ANALISA DAN PEMBAHASAN PENUTUP
pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa mustafti baik secara perorangan atau kolektif.
16
Berdasarkan beberapa keterangan diatas, Amir Syarifudin memberikan hakikat dan ciri-ciri tertentu dari berfatwa, yaitu:
1. Berfatwa adalah usaha memberikan jawaban. 2. Jawaban yang diberikan adalah tentang hukum syara melalui proses ijtiihad.
3. Yang menjawab adalah yang ahli dalam bidang yang dijawab. 4. Jawaban diberikan pada yang belum tahu jawabanya.
17
Dan dari beberapa pendapat mengenai fatwa, Ma’ruf Amin juga menyimpulkan dalam bukunya “Fatwa dalam Hukum Islam” bahwa, fatwa
memiliki dua sifat utama. Pertama, fatwa bersifat responsif. Fatwa merupakan penjelasan tentang hukum syara yang diperoleh melalui hasil ijtihad yang
dilakukan setelah muncul suatu pertanyaan yang diajukan oleh peminta fatwa. Kedua, fatwa bersifat opsional ‘ikhtiariyah’ pilihan yang tidak mengikat secara
legal, meskipun mengikat secara moral bagi mustafti pihak yang meminta fatwa, sedangkan bagi selain mustafti bersifat ‘i’lamiyah’ atau informatif yang
lebih dari sekedar wacana. Mereka terbuka mengambil fatwa yang sama atau meminta fatwa kepada mufti yang lain. Jika ada lebih dari satu fatwa mengenai
suatu masalah yang sama maka umat boleh memilih mana yang lebih
16
Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam Jakarta: Elsas, 2008, h. 20
17
Amir Syarifudin, ushul fiqh jakarta; Logos Wacana Ilmu, 2001 Jil.2 h. 429 Dalam Tesis Ica Purba Nur Hendra, “Konsep Elastisitas Fatwa Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyya,” Tesis S2
Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h.41
memberikan qana’ah penerimakepuasan secara argumentatif atau secara batin. Hal ini disebabkan bahwa fatwa tidaklah mengikat sebagaimana putusan
pengadilan qadha.
18
Pada umumnya fatwa dikeluarkan sebagai jawaban atas pertanyaan yang merupakan permasalahan atau kasus yang telah terjadi. Dalam kaitan ini, seorang
mufti boleh menolak memberikan fatwa atas pertanyaan tentang peristiwa yang belum terjadi. Namun demikian seorang mufti tetap disunnahkan untuk
menjawab pertanyaan seperti itu, sebagai langkah hati-hati agar tidak termasuk orang yang menyembunyikan ilmu.
19
Penjelasan tentang pengertian fatwa tersebut, sekaligus menjelaskan rukun dari fatwa, yaitu: pertama, usaha memberikan penjelasan yang disebut ifta.
Kedua, orang yang menyampaikan jawaban hukum kepada yang telah mufti; ketiga, orang yang meminta penjelasan hukum kepada yang telah mengetahuinya
disebabkan oleh ketidaktahuanya tentang hukum suatu kejadian kasus yang telah terjadi, orang disini disebut mustafti; keempat, materi jawaban hukum syara
yang disampaikan oleh mufti yang disebut fatwa.
20
18
Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: Elsas, 2008, h. 20
19
Ibid., h.20
20
Fahruroji, “Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Murabahah; Suatu Analisis Metode Hukum dan Pelaksanaanya di BII Syariah,” Tesis S2 Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam
Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h.21.