3. Metode Istishlahi
Metode ini digunakan untuk menggali, menemukan, dan merumuskan hukum syara’ dengan cara menerapkan hukum kulli untuk peristiwa yang
ketentuan hukumnya tidak terdapat dalam nash baik qathi’ maupun zhanni, dan tidak memungkinkan mencari kaitanya dengan nash yang ada, belum
diputuskan dengan ijma’, dan tidak memungkinkan dengan qiyas atau istihsan.
Jadi dasar pegangan ijtihad bentuk ini hanyalah jiwa hukum syara’ yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia baik dalam
bentuk mendatangkan manfaat jalb al-manfa’at ataupun menolak kerusakan dar u al-mafasid dalam rangka memelihara agama, kehidupan,
akal, keturunan dan harta. Lebih jauh para ulama telah membuat tiga kategori kemaslahatan yang
menjadi sarana semua perintah dan larangan Allah SWT, yaitu dharuriyyat, hajiyat, tahsiniyat.
Penalaran yang dipakai menggunakan ayat-ayat atau hadis-hadis yang mengandung konsep umum sebagai dalil atau sandaranya. Misalnya ayat-
ayat yang menyuruh berlaku adil, tidak boleh mencelakakan diri sendiri maupun orang lain dsb. Biasanya penalaran ini dilakukan kalau masalah
yang akan diidentifikasi tersebut tidak dapat dikembalikan kepada sesuatu ayat atau hadis tertentu secara khusus. Dengan kata lain tidak ada
bandingan yang tepat dari zaman nabi yang bisa digunakan. Misalnya
aturan untuk membuat SIM surat ijin mengemudi tidak ada bandinganya dengan sunnah nabi. Tetapi mengatur masalah baru tersebut, baik
menerima atau menolaknya adalah perlu karena menyangkut hajat dan kepentingan orang banyak.
Cara kerjanya, ayat dan hadis tersebut diganbungkan satu sama lain, sehingga kesimpulanya adalah merupakan sebuah “prinsip umum”. Prinsip
umum ini didedukasikan pada persoalan-persoalan yang ingin diselesaikan tadi.
B. Produk Bank Syariah
Kegiatan usaha Perbankan Syariah lalu diterjemahkan menjadi Produk Perbankan Syariah. berkaitan dengan hal diatas, maka bank Indonesia telah
mengeluarkan PBI No. 1017PBI2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah,
26
yang mengatur proses kelahiran produk Perbankan Syariah.
1. Pengertian Produk Bank Syariah
Mulyadi dan Jonny Setyawan menyatakan bahwa istilah “produk” sering sekali diidentikan dengan sebuah produk yang sifatnya nyata, tetapi pada
sesungguhnya jasa dan ide juga termasuk bagian dari produk itu sendiri. Dipandang dari sudut customer, produk yang dihasilkan oleh produsen tidak
lebih dari sekedar alat berwujud untuk mendapatkan jasa yang dapat
26
HM. Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1983, h.104 dalam Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah- Titik Temu Hukum Islam dan Hukum
Nasional, jakarta: Rajawali Pers 2009, h.88
menghasilkan value bagi customer setelah melalui use proses yang secara keseluruhan melalui tahap-tahap lengkap: fire, acquire, transport, store, use,
dispose of, stop. Dengan demikian, dipandang dari sudut customer. Suatu produk merupakan “a bundle of service” yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan atau keinginan dan harapan customer.
27
Produk-produk bank syariah muncul karena didasari oleh operasionalisasi fungsi bank syariah Baraba, 2000. Dalam menjalankan operasinya bank syariah
memiliki empat fungsi sebagai berikut:
28
a. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasideposan atas prinsip bagi
hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank; b. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik danashahibul
mal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana; c. Sebagai penyedia jasa lau lintas pembayaran dan jasa-jasa lainya sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan d. Sebagai pengelola fungsi sosial.
Dari keempat fungsi operasional tersebut kemudian diturunkan menjadi produk-produk bank syariah, yang secara garis besar dapat dikelompokkan
kedalam produk pendanaan, produk pembiayaan, produk jasa perbankan, dan
27
Mulyadi Jonny Setiyawan, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Jakarta: Salemba Empat, 2001, h.272
28
Ascarya. Akad Produk Bank Syariah. jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h. 112