Fatwa Para Imam Mujtahid

1. Metode Bayani Analisa Kebahasaan

Metode ini dipergunakan untuk menjelaskan teks al-Qur’an dan as- sunnah dalam menetapkan hukum dengan menggunakan analisis kebahasaan. Yang dimaksud dengan kaidah kebahasaan adalah kaidah- kaidah yang dirumuskan oleh para ahli bahasa dan kemudian diadopsi oleh para ulama ushul untuk melakukan pemahaman terhadap makna lafadz sebagai hasil analisa induktif dari tradisi kebahasaan bangsa Arab sendiri. Pembahasan metode bayani ini dalam kajian ushul fiqh mencakup: a. Analisa berdasarkan segi makna lafaz bi i’tibar al-lafdz lil-ma’na. b. Analisa berdasarkan segi pemakaian makna bi i’tibar isti’mal al-lafdz lil-ma’na. c. Analisa berdasarkan segi terang dan samarnya makna bi i’tibar dalalah al-lafz ala al-ma’na bi hasab zuhur al-ma’n wal khafaih. d. Analisa berdasarkan segi penunjukan lafaz kepada makna menurut maksud pencipta nash bi i’tibar kaifiyah dalalah al-lafz ala al- ma’na. 25 Dari segi makna lafaz, ada suatu lafaz yang ditempatkan untuk menunjukkan suatu makna tertentu khas dan umum ‘am, ada lafaz yang mengacu pada satu makna muradif, dan ada pula lafaz jama’ yang mecakup satuan-satuan yang banyak akan tetapi tidak mencakup seluruh satuan yang dimasukkan kedalamnya jama’ munakkar. 25 Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: Elsas, 2008, h. 44 Dari segi pemakaian arti, ada lafaz yang menunjuk kepada pengertian asli al-baqiqah dan ada pula yang menunjuk pengertian lain yang bukan makna asli, karena ada satu indikasi yang mengendaki demikian majaz, selain itu pula ada lafadz yang mengaku pada pengertiian yang jelas karena pengertian tersebut lazim dipakai sharih, dan ada pula lafadz yang samar maksudnya karena baru diketahui ketika ada indikasi lain yang membantu untuk mengetahui maknanya kinayah. Dari segi terang dan samarnya makan, ada lafadz yang petunjuk maknanya jelas tanpa memerlukan lafadz lain untuk menjelaskanya wadhih ad-dalalah dan ada pula yang tidak jelas petunjuk maknanya kecuali ada lafadz lain yang membantu untuk menjelaskanya khafi ad- dalalah. Dari segi penunjukkan lafadz pada makana menurut maksud pencipta nash, ada lafadz yang petunjuk teksnya mengacu pada makna implisit al-mafhum. Selain itu termasuk dalam metode ini adalah tata cara penyelesaian dalil-dalil yang secara lahiriah terlihat bertentangan ta’arud al adillah, yang mencakup: kompromi antara nash-nash yang berlawanan al-jamu’u wa al-Taufiq, mengamalkan dalil yang lebih kuat dan menegaskan yang lebih lemah tarjih, mengahapus ketentuan dalil yang datangnya lebih dulu naskh-mansukh, atau tidak mengamalkan kedua dalil tersebut dan berpaling kepada dalil lain tawaqquf.