Pertumbuhan dan perkembangan corak tafsir sufi

demikian istilah sufistik dipahami dari kata ىف ص . Adh-Dhahabi menggunakan kata ini ىف ص ا dalam menyebut tafsir sufi. Ia mengungkapkan bahwa tafsir s{ufiy ىف ص يسفت adalah: يسفت ا عج م مي ا ا ق ا يسفت ىف ثأ ه ك ى ع ف صت ظ ف صت م ك ىف ص ا 11 Kedua jenis tasawuf yaitu naz}ari dan amali, mempunyai pengaruh dalam penafsiran Alquran sehingga membentuk penafsiran sufistik. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penafsiran sufistik dibentuk dari pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran yang bercorak tasawuf yang muncul dari pemahaman tasawuf praktis amali dan kajian teori tasawuf naz}ari. Dari keterangan diatas dapat ditegaskan bahwa penafsiran sufistik disebut juga dengan tafsir sufi yang maksudnya adalah menjelaskan makna ayat Alquran berdasarkan tinjauan tasawuf. 12 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penafsiran sufistik adalah menjelaskan Alquran yang berdasarkan kepada tinjauan aspek tasawuf, baik tasawuf naz}ari teoritis dan tasawuf amali praktis.

2. Pertumbuhan dan perkembangan corak tafsir sufi

Berbicara tentang tafsir sufi tidak dapat dilepaskan dari perkembangan tasawuf sendiri yang seiring juga dengan awal pertumbuhan Islam. Lebih lanjut diterangkan oleh adh-Dhahabi mengenai corak tafsir terbagi pada ishari dan naz}ari. Tafsir sufi ishari adalah; jalan untuk membersihkan jiwa, rohani supaya merasakan dekat dengan Tuhan. Ibrahim Anis, al – Mu‘jam, h. 529. Lihat juga, Hans Wehr, Dictionary, 531. Harun, Falsafat, 57. 11 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2,251 12 Ini termasuk bagian dari corak tafsir, seperti corak kalam aspek kalam, corak fiqh aspek fiqh. Inti tasawuf sendiri seperti terungkap dalam at-tafsir wa al –Mufassirun, dikutip dari Dairah al –Ma‘arif adalah; komunikasi hati qalb dan dialoghubungan langsung roh yang ketika itu naik ke langit alam nur , malakut dan dunia ilham. Ini dialami bagi orang suci bersih rohaninya dari dosa, noda. Menurut Ibnu Khaldun, substansi tasawuf merupakan naiknya jiwa manusia menuju Allah sesuai yang dikehendakinya. adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2,250. ب أ ظت يفخ ا ش ىضتق ب م ظي م فاخ ى ع مي ا ا ق ا يا ي أت ه س ا , دا ا ها ظ ا يب يب قي طت ا ي . 13 Menakwilkan ayat Alquran dibalik makna zahirnya melalui isyarat tersembunyi yang dipahami oleh pelaku tasawuf, dan dimungkinkan menerapkan makna ishari dan makna zahir yang dimaksud ayat. Definisi diatas memberi pengertian bahwa tafsir sufi ishari adalah penafsiran yang dilakukan oleh ahli sufi terhadap ayat bercorak tasawuf dengan mengungkapkan makna ishari. Para sufi juga dapat menggunakan makna zahir dalam penafsiran sufistiknya. Selain itu dengan dimungkinkannya penggunaan makna zahir dalam penafsiran sufistik mengindikasikan bahwa dalam mengemukakan makna ishari, tetap berpedoman pada makna zahir. Istilah ishari diambil dari isyarat tersembunyi dalam definisi diatas. Makna ishari dapat dipahami oleh pelaku tasawuf dalam menjelaskan makna Alquran. Berdasarkan pendekatan ishari inilah maka penafsirannya disebut dengan tafsir sufi ishari. Terkadang disebut juga dengan tafsir ishari. Sedangkan tafsir sufi nazhari adalah; ي ظ ثح م ى ع هف صت ى ب م ه , يفس ف مي عت , ءا ه ظ ي أ ىه ا م ف م ي عت م ت ي ظ عم ى تت ظ ا ق ا ى ف صت ا . 14 Ahli sufi yang mengembangkan tasawuf berdasarkan pembahasan teoritis dan ajaran filsafat sehingga ia memahami Alquran sangat terikat dengan teori dan ajaran filsafatnya. Para sufi naz}ari menjelaskan makna sufistik Alquran berdasarkan pada kajian teoritis dan ajaran filsafat. Proses memahami ayat baginya beranjak dari pikiran dan pengetahuan teoritisnya yang kemudian diwujudkan dalam menjelaskan 13 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2,261 14 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2,251-2. Pengertian senada dikemukakan oleh Sayyid Jibril yaitu mengalihkan makna zahir ayat kepada makna yang berlandaskan pada ajaran filsafat dan fanatik mazhab aqidah. Lihat; Muhammad Sayyid Jibril, Madkhal ila Manahij al-Mufassirin Kairo: al-Bab al-Akhd}ar al-Mash-had, 19871408, Cet.ke- 1,211 ayat. Mufasir sufi ishari merupakan implementasi dari tasawuf amali sedangkan mufasir sufi naz}ari berdasar pada tasawuf naz}ari. Melihat perkembangan tasawuf dalam sejarah Islam dipahami bahwa aspek praktis tasawuf lebih dulu berkembang dari pada aspek kajian tasawuf teoritis. 15 Sejalan dengan itu bersinggungan dengan tafsir, juga samahalnya dengan tasawuf dimana tafsir sufi ishari lebih dulu penerapannya dari tafsir sufi naz}ari. Tafsir sufi ishari didasarkan pada latihan rohani dan ibadah pada diri sufi sehingga terbuka hijab kashf baginya dan memperoleh pengetahuan rabbani lalu ia mampu memahami ayat secara tersirat. 16 Benih menjelaskan makna Alquran secara ishari sudah pernah terjadi pada masa sahabat seperti penjelasan Umar bin Khattab tentang ayat 3 surat al-Maidah: يد اسإا م تيض ىت ع م ي ع ت تأ م يد م ت كأ ي ا . Menurut Umar seperti dikemukakan oleh al-Alusi dalam tafsirnya; صق ا طق ئيش ي م ه ف ك ا مأف يد م د ي ىف ك , ا قف : تق ص . 17 Kami masih mengharapkan tambahan dari pengetahuan agama. Karena itu apabila telah sempurna maka sesungguhnya sesuatu yang cukup itu belum sempurna kecuali kekurangan. Nabi berkata: Engkau benar Umar. Dijelaskan oleh al-Alusi bahwa Nabi tidak membantah penafsiran Umar terkait ayat tersebut bahwa yang dimaksud dengan kesempurnaan agama itu adalah terkait dirinya. Pernyataan Umar ini wujud dari kesedihannya bahwa maksud ayat ini sebagai pertanda pengajaran Nabi tentang agama akan berakhir. Inilah yang dimaksud oleh Umar dengan kekurangan. 18 Takwil yang dikemukakan Umar tersebut 15 Hal ini juga sejalan dengan penyebaran Islam khususnya di Indonesia yang awal masuknya didaerah Aceh. Menurut sejarahnya, pertumbuhan Islam dari Aceh terus berkembang ke wilayah lain di Indonesia melalui jalan praktek tasawuf bahkan jalan tasawuf yang dikemas dengan aturan amalan tertentu merujuk kepada ulama perintis amalan tersebut yang dikenal dengan tarekat. Cara tasawuf yang dilakukan demikian lebih mudah diterima masyarakat dan dirasakan dari pada teori keislaman lain seperti ilmu kalam atau fiqh. 16 Al –Alusi, Ruh} al-Ma‘ani fi Tafsir al–Quran al-‘Az}im wa as-Sab’i al-Mathani Beirut: Darul Kutub al –Ilmiyah, 14222001, Jilid I, Cet. Ke–1, 6 17 Al –Alusi, Ruh} al-Ma‘ani fi Tafsir al–Quran al-‘Az}im wa as-Sab’i al-Mathani Beirut: Darul Kutub al –Ilmiyah, 14222001, Jilid 3, Cet. Ke–1,328 18 Al –Alusi, Ruh} al-Ma‘ani fi Tafsir al–Quran al-‘Az}im wa as-Sab’i al-Mathani Beirut: Darul Kutub al –Ilmiyah, 14222001, Jilid 3, Cet. Ke–1,328 berdasarkan kemampuannya menangkap isyarat yang tersembunyi dari makna ayat. Memahami ayat secara ishari, dapat dilakukan oleh orang yang mampu mengungkap isyarat tersembunyi dengan didukung oleh latihan rohani riyad}ah dan kualitas ibadahnya, karena itu penafsirannya termasuk corak sufistik. Pada zaman sahabat belum ada pemisahan tentang berbagai ilmu apalagi pembukuan seperti yang dikenal sekarang. Bidang ilmu tafsir, fiqh, ilmu hadis, termasuk tasawuf semuanya masih menyatu dalam hadis –hadis Nabi bahkan belum sempurna penulisannya yang masih terpisah-pisah. Masa berikutnya, baru ada perhatian ulama untuk membentuk keilmuan masing –masing dan membukukannya. 19 Setelah dilakukan pembukuan hadis maka hadis –hadis yang terkait dengan tafsir ditempatkan dalam kitab tafsir untuk disusun terpisah sehingga membentuk tafsir yang utuh. 20 Perkembangan penulisan tafsir selanjutnya memunculkan tafsir corak tasawuf disamping corak lain seperti kalam, bahasa dan sebagainya. Contoh tafsir corak tasawuf yaitu tafsir at-Tustari karya Tustari 200-283H, corak bahasa seperti tafsir al-Muh}arrar al-Wajiz karya Ibnu ‘At}iyah 481-546H, corak kalam seperti tafsir al-Kashshaf karya Zamakhshari 467-538. Selepas zaman sahabat sekitar abad III hijrah, ulama sufi yang menempuh jalan tasawuf berupaya menafsirkan makna ayat secara sufistik dan menulis dalam kitab tafsir. Salah satu ulama tersebut adalah Abu Muhammad Sahl bin Abdullah bin Yunus bin Isa bin Abdullah at –Tustari lahir tahun 200 H di daerah Ahwaz dan wafat di Bashrah tahun 283H. Ia termasuk orang ‘arifin 21 terkenal dengan sikap wara ‘ 22 19 Penyusunan tafsir terpisah dari hadis sejak dinasti Abbasiyah, maka disusunlah tafsir menjadi ilmu berdiri sendiri. Lihat; Al-Farmawi, al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maud}u ‘i Tt: tp, 19771397, 14 20 Tercatat kitab tafsir lengkap yang disusun pertama yaitu tafsir at} –T{abari 223–310 H yang dinamai dengan Ja mi’ al–Bayan fi Tafsir al-Quran yang menghimpun berbagai macam riwayat dalam penafsirannya. Adh –Dhahabi, at–Tafsir …, juz I, h.104 147. Lihat juga; Ibnu Jarir at}-T}abari, Ja mi’ al–Bayan fi Tafsir al-Quran Kairo: Darussalam, 14252005, Cet.Ke-1,24 21 Sebutan tertinggi bagi ulama tasawuf, bandingannya pada tataran; ilmu –‘alim, ma‘rifah– ‘arif. 22 Salah satu sifat yang dimiliki sufi yaitu memlihara diri dari hal –hal yang dapat menimbulkan dosa seperti menjauhi shubhat, juga sangat menjaga muru-ah yang dapat menurunkan martabat dirinya. dan mendapat anugerah karamah. 23 Dalam hidupnya, Tustari pernah bertemu dengan sufi besar yaitu Dhunnun al-Mis}ri. 24 Kitab tafsir yang disusun Tustari berjudul dengan Tafsir al –Quran al– ‘Az}im Penafsiran Alquran yang Agung, dinamainya juga dengan tafsir at-Tustari. Tustari dalam kitabnya tidak menafsirkan ayat per ayat sesuai mushaf Alquran, tapi terbatas beberapa ayat dalam tiap surat yang disusun mengikuti urutan mushaf. Penyusunan tafsirnya didasarkan pada pertanyaaan yang diajukan kepadanya terkait perkara tasawuf lalu ia jelaskan berdasarkan ayat –ayat Alquran. 25 Melihat kitabnya yang ringkas dan tidak tebal mencerminkan bahwa penjelasan ayat dalam tafsirnya sesuai dengan persoalan yang dikemukakan kepadanya. Usaha Tustari dalam menyusun tafsir corak sufistik dapat disebut sebagai awal pertumbuhan tafsir sufistik. Menurut Tustari untuk memahami ayat Alquran meliputi 4 makna yaitu zahir, batin, h}ad dan mat}la ‘. Zahir adalah tilawah lafaz bacaan, batin adalah pemahaman م ف ا h}ad adalah ketentuan halal dan haram dan mat}la‘ adalah دا ا ى ع ق ا فا ش ج ع ها م قف ب pengertian yang diperoleh hati sebagai anugerah dari Allah. 26 Dalam tafsirnya, Tustari banyak menggunakan makna ishari walaupun ia juga tidak menghilangkan tentang makna zahir. Makna ishari yang dikemukakannya tampak dominan berpegang pada makna zahir. 27 Berdasarkan kategori makna diatas, menunjukkan bahwa penafsiran sufistik menurut at-Tustari tidak dapat lepas dari makna zahir ayat. 23 Keistimewaan dan kelebihan yang dimiliki sufi sebagai bukti bahwa ia dekat dengan Allah. Kelebihannya ini merupakan suatu kemuliaan yang datang dari Allah. Karamah adalah bahasa Arab yang berarti mulia, orang –orang sufi adalah orang mulia baik karena prilaku dan karena ibadahnya. 24 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2,281. Dhunnun w.860 M dikenal peletak ajaran ma ‘rifah. Pengetahuan sufi tentang Tuhan itu Esa, melalui perantaraan hati sanubari. Inilah pengetahuan hakiki tentang Tuhan yang disebut dengan ma‘rifah. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. Ke –8, 76. 25 At –Tustari, Tafsir at–Tustariy Beirut:Darul Kutub al–Ilmiyah, 20021423, Cet. Ke– I,12. 26 Lihat pengantar Tustari dalam tafsirnya. At –Tustari, Tafsir at–Tustari Beirut:Darul Kutub al –Ilmiyah, 20021423, Cet. Ke–I,16 27 Apalagi menyangkut ayat yang tegas makna zahirnya maka takwil yang dikemukakan lebih dekat kepada makna zahir tersebut. Misalnya QS. Al-Fath:4, makna sakinah artinya t}uma’ninah.Lihat; Tustari dalam tafsirnya. At–Tustari, Tafsir at–Tustari Beirut:Darul Kutub al– Ilmiyah, 20021423, Cet. Ke –I, 148 Sufi lain yang menyusun kitab tafsir adalah as –Sulami 28 dengan nama kitabnya H{aqaiq at-Tafsir Hakekat-hakekat Penafsiran. As –Sulami seorang tokoh sufi Khurasan lahir 330 H dan wafat tahun 412 H, termasuk sufi periode abad IV H. Menurut az –Zahabi, kitab tafsir as-Sulami ini polanya sama dengan tafsir at- Tustari yaitu tidak setiap ayat yang diberi penafsiran. As –Sulami menyusun kitab tafsir berdasarkan kumpulan penafsiran dari ahli hakikatpara sufi kemudian disusun menurut tertib surat dalam Alquran. Nama kitabnya adalah H{aqaiq at –Tafsir terbatas pada menggunakan pola makna ishari dan tidak berlandaskan pada makna zahir. 29 Tafsir as –Sulami ini lebih lengkap ketimbang tafsir sebelumnya tafsir at- Tustari karena merangkum penafsiran para sufi sebelumnya yang bercorak ishari termasuk tafsir at-Tustari. Karya as –Sulami bisa disebut pengembangan dari tafsir at- Tustari. Pendapat-pendapat yang dihimpun dalam tafsir as –Sulami seperti Ja‘far bin Muhammad as –S{adiq, Ibnu ‘At}aillah as–Sakandari, al–Junaid, Fud}ail bin ‘Iyad}, Sahl bin Abdullah at –Tustari dan tokoh sufi lainnya. Sementara itu as-Subki dalam T{abaqat as –Shafi‘iyyah menyebutkan kitab H{aqaiq at-Tafsir menghimpun berbagai penafsiran sufi sebelumnya yang terbatas pada penggunaan takwil para sufi yang keluar dari makna zahir. 30 Demikian penilaian ulama terhadap tafsir as –Sulami yang hanya mengedepankan penggunaan makna ishari dalam tafsirnya. Bahkan, sebagian ulama mencela keberadaan tafsir as –Sulami, dengan alasan bahwa tafsir tersebut hanya berisi takwil dan penjelasan secara ishari, tanpa terikat dengan makna zahir. Mufasir sufi berikutnya yaitu Abdul Karim bin Hawazin al-Qusyairi w.465 H dengan kitab tafsirnya Lat}aif al-Isharat. Tafsirnya ini mencerminkan tafsir sufistik yang menyingkapkan tentang thauq dan memunculkan perasaan yang diperoleh dalam mujahadah. Didalamnya mengandung makna halus Alquran dari 28 Nama lengkapnya, Abu Abdurrahman Muhammad bin Husen bin Musa al-Azdi as – Sullami. 29 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 284 30 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 286 penjelasan para ahli sufi. 31 Disebutkan oleh Iyazi bahwa al-Qusyairi juga pernah belajar pada as-Sulami w.412 H. 32 Pemikiran sufistik dari as-Sulami memiliki pengaruh pada tafsir yang disusun oleh al-Qusyairi yang sangat menonjolkan makna ishari. Tafsir sufistik yang muncul pada perkembangan berikutnya yaitu pada abad VI H yang disusun oleh Ibnu Arabi dengan nama tafsir al-Quran al –‘Az}im. Ibnu Arabi lahir di Murcia, Andalus pada tahun 560 H1165 M dan lama tinggal di Ishbiliy yaitu sekitar 30 tahun. Di sini ia banyak menimba ilmu kepada beberapa guru diantaranya Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman al-Ishbiliy dan al- Qadi Abu Muhammad Abdullah al-Baziliy sehingga Ibnu Arabi dikenal dengan ketinggian ilmunya. 33 Dari perjalanan hidupnya di wilayah timur dan di saat itu pulalah ia memperdalam pengetahuan tasawufnya maka daerah terakhir yang menjadi ujung perjalanan hidupnya adalah di Damaskus. Ia wafat dan dikuburkan di kota itu pada tahun 638 H1240 M. 34 Ibnu Arabi adalah seorang yang menguasai bermacam ilmu pengetahuan disamping tasawuf. Ia juga dikenal mengarang kitab hukum, sejarah, sastera dan yang mengesankan karangan tasawufnya yang bercorak filsafat yaitu al –Futuh}at al–Makkiyyah, 35 Fus}us} al –H{ikam serta kitab tafsir yang bercorak sufistik. Karena itu, ia dikenal dengan filosof sufi. 36 31 Disebutkan juga dibelakang namanya dengan Naisyaburi dimana ia memang berasal dari daerah Naisyabur 376-465H. D alam mazhab fiqh, ia pengikut ajaran Shafi’i dan dalam mazhab kalam ia masuk aliran Ash‘ari. Muhammad Ali Iyazi. al–Mufassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum Teheran: Wizarah Thaqafah Islamiyah, 1414 H1994 M, 603-605 32 Nama Al-Qusyairi sangat terkenal dengan kitab risalahnya yaitu Risalah al-Qusyairi. Muhammad Ali Iyazi. al –Mufassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum Teheran: Wizarah Thaqafah Islamiyah, 1414 H1994 M, 604 33 Disini ia belajar hadis, qira’at dan ilmu lainnya. Abdul warith M.Ali, Pengantar Tafsir Ibnu Arabi Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 20061427,3 10 34 Mustafa bin Sulaiman, Syarh Fus}us} al-H{ikam Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 14282007, kata pengantar, 9. Lihat juga; Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. Ke –8, 92. 35 Kitab ini semacam ensiklopedis sufistik menyangkut prinsip ajaran Islam yang dikupas secara dalam, filosofis dengan mengungkap dalil Alquran. Susunannya terdiri dari 6 bagian pasal dan 560 bab. Lihat; Ibnu Arabi, Al-Futuh}at al-Makkiyyah. Beirut: Darul Fikri, 1424 H2004 M, Cet. Ke-1 36 Dalam kitab Fusus al-Hikam, Ibnu Arabi menggali makna wujud dan fenomena alam yang dikemukakan dengan seperti mutiara ilahiah yang dinisbahkan pada Adam. Maksudnya Adam menggambarkan jenis alam manusia bukan Adam sebagai nenek moyang manusia. Dalam kitab ini ada Tafsir yang disusun Ibnu Arabi terdiri dari 2 jilid cukup tebal sekitar 400 –an halaman perjilid. Sistematika penyusunannya mengikuti susunan mushaf Alquran walaupun yang ditafsirkan terbatas pada beberapa ayat. Metode Ibnu Arabi dalam menafsirkan Alquran adalah dengan menyatakan beberapa bagian ayat dalam satu surat kemudian dijelaskan maknanya terbatas pada potongan ayat yang dikutip. 37 Misalnya, ketika menafsirkan ayat ke 10 surat al –Baqarah, yang diberi uraian hanya sebagian dari ayatnya. ب ي ا ك ب مي أ ا ع م ض م ها مهدا ف م م ب ق ف . Ibnu Arabi menjelaskan tentang م م ب ق ف kemudian bagian ض م ها مهدا ف setelah itu langsung ke ayat 14 yaitu bagian awal ا ما ي اا ق ا . Demikian metode Ibnu Arabi menafsirkan Alquran yang difokuskan pada bagian –bagian ayat saja. Sekalipun ayat yang disorot secara parsial terbatas pada bagian ayat tapi uraiannya bisa panjang. Ibnu Arabi tidak sekedar menjelaskan makna kata tapi menafsirkan dengan jalan menakwilkan ayat tersebut secara terurai. Metodologi demikian yang terdapat dalam tafsir Ibnu Arabi diterapkan dalam kedua jilid tafsirnya. Pahamnya tentang filasafat menyatakan bahwa pada hakikatnya yang ada itu satu sedangkan yang banyak kelihatan merupakan bayangan. Semua wujud adalah satu dalam realitas tiada sesuatupun bersama denganNya. Karena itu Ibnu Arabi dikenal dengan paham filsafat wah}datul wujud kesatuan wujud. 38 Karya –karya 27 tema yang dinisbahkan kepada nama- nama Nabi. Lihat; Abul ‘Ala ‘Afifiy, Ta‘liq Fus}us} al- H{ikam Beirut: Darul Kutub al-Arabi, 14001980,9 228 37 Lihat; Ibnu Arabi, Tafsir Alquran al –‘Az}im Beirut:Dar al–Kutub al–Ilmiyah, 1427 H2006 M, Cet. Ke –2. Mengenai hakikat tafsir Ibnu Arabi ini berkembang dua pandangan, pertama pihak yang mengakui bahwa tafsir itu adalah karya Ibnu Arabi sendiri makanya dinisbahkan pada namanya. Pandangan lain beranggapan tafsir Ibnu Arabi merupakan susunan Abdurrazaq al –Qashani lalu dinisbahkan kepada Ibnu Arabi 560 –638 H supaya mudah dikenal umum dan populer di masyarakat karena kebesaran nama Ibnu Arabi. Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Abduh yang dinyatakan dalam mukaddimah tafsir al –Manar. Menurut Muhammad Abduh, al–Qashani adalah seorang pengikut aliran Bat}iniyyah, bagi masyarakat umum seperti dikata Abduh tidak bisa membedakan antara pernyataan aliran bat}iniyyah dan sufiyah. adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al- Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 295. Disebut juga bahwa al-Qashani w.730 H seorang sufi alim dan termasuk mufasir sufi terkemuka. Lihat uraian;Muhammad Hamdi Zaghlul, at –Tafsir bi ar –Ra’yi Dimaskus:Maktabah al Farabi, 14291999, Cet. Ke–1, 448 452. 38 Paham wah}datul wujud pertama kali bangun oleh Ma‘ruf al-Kharkhi w.200815 seorang sufi dari Baghdad, menurut pahamnya; Tiada sesuatupun dalam wujud kecuali Allah. Kemudian pada ajaran Ibnu Arabilah berkembangnya ide wah}datul wujud itu. Lihat; Kautsar Azhari Noer, Ibnu Arabi: Wahdatul Wujud dalam Perdebatan Jakarta: Paramadina, 1995, Cet.ke- 1,34-5 tasawufnya dipengaruhi oleh paham filsafat tersebut sehingga ia dikenal dengan aliran tasawuf falsafi. Paham filsafatnya ini menjadi dasar bagi Ibnu Arabi ketika menafsirkan Alquran. Menurut az –Zahabi, tafsir Ibnu Arabi ini mencerminkan dua aliran tafsir sufi dimana terdapat didalamnya jenis tafsir sufi naz}ari dan tafsir sufi ishari. Dalam tafsirnya lebih dominan makna ishari dan tidak nyata menggunakan makna zahir. Banyak dari penafsiran isharinya yang sulit di pahami 39 Penafsiran sufistik Ibnu Arabi dengan teori filsafat wahdatul wujud sebagai landasan dalam memahami ayat, menjadikan tafsirnya tergolong tafsir sufi naz}ari. Melihat pola penafsiran Ibnu Arabi diatas dapat ditegaskan bahwa perkembangan tafsir sufi yang tercermin padanya berupa penggabungan tafsir sufi naz}ari dan tafsir sufi ishari. Sekalipun ditemukan dalam tafsirnya kecenderungan naz}arinya lebih menonjol. Selain Ibnu Arabi, tafsir sufistik dengan pola ishari lain yaitu ‘Arais al– Bayan fi H{aqaiq al –Quran Penjelasan Indah dalam Hakekat Alquran yang ditulis oleh Abu Muhammad Ruzbihan bin Abi Nas}r ash –Shirazi as}–S{ufi. Ia wafat tahun 666 H atau hidup pada abad VII H Ibnu Arabi w.638 H. Menurut adh – Dhahabi tafsir Shairazi ini termasuk tafsir sufi ishari yang memegang makna ishari dan tidak menonjol makna zahir. 40 Sebagaimana dinyatakan dalam mukaddimah kitab ‘Arais al–Bayan fi H{aqaiq al–Quran, mengenai kalam Allah tidak akan pernah usai bagi kita dalam mengungkap makna zahir dan batin. Tidak ada pemahaman yang sempurna mengupas maknanya. Shirazi menyusun tafsirnya dengan penjelasan yang halus, mengungkap makna ishari dalam Alquran yang halus bahasanya dan mulia ungkapannya. Ia menambahkan, barangkali penafsirannya beda dengan mufasir sebelumnya karena mengungkap makna yang dalam dan halus dari Alquran. Sekalipun ia juga mengakui bahwa makna kalimat Alquran mengandung makna zahir dan batin. 41 Dari penjelasan Shirazi dalam 39 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 296. 40 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 288 41 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 288 mukaddimah ‘Arais al-Bayan fi H{aqaiq al-Quran, ia menyadari bahwa memahami makna Alquran dapat diambil dari makna zahir atau batinnya. Namun usaha mengungkap makna Alquran tersebut tidak akan pernah sempurna karena begitu luas dan dalamnya makna “ kalimat Allah “. Setiap mufasir mencoba menjelaskan makna Alquran secara dalam dan halus seperti yang dilakukannya agar sejalan maknanya dengan tujuan Alquran sebagai kalamullah yang diturunkan kepada manusia. Pada abad VII ini juga muncul tafsir sufi lebih besar lagi yaitu terdiri dari 5 jilid yang disusun oleh dua orang sufi yaitu Najmuddin Da yah dan ‘Alauddaulah as– Samnani. Adapun Najmuddin berasal dari Khawarizmi. Nama lengkapnya adalah Syaikh Najmuddin, Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Shahid al –Asadi ar– Razi yang populer dengan sebutan Dayah. Ia wafat tahun 654 H di Baghdad. Kedua, adalah Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad as –Samnani, yang dijuluki ‘Alauddaulah. As-Samnani lahir tahun 659 H, dan wafat tahun 736 H abad VIII H setelah ia berdomisili terakhir di daerah T{ibristan dan Baghdad. 42 Tafsir ini dinisbahkan kepada nama penulis pertamanya, Najmuddin yang menjadi nama kitabnya, yaitu at –Ta’wilat an–Najmiyyah Takwil-takwil yang Nyata yang disusun dalam lima jilid besar. Najmuddin menyusun tafsir tersebut hanya sampai jilid 4 yang berakhir pada surat adh –Dhariyat ayat 17–18. Sampai surat tersebut Najmuddin meninggal dunia maka kemudian tafsirnya diteruskan oleh ‘Alauddaulah sampai selesai yang merupakan jilid ke lima dan terakhir. 43 42 Najmuddin Dayah adalah seorang sufi yang berguru pada Shaikh Najmuddin Abi al –Junab yang dikenal dengan sebutan al –Bakri. adh–Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 290 - 291 43 Sementara ‘Alauddaulah menurut beberapa sumber yang dikutip az–Zahabi menyebutkan, ‘Alauddaulah seorang sufi yang pernah berguru pada Sadruddin bin Hamwiyah, Sirajuddin al-Qazwini dan Imamuddin bin Ali Mubarak al –Bakri. ‘Alauddaulah terkenal dengan keluasan ilmu, alim, budi luhur dan memiliki wajah tampan. Karangannya banyak tentang tafsir dan tasawuf bahkan disinyalir ia juga memiliki karamah. Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 291. Dari keterangan adh –Dhahabi ini penulis tidak memperoleh data tentang hubungan antara Najmuddin Dayah w.654 H dengan ‘Alauddaulah as–Samnani l.659 H Kalau misal kedekatan antara guru dan murid, mereka jelas tidak bertemu. Dari data akhir kehidupannya, masing –masing sama meninggal di Baghdad. Bentuk penafsiran Najmuddin adalah terkadang menyebutkan makna zahir kemudian diikuti dengan penafsiran ishari, ia tidak menafsirkan berdasarkan teori filsafat sufi. Berbeda dengan Najmuddin, as –Samnani dalam menafsirkan Alquran berdasar pada filsafat sufi. Terakhir disebutkan adh –Dhahabi, tafsir ini termasuk salah satu diantara beberapa kitab tafsir ishari. 44 Tafsir at –Takwilat an–Najmiyyah mengandung dua karakter pokok tafsir yaitu bagian pertama menafsirkan ayat secara zahir kemudian diulas dengan makna ishari, selain itu penafsirannya tidak terpengaruh oleh aliran pemikiran filsafat yang masuk dalam penafsiran sufistik. Sedangkan bagian akhir kitab tafsir hanya menggunakan penafsiran secara ishari yang ditulis oleh ‘Alauddaulah as-Samnani tanpa mengambil makna zahir. Penafsiran sufistiknya didasarkan pada teori filsafat. Corak tafsir sufistik yang terdapat dalam kitab at –Takwilat an–Najmiyyah yang disusun Najmuddin menggunakan makna zahir dan ishari. Adapun ‘Alauddaulah as-Samnani dalam tafsir tersebut metodologinya menggunakan makna ishari saja dan mengungkap rahasia ayat tasawuf berdasarkan teori filsafat sufistik. Corak penafsiran Najmuddin termasuk tafsir sufi ishari sedangkan penafsiran as –Samnani termasuk tafsir sufi naz}ari teori filsafat sufistik sekaligus tafsir sufi ishari pengalaman suluknya menjalani tasawuf. Dengan demikian tafsir at –ta’wilat an–Najmiyyah ini bercorak sufi naz}ari dan sufi ishari. 45 Tafsir yang bercorak ishari lainnya yaitu yang disusun oleh Naisaburi 46 yaitu Gharaib al –Quran wa Raghaib al–Furqan Keunikan Alquran dan 44 Selintas teori penafsiran as –Samnani mirip dengan Ibnu Arabi namun bila didalami agaknya teori filsafat dalam tasawuf as –Samnani tidak mengikuti paham Ibnu Arabi. Bahkan as– Samnani termasuk orang yang turut mencela paham filsafat Ibnu Arabi, dan bahkan menuduh Ibnu Arabi dengan kufur. az –Zahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 2, 291-292. 45 Keberadaan penafsiran Najmuddin diatas membuka pikiran kita bahwa dari corak penafsirannya tergolong tafsir sufi ishari, dari metodologinya, ia menggunakan makna ishari dan mengambil juga makna zahir ayat. Ini menggambarkan bahwa tafsir sufi ishari tidak semata –mata memegang makna ishari suatu ayat tapi dapat saja menerima makna zahir ayat. Alasan lain mendukung tafsir sufistik Najmuddin sebagai corak sufi ishari dimana ia tidak terpengaruh dengan ajaran tasawuf falsafi yang identik dengan tafsir sufi naz}ari. 46 Nama lengkapnya, Niz}amuddin Ibnu al –Hasan bin Muhammad bin Husein al–Khurasani an –Naisaburi. Ia terkenal dengan sifat wara’, taqwa, zuhud dan sufi. Kedalaman ilmu dan kesalehan dirinya tercermin dalam kitab tafsirnya yang menggunakan makna ishari dan pengetahuan rabbani. Keinginan Al-Furqan. Tafsirnya ini disamping mengemukakan takwil ayat berdasarkan isyarat yang diperoleh oleh para ahli hakikat, ia juga menafsirkan ayat – ayat dari tinjauan aspek lain seperti aspek hukum dari bermacam mazhab, qira’at, aspek bahasa dan balaghah. Ia juga kadang mengutip pendapat dari tafsir Zamakhshari atau Fakhrurazi namun ia kritis dan bebas dalam mengemukakan pandangannya sendiri sekalipun berbeda dengan mufasir yang dikutip. 47 Dengan demikian aspek tersebut menjadi kecenderungan dari orientasi penafsirannya seperti orientasi qira’at, fiqh, kalam , tasawuf dan bahasa. Artinya pembahasan Naisaburi dalam tafsirnya mengenai hal tersebut merupakan bagian dari manhaj penafsirannya. Perkembangan berikutnya, muncul tafsir Ruh}ul Bayan Penjelasan- penjelasan halus, yang disusun oleh Ismail Haqqi al-Burusawi w.1127 H. Adapun manhaj tafsirnya termasuk lugawi, bayani dan sufistik. Didalamnya diungkapkan berbagai aspek tafsir seperti asbab nuzul, riwayat- riwayat, aspek qira’at, bahasa dan penjelasan sufistik. 48 Disebutkan oleh Iyazi, tafsir Ruh}ul Bayan bagian dari kitab tafsir yang brcorak ishari yang tetap berpegang pada makna zahir dan analisa bahasa. 49 Selanjutnya tafsir yang dikategorikan sebagai tafsir ishari yaitu tafsir Ruh}ul Ma ‘ani fi Tafsir al–Quran al–‘Az}im wa as–Sab‘i al–Mathani Makna-makna halus dalam penjelasan Alquran yang Agung dan Tujuh Ayat yang diulang yang disusun oleh Shihabuddin as –Sayyid Mahmud Afandi al–Alusiy al– Keturunannya berasal dari kota Qum, keluarganya hijrah dan muqim di daerah Naisabur. Informasi kelahiran dan kematiannya tidak ada keterangan pasti diantaranya ada menyebut w. 728 H1328M. Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976,juz 1,228. Lihat juga; Ibnu Arabi, Pengantar Abdul Warith M.Ali, Tafsir Ibnu Arabi, 19. Iyazi, al-Mufassirun, 524 47 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976, juz I,231-32 48 Biasa juga dibelakang namanya dicantumkan at-Turki yang menunjukkan bahwa ia keturunan Turki. Mengenai kehidupan sufistiknya, ia termasuk pengikut tarikat al-Khalwatiyyah. Al- Burusawi menempuh pendidikan di Turki, kemudian hari ia pindah dari Turki ke Burusah dan meninggal di sana tahun 11271715 M. Muhammad Ali Iyazi. al –Mufassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum Teheran: Wizarah Thaqafah Islamiyah, 1414 H1994 M, 475-6. 49 Muhammad Ali Iyazi. al –Mufassirun: Hayatuhum wa Manhajuhum Teheran: Wizarah Thaqafah Islamiyah, 1414 H1994 M, 478 850 Baghdadi w.1270 H. 50 Ia terkenal sebagai muhadis cerminan sebagai ahli riwayat, mufasir cerminan ahli dirayah, menguasai perbedaan mazhab baik kalam atau fiqh. Dalam fiqh ia lebih cenderung ke mazhab Hanafi. 51 Pandangannya tentang tafsir sama dengan para ulama lainnya seperti dikutip dari definisi Abu H{ayyan, 52 sedangkan takwil menurutnya lebih rinci dari sekedar penjelasan terkait dengan penggunaan dirayah. Takwil menurutnya adalah isyarat suci dan pengetahuan rabbani yang turun kedalam hati para salik dan ‘arifin sehingga terbuka baginya tabir dalam memahami ayat secara ishari. 53 Dari pengertian takwil yang dikemukakan al –Alusi menunjukkan bahwa ia memandang ayat–ayat tasawuf memerlukan takwil melalui makna ishari yang diperoleh lewat latihan rohani para sufi. Sebagaimana dijelaskan dalam mukaddimah kitab tafsirnya, al –Alusi sejak mulai belajar Alquran selalu terobsesi untuk menyingkapkan rahasia ayat Alquran yang tersembunyi. Keinginannya itu terwujud dengan menyusun kitab tafsir yang dimulai tahun 1252 – 1267 yang diberi nama Ruh} al–Ma‘ani fi Tafsir al– Quran al- ‘Az}im wa as–Sab‘i al-Mathani. Tafsirnya merupakan sebuah karya monumental baginya, yang menyingkap salah satu rahasia yang tersembunyi. 54 Tafsir al –Alusi ini juga membahas tafsir dari aspek kalam dan fiqh disamping aspek tasawuf. 55 Orientasi tafsir dapat dianalisis dari berbagai aspek untuk kemudian ditemukan seberapa besar perhatian mufasir terhadap masing-masing aspek tersebut. Perkembangan tafsir sufistik pada abad II –XIII H mengambil corak sesuai dengan yang dikelompokkan oleh adh –Dhahabi yaitu tafsir sufi yang bercorak 50 Al –Alusi lahir di baghdad tepatnya di negeri Alus dekat sungai Eufrat tahun 1217 H dan wafat di Baghdad tahun 1270 H. Lihat juga; Ibnu Arabi, Pengantar Abdul Warith M.Ali, Tafsir Ibnu Arabi, 19 51 Adh –Dhahabi,at–Tafsir wa al-Mufassirun Kairo: Tp, 13961976, juz I, h. 251 52 Ilmu yang membahas tentang qiraat dan lafaz Quran serta maknanya, kaedah kebahasaannya, dan ilmu yang tercakup dalamnya seperti ilmu naskh, asbabun nuzul, qasam dan seterusnya. 53 Al –Alusi, Ruh} al-Ma‘ani fi Tafsir al–Quran al-‘Az}im wa as-Sab’i al-Mathani Beirut: Darul Kutub al –Ilmiyah, 14222001, Jilid I, Cet. Ke–1, 6 54 Al –Alusi, Ruh} al–Ma‘ani…, jilid I, 5. 55 Muhammad Hamdi Zaglul, at –Tafsir bi ar–Ra’yi Dimaskus:Maktabah al–Farabi, 14201999, Cet. Ke –1, 394 naz}ari dan ishari. Dalam penafsiran sufi naz}ari didasarkan pada kajian tasawuf serta pengaruh teori filsafat, memahami ayat dibalik makna zahir seperti tafsir Ibnu Arabi w.638 H juga penafsiran as –Samnani w.736. Artinya tafsir sufi naz}ari juga memberikan takwil dalam memahami ayat yang didasarkan pada kajian dan teori filsafat sufistik. Sehubungan dengan bentuk penafsiran Ibnu Arabi dan as –Samnani diatas kecil kemungkinan untuk menggunakan makna zahir ayat. Sedangkan penafsiran sufi ishari yang memahami ayat dominan secara ishari, berdasarkan pengalaman rohani sufi yang tercermin pada tafsir as –Sullami w.412 H, Shairazi w.666 H. Sementara itu penafsiran sufi ishari disamping menggunakan makna ishari ayat, tetap memperhatikan makna zahir ayat seperti yang dilakukan oleh Tustari w.283 H dan Najmuddin w.654 H. Mereka setelah menjelaskan makna ayat secara zahir lalu diikuti makna isharinya atau menggunakan makna ishari dengan tetap berlandaskan pada makna zahir ayat. Kelompok ini masih nyata menggunakan makna zahir ayat dalam penafsiran sufistik. Adapun kelompok yang lebih cenderung ke makna zahir disamping ada juga menggunakan makna ishari yaitu Naisaburi dan al –Alusi. Mereka bukan pengikut filsafat seperti Ibnu Arabi yang menggabungkan teori filsafat ke dalam tasawuf . Penafsiran mereka terkait aspek tasawuf dikelompokkan pada penafsiran sufi ishari. Berbagai macam corak penafsiran sufistik yang pernah dilakukan oleh para ulama sufi sangat berpengaruh pada perkembangan dunia tafsir khususnya penafsiran sufistik. Suatu karya ilmiah atau pengetahuan tidak bisa lepas dari pengetahuan sebelumnya walaupun mengalami perkembangan baru bahkan sangat banyak karya yang dihasilkan ulama sekarang terinspirasi dari karya terdahulu. Tidak menutup kemungkinan muncul bentuk lain dari perkembangan penafsiran sufistik ataupun kritikan pada tafsir sebelumnya. Penafsiran sufistik akan semakin mengalami perkembangan seiring perubahan masyarakat yang membutuhkan dasar pengetahuan tasawuf yang bersumber dari penafsiran ayat Alquran. Pada zaman modern ini kebutuhan masyarakat terasa sekali bagaimana mencari kepuasan batin dibalik hingar bingarnya kesibukan mencari harta dan hidup mengejar materi sehingga lupa apakah jalan memperolehnya dan pembelanjaannya sesuai dengan petunjuk Alquran dan Hadis Nabi. Diantara masyarakat juga sudah merasakan hampa menjalani hidup tanpa mengisi kepuasan rohani. Untuk itu penafsiran sufistik terhadap ayat Alquran merupakan tuntutan supaya memenuhi keinginan masyarakat modern. Penafsiran sufistik yang lebih realistis dan mudah dipahami tentunya yang diharapkan dan dapat dilaksanakan. Sa ‘id H{awwa dalam tafsirnya yang penulis teliti ini merupakan salah satu corak tafsir sufi yang muncul pada abad modern ini.

B. Contoh Macam–macam Corak Tafsir Sufi