberapa ahli sufi. Seperti pandangan an-Nuri yang membagi mukashafah yang berhubungan dengan mata dan yang berhubungan dengan qalbu.
64
Adanya kesamaan penjelasan Sa‘id H{awwa dengan pengertian yang dinyatakan para
62
Sahl At –Tustari, Tafsir at–Tustariy Beirut: Darul Kutub al–Ilmiyah, 20021423, Cet.
Ke –I, 125
63
Sa‘id H{awwa, al–Asas fi at–Tafsir Kairo: Darussalam, 1424 H2003 M, Jilid 8, Cet. Ke
–6, 4365
64
Anwar Fuad Abi Khazam, Mu’jam al–Mus}t}alahat as}-S{ufiyyah Beirut: Maktabah
Lubnan, 1993, Cet. Ke –1,147.
sufi, mendukung akan penafsiran Sa‘id H{awwa sebagai tafsir yang berorientasi
sufistik.
C. Tafsir Ayat tentang Ittih}ad