Pemulihan Jasa Kepuasan Pelanggan

C. Pemulihan Jasa

Konsep pemulihan jasa service recovery mengalami evolusi dari waktu ke waktu. Sebelum dekade 1970 dan awal 1980an, istilah ini mengacu pada upaya memperbaiki kerusakan computer atau alat telekomunikasi, atau menangani kerusakan setelah terjadinya bencana alam. Mulai awal 1970an dan berlanjut pada dekade berikutnya, para pemasar mulai menekankan bukan hanya pada insiden pemulihan jasa dalm konteks reaktif memecahkan masalah jasa spesifik, namun juga berfokus pada manfaat pemuluhan dalam jangka panjang, seperti peningkatan loyalitas pelanggan dan komunikasi gethok tular yang lebih positif. Artikel klasik yang dipublikasikan Hart, et al 1990 dalam Tjiptono 2007:465. Secara garis besar aktivitas yang diperlukan dalam rangka memulihkan layanan pelanggan, meliputi beberapa hal berikut Bowen Johnston, 1999 dalam Tjiptono, 2007:465 : 1. Respons, pengakuan bahwa telah terjadi masalah atau kegagalan jasa, permohonan maaf, empati, respons yang cepat, keterlibatan manajemen. 2. Informasi, penjelasan atas kegagalan yang terjadi, mendengarkan pandangan pelanggan terhadap solusi yang diharapkan, menyepakati solusi, menjamin bahwa masalah yang sama tidak akan terulang lagi, permohonan maaf tertulis. 3. Kompensasi, token compensation , kompensasi ekuivalen atau pengembalian uang. Proses pemulihan jasa yang efektif dan komprehensif terdiri atas empat tahap utama Fandy Tjiptono, 2007:466, yakni: 1. Mengidentifikasi kegagalan jasa service failure 2. Memecahkan masalah pelanggan 3. Mengkomunikasikan dan mengklasifikasikan kegagalan jasa 4. Mengintegrasikan data dan menyempurnakan jasa keseluruhan

D. Aplikasi teori keadilan jasa

Teori keadilan adalah suatu teori yang berakar dari ilmu hukum. Saat ini teori keadilan telah dikembangkan dalam konteks jasa untuk mengukur keadilan dari penyampaian jasa. Berry dan Seiders 1998 dalam Keumaladewi 2006:15, mendefinisikan keadilan dalam konteks jasa sebagai berikut ”Justice, a customer’s perception of fairness of the overall outcome of a service encounter ” adalah penting untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara pelanggan dengan perusahaan dalam suatu timbangan keadilan. Hubungan yang terjadi haruslah seimbang. Dalam perspektif pelanggan, pelanggan telah mengeluarkan biaya untuk mendapatkan jasa, maka perusahaan haruslah menyediakan jasa yang telah dibayar oleh pelanggan tersebut. Apabila pertukaran yang terjadi adil, maka timabangan akan seimbang, dan semuanya berjalan baik. Namun apabila perusahaan tidak menyampaikan jasa seperti yang dijanjikan , pelanggan akan merasa menderita kerugian, sebagai hasil dari ketidakadilan. Saat itu terjadi, tugas perusahaan adalah untuk menyeimbangkan timbangan kembali, dan merubah pelanggan yang tidak puas menjadi puas dan loyal kembali. Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Atau dengan kata lain keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntutan hak dan menjalankan kewajiban. Sebagai contoh, bila kita mengakui hak hidup kita, sudah sewajarnyalah kita mempertahankan hak hidup kita dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain juga mempunyai hak dan kewajiban hidup yang sama dengan kita. Berdasarkan segi etis, manusia diharapkan untuk tidak hanya menuntut hak dan melupakan atau tidak melaksanakan kewajibannya sama sekali. Sikap dan tindakan manusia yang semata-mata hanya menuntut haknya tanpa melaksanakan kewajibannya akan mengarah pada pemerasan atau perbudakan terhadap orang lain. Keadilan merupakan suatu hal yang penting diperhatikan dalam hal pencapaian kepuasan pelanggan karena setiap individu ingin diperlakukan secara adil Walster, dan Berscheid, 1978 dalam Keumaladewi 2006:16, Mowen dan Groove 1983 dalam Keumaladewi 2006:16. Dalam penelitiannya Davidow 2003:69 telah mengembangkan prinsip keadilan untuk mengukur keadilan prosedural, distributive, dan interaksional dalam suatu penelitian mengenai kegagalan dan pemulihan jasa. Dan juga penelitian Hema Malini 2003:5 yang telah menguji ketiga konsep teori keadilan yang diterimanya dari perusahaan, yaitu keadilan interaksional, keadilan prosedural, dan keadilan distributif terhadap kepuasan mengenai penanganan keluhan.

1. Keadilan Interaksional

Dalam penelitian Hema Malini 2003:11, keadilan interaksional adalah perlakuan interpersonal yang diterima pelanggan selama prosedur pengaduan berlangsung. Keadilan interaksional ini menggambarkan aspek dari kesopanan, kepedulian, dan kejujuran selama proses pengaduan, seperti menyediakan penjelasan dan usaha yang berarti dalam mencairkan konflik yang terjadi. Tax, Brown dan Chandrashekaran 1998 dalam Hema Malini 2003:11 menjelaskan bahwa faktor interaksional membantu menjelaskan mengapa seseorang merasa diperlakukan tidak adil, meskipun mereka akan menggambarkan prosedur pengambilan keputusan dan hasil yang adil. Keadilan interaksional sebagai persepsi keadilan di dalam interaksi antara individu saat penyampaian jasa. Keadilan interaksional juga didefinisikan sebagai kualitas interaksi antara dua pihak yang terlibat di dalam suatu konflik. Keadilan interaksional timbul dari bagian interpersonal dari suatu transaksi. Keadilan interaksional merupakan suatu bagian yang intangible dari suatu pengalaman jasa yang terbentuk dari penilaian keadilan yang berhubungan dengan kejujuran, keramahan, usaha, empati, dan penjelasan Keumaladewi, 2006:18. Kesdilan interpersonal ini menggambarkan aspek kesopanan, kepedulian, dan kejujuran selama proses pengaduan, seperti menyediakan penjelasan dan usaha yang berarti dalam menyelesaikan konflik atau perselisihan yang terjadi. Lebih lanjut dijelaskan dalam penelitian Hama Malini 2003:12, penelitian marketing mengenai perilaku organisasi dan psikologi sosial memberikan pengetahuan tentang lima elemen penting dalam keadilan interaksional, yaitu : a. Kejelasan explanation b. Kejujuran honesty c. Kesopanan politeness d. Usaha effort e. Kepedulian empathy Keadilan interpersonal menggambarkan aspek kesopanan, kepedulian, kejujuran, selama proses pengaduan, seperti menyediakan penjelasan dan usaha yang berarti dalam menyelesaikan konflik atau perselisihan yang terjadi. Tax dan Brown 1998 dalam Hama Malini 2003:12 mengatakan bahwa keadilan interaksional berpengaruh positif terhadap kepuasan atas penanganan keluhan.

2. Keadilan Prosedural

Dalam penelitian Hema Malini 2003:13 mendefinisikan keadilan prosedural sebagai keadilan yang dapat dirasakan pelanggan sebagai proses dimana pada akhirnya permasalahan dapat diselesaikan. Konsep dalam keadilan prosedural adalah pelanggan diberi kesempatan untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi dan perusahaan memberikan penjelasan yang dapat diterima oleh pelanggan. Keadilan prosedural ini sangat penting karena bertujuan untuk menyelesaikan konflik, sebagai cara untuk mendorong kelanjutan hubungan produktif diantara pihak-pihak yang berselisih terutama pada saat hasilnya tidak memuaskan bagi satu pihak ataupun bagi kedua pihak. Menurut Davidow 2003:69 Keadilan prosedural berkaitan dengan keadilan yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian prosedur, pelanggan membuat suatu penilaian subjektif mengenai proses yang dilakukan penanganan kegagalan jasa. Atribut-atribut dari penilaian tersebut adalah tanggung jawab, waktu dan kecepatan, kenyamanan, tindak lanjut, process control, kefleksibelan, dan pengetahuan mengenai proses. Keadilan prosedural merupakan prediksi penting dan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan. Menurut Tax, Brown dan Chandrashekaran 1998 dalam Hema Malini 2003:13 menggambarkan lima elemen penting pada keadilan prosedural yang diidentifikasikan dalam bidang hukum, pemasaran, psikologi, dan literatur organisasi yang merupakan bagian penting untuk mengevaluasi keluhan. Lima elemen yang digunakan dalam penelitiannya adalah : 1. Kontrol proses proses control 2. Kemudahan yang dicapai accessibility 3. Kecepatan timing atau speed 4. Kemudahan menyesuaikan flexibility Berbagai elemen itu secara bersama-sama menyatakan bahwa prosedur penanganan keluhan yang adil adalah harus mudah diakses, menyediakan unsur kontrol bagi para pelanggan yang menyampaikan keluhan, fleksibel dan diselesaikan dengan cara yang pantas dan tepat waktu. Menurut Sweeny 1992 dalam Hema Malini 2003:14 berdasarkan hasil penelitiannya mengatakan bahwa keadilan prosedural merupakan prediksi penting dan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan, kinerja perusahaan, dan komitmen perusahaan. Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh Smith, Bolton dan Wagner 1999:366 berdasarkan hasil penelitiannya juga mengatakan bahwa keadilan prosedural yang diberikan oleh perusahaan dapat mempengaruhi kepuasan pelayanan encounter yang diterima oleh pelanggan.

3. Keadilan Distributif

Keadilan distributif ialah keadilan yang berhubungan dengan jasa, kemakmuran, atau keberadaan menurut kerja, kemampuan, dan kondisikeberadaan seseorang Saifudiens, 2009. Keadilan distributif merupakan persepsi keadilan dari hasil yang terlihat tangible dari suatu penyampaian jasa . Kelley, hoffman , dan Davis 2001 dalam Hema malini 2003:5 mengatakan bahwa keadilan distributif adalah keadilan yang berhubungan dengan hasil keputusan penyelesaian atas penanganan keluhan pelanggan. Keadilan ini menggambarkan aspek dari, koreksi pada harga corrections of charges, penggantian biaya refund, perbaikan repairs, kredit credit, penggantian barang replacement, dan permintaan maaf apologies. Menurut Reis 2000 dalam Hema Malini 2003:15, terdapat sekurang-kurangnya 17 standard peraturan dari keadilan distributif yang telah dicatat ke dalam leteratur. Hal-hal yang khusus diantaranya adalah prinsip : equity, equality dan need. Menurut Oliver dan Swan 1999 dalam Hema Malini 2003:15, kebanyakan dari penelitian marketing memfokuskan pada prinsip equity dan beberapa penelitian mengatakan bahwa equity berpengaruh terhadap kepuasan konsumen, disamping itu pembelian ulang keputusan dari word of mouth juga berpengaruh. Tax, Brown dan Chandrashekaran 2001 dalam Hema Malini 2003:16, mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan yang menjanjikan untuk memberikan kepuasan akan menciptakan harapan pada pelanggan. Hal ini berarti berbagai keluhan yang diberikan akan ditangani dalam kerangka yang mengacu pada aturan kebutuhan. Mereka yang mengajukan keluhan dan mengetahui penyelesaian keluhan orang lain juga berharap mendapatkan perlakuan yang sama. Oleh karena itu, pelanggan akan mengevaluasi kelayakan kompensasi secara berbeda-beda yang berdasarkan : pengalaman sebelumnya baik dengan perusahaan yang bersangkutan maupun perusahaan lain, pengetahuan akan penyelesaian yang diperoleh pelanggan lain dan persepsi dari kerugian-kerugian yang dialami. Hal ini menyatakan bahwa keadilan distributif paling tepat dilakukan untuk penanganan keluhan yang diberlakukan dalam kerangka umum, seperti apakah hasil penanganan keluhan adalah seperti sesuai dengan yang seharusnya yaitu dapat memnuhi kebutuhan dan keadilan dari pelanggan. Dalam penelitian Hema malini 2003:16 mengatakan bahwa keadilan distributif merupakan prediksi penting dan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan. Keadilan distributif ini meliputi alokasi kompensasi diskon, penggantian biaya, pemberian kupon, dan penggantian barang, hal ini adalah respon perusahaan atas perbaikan kegagalan pelayanan yang diberikannya. Kepuasan pelayanan encounter dipengaruhi secara positif oleh keadilan distributif yang diberikan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil penelitiannya, perhitungan keadilan distributif mempunyai persentasi nilai yang paling besar dari keseluruhan efek keadilan pada kepuasan pelanggan. Penelitian-penelitian empiris telah mendukung peranan keadilan distributif dalam pemulihan jasa, suatu keadilan distributif berhasil dicapai di dalam suatu pemulihan jasaapabila setidaknya pelanggan menerima apa yang harusnya mereka terima sebelum kegagalan jasa ini terjadi. Kelley, Hoffman dan Davis 1993 dalam Hema malini 2003:15 mengemukakan bahwa dalam penanganan keluhan, distribusi dan hasil akhir penyelesaian dapat dilihat dari : 1. Penggantian biaya refunds 2. Perbaikan repairs 3. Koreksi corrections 4. Permintaan maaf apologies

E. Word of mouth

Silverman 2001 dalam Keumaladewi 2006:18 mendefinisikan Word of Mouth WOM sebagai berikut: Word of Mouth is communication about products and services between people who are perceived to be independent of the company providing the product or services, in a medium perceived to be independent of the company. Menurut John C Mowen Jilid II terjemahan Dwi Kartini 2002:180 mengatakan bahwa komunikasi word of mouth mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran, atau ide-ide di antara dua konsumenatau lebih, yang tak satupun merupakan sumber pemasaran. Komunikasi word of mouth mempunyai pengaruh yang sangat kuat etrhadap perilaku pembelian konsumen. Studi lainnya mendapatkan bahwa pengaruh komunikasi word of mouth adalah dua kali lebih efektif dari iklan, radio, dan tujuh kali lebih efektif dari surat kabar dan majalah. Word of mouth diartikan sebagai suatu bentuk komunikasi mengenai produk barang dan jasa antara orang-orang yang independen, bukan merupakan bagian dari perusahaan penyedia produk tersebut, yang terjadi melalui medium yang juga diyakini independen. Komunikasi Word of Mouth dapat dianggap sebagai salah satu bentuk tradisional dari komunikasi pemasaran. Word of Mouth merupakan komunikasi interpersonal yang bersifat informal dengan pelakunya konsumen sendiri bukan tenaga pemasaran. Word of mouth dianggap sebagai bentuk iklan yang paling kredibel. Implikasinya terhadap para pemasar antara lain mereka akan berfokus kepada kepuasan pelanggan. Perkembangan teknologi pun membuat konsumen semakin cekatan dalam menghindari periklanan tradisional. Word Of Mouth adalah sebuah konsep paling sederhana dalam marketing namun juga sebuah konsep marketing yang tidak akan hilang ditelan ombak. Kini para pemasar mengadopsi kembali konsep Word Of Mouth . Ini karena melihat kenyataan bahwa pembelian bukan sebagai respons dari iklan, namun sebagai respons dari apa yang mereka dengar sebelumnya dari sumber-sumber yang dipercayai Syafrizalrahadian, 2009 . Dalam Dian Kamalia 2006:20 , dampak pemasaran Word of Mouth hampir selalu besar, bahkan lebih besar dari komunikasi personal, massa, atau langsung. Menurut Harrison 2001 dalam Yusuf 2010:23 Intensitas Word of Mouth lebih dihasilkan melalui kepuasan, kepuasan menghasilkan sebuah summative experience evaluation dan hal ini bisa membentuk kandungan dari sebuah pesan Word of Mouth. Informasi Word of Mouth menawarkan solusi pada masalah ketidakpastian layanan yang ditawarkan sebelum menggunakan, sehingga konsumen mencari informasi Word of Mouth dari sumber yang telah berpengalaman dalam pemakaian suatu produk atau barang atau jasa, Cristiani, 2007:18 Dalam banyak industri terutama sektor jasa, pendapat atau opini positif dari teman atau keluarga jauh lebih persuasif dan kredibel dari pada iklan. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang tidak hanya meneliti kepuasan total, namun juga menelaah sejauh mana pelanggan bersedia merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain. Word of mouth negatif bisa merusak reputasi dan citra perusahaan. Pelanggan yang tidak puas bisa mempengaruhi sikap dan penilaian negative rekan atau keluarganya terhadap barang dan jasa perusahaan. Word of mouth negatif biasanya tersebar jauh lebih cepat dari pada Word of Mouth positif. Bahkan biasanya dikatakan bahwa gossip negative bisa menyebar secepat virus. Apalagi ada kecenderungan bahwa lebih besar kemungkinan seorang pelanggan yang tidak puas menceritakan pengalaman buruknya kepada orang lain dari pada pelanggan yang puas menyampaikan pengalaman positifnya. Belum lagi ada kecenderungan orang suka melebih-lebihkan cerita pengalamannya. Itulah sebabnya banyak perusahaan yang mengadopsi program kepuasan pelanggan Fandy Tjiptono, 2007 :344. Walker 2001:60 menyatakan bahwa terdapat dua konstruk untuk pengukuran komunikasi Word of Mouth yakni Word of Mouth activity dan Word of Mouth praise. Word of Mouth activity dalam hal ini berkaitan dengan tingkat penyebaran Word of Mouth. Dan Word of Mouth praise berkaitan dengan valensi Word of Mouth.

1. Tingkat Penyebaran Word of Mouth

Davidow 2003:71, mengatakan bahwa penyebaran word of mouth adalah aktifitas melakukan komunikasi word of mouth, kecenderungan pelanggan untuk menceritakan pengalaman keluhannya. Tingkat penyebaran Word of Mouth dapat dilihat dari seberapa sering seorang individu terlibat di dalam komunikasi Word of Mouth dan juga dari banyaknya kontak yang dilakukan. Dichter 1966 dalam Keumaladewi 2006:20, mengatakan bahwa Frekuensi keterlibatan seseorang yang tinggi terhadap produk barang ataupun jasa akan mengakibatkan terjadinya pikiran-pikiran ataupun emosi yang berlebih yang dapat dengan mudah dilekuarklan melalui komunikasi Word of Mouth, yang terkadang dilakukan dengan sengaja, dengan tujuan untuk melepaskan ketegangan atau pengalaman. Keterlibatan yang intens dengan suatu advertising messages , juga menciptakan keinginan untuk terlibat dalam komunikasi Word of Mouth mengenai pesan ataupun produk tersebut. Holmes dan Lett 1977 dalam Keumaladewi 2006:21, menemukan bahwa tingkat penggunaan, dan intensi penggunaan ulang keduanya memiliki hubungan yang positif dengan perilaku penyebaran Word of Mouth . Penyebaran melalui mulut word of mouth ini tidak dapat dibendung. Hal ini akan memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap produk atau pelayanan atau jasa yang dimaksud. Hasil penelitian Octovate Consulting Group tentang penyebaran Word of Mouth ini menyebutkan bahwa 89 konsumen akan membeli barang berdasarkan rekomendasi orang lain atau dapat menggunakan jasa pelayanan yang direkomendasikan oleh orang lain, melalui penyebaran komunikasi Word of Mouth ini. Istilah Word of Mouth digunakan untuk mendefinisikan komunikasi verbal baik bersifat positif maupun negatif. Komunikasi ini dapat berupaperbincangan antara dua orang atau lebih, atau sekedar penyampaian testimonial secara satu arah. Medianya dapat berupa pertemuan tatap muka, telepon, e-mail, listgroup, atau komunikasi lainnya. Word of Mouth positif diyakini sebagai sarana yang sangat berharga dalam mempromosikan produk barang dan jasa perusahaan. Kotler dalam Cristiani, 2007 memberikan penjelasan bahwa ada 2 manfaat dari Word of Mouth, yakni : 1. Sumber Word of Mouth adalah meyakinkan, artinya Word of Mouth adalah metode promosi dari konsumen oleh konsumen dan untuk konsumen. Mempunyai konsumen yang loyal merupakan impian semua produsen. Tidak hanya kepuasan konsumen akan mengulangi pembelian, tetapi mereka juga bercerita kepada orang lain. 2. Sumber Word of Mouth mempunyai biaya rendah, artinya selalu mempertahankan hubungan dengan konsumen yang puas dengan produk yang dibelinya dan membuat konsumen menjadi penyebar informasi bagi produk yang berbiaya kecil.

2. Valensi Word of Mouth

Dalam penelitiannya Davidow 2003:71 mengatakan bahwa valensi word of mouth adalah tingkat kepositifan dari komunikasi word of mouth yang telah dilakukan pelanggan. Dari perspektif pemasaran, Word of Mouth dapat dipandang sebagai suatu valensi positif atau negatif . Positif Word of Mouth terjadi saat berita baik dan endorsement yang diinginkan perusahaan diucapkan. Hal ini dapat terjadi berdasarkan atas pengalaman pribadi, ataupun pengaruh dari komunikasi yang dilakukan pihak ketiga. Negatif Word of Mouth merupakan kebalikannya. Hal ini berati bahwa hal negatif dari sudut pandang perusahaan dapat dianggap positif dari sudut pandang pelanggan. Geoffrey 2003:332, menemukan bahwa kecenderungan untuk melakukan negative Word of Mouth adalah positif dengan ketidakpuasan dan berhubungan negative dengan persepsi pelanggan. WOM Negatif Positif Menurut Kotler 1994 dalam Dion Kamalia 2006 , konsumen menerima dan menanggapi Word of Mouth pada kondisi dan situasi : 1. Konsumen kurang dapat informasi yang cukup untuk membantu dalam melakukan pilihan. 2. Produknya sangat kompleks dan sulit dinilai dengan menggunakan penilaian konteks. 3. Seseorang kurang mampu untuk dapat menilai produk, tidak penting bagaimana informasi disebarkan dan ditujukan. 4. Sumber lain mempunyai kredibilitas rendah. 5. Pengaruh orang lain lebih mudah dijangkau dari pada sumber lain, dan karena dapat dikonsultasikan dengan menghemat waktu, dan tenaga. 6. Kuatnya ikatan sosial yang ada antar penyebar dan penerima informasi. Word of Mouth lebih efektif apabila digunakan dalam hal promosi produk jasa dibandingkan barang karena produk jasa memiliki karakteristik yang intangible tidak nyata sehingga lebih beresiko dibandingkan dalam pembelian produk barang. Karena itu biasanya calon konsumen produk jasa akan lebih membutuhkan rekomendasi dari orang lain mengenai produk jasa tersebut. Elemen yang terpenting adalah bahwa Word of Mouth terjadi dari atau di antara orang-orang yang dipersepsikan tidak memiliki kepentingan komersial dalam mendorong orang lain untuk menggunakan produk tertentu. Ini berarti tidak terdapat insentif tertentu yang menyebebkan disampaikannya informasi yang salah atau tidak benar. Word of Mouth dianggap juga sebagai sarana komunikasi yang sangat ”powerful” dan dalam beberapa literatur dikatakan bahwa penyebabnya adalah konsumen lebih percaya pada sumber-sumber informasi personal atau informal dalam membuat keputusan pembelian suatu produk, dibandingkan dengan sumber-sumber formal seperti iklan Bansal dan Voyer, 2000:169.

F. Kepuasan Pelanggan

Definisi kepuasan pelanggan menurut Brown 1992 The state in which customer neesds, wants and expectation throughout the product on services life are met or exceeded resulting in repeat purchase, loyalty and favorable word of mouth. Definisi tersebut mengandung arti bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu kondisi dimana kebutuhan, dan keinginan pelanggan dan harapan konsumen terhadap sebuah produk dan jasa sesuai atau terpenuhi dengan tampilan dari produk dan jasa tersebut. Konsumen yang puas akan mengkonsumsi produk dan jasa tersebut secara terus menerus, mendorong konsumen loyal terhadap produk dan jasa tersebut dan senang hati mempromosikan produk dan jasa tersebut dari mulut ke mulut. Kepuasan berkaitan dengan evaluasi subyektif terhadap perasaan seseorang. Perasaan yang timbul merupakan sebuah fungsi diskonfirmasi dan outputnya relatif terhadap input. Hasil akhir dari evaluasi ini berupa perasaan akan pemenuhan yang positif atau negatif. Menurur Kotler 2004:17, “Satisfaction is a person’s feelings of pleasure or disapointment resulting from comparing a product perceived performance or outcome in relation to his or her expectations”. Kepuasan pelanggan adalah sejauh mana tanggapan kinerja produk memenuhi harapan pembeli. Bila kinerja produk lebih rendah ketimbang harapan pelanggan, maka pembelinya tidak puas. Bila presentasi sesuai atau melebihi harapan maka pelanggan merasa puas. Menurut Kotler Jilid II 2005:70 Perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja hasil produk atau jasa terhadap kinerja yang diharapkan. Jika kinerka memenuhi harapan, maka pelanggan akan puas. Kepuasan merupakan penilaian mengenai ciri atau keistimewaan produk atau jasa itu sendir, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi konsumen. Kepuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian atau norma kerja lainnya dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya Day dalam Rino Desanto, 2008:7. Kepuasan pelanggan sebagai tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa, dikutip oleh Setiawan, 2004 dalam Rino Desanto2008:7. Tjiptono 2007:348 mengatakan bahwa kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek krusial, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatnya reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan, dan meningkatnya efisiensi dan produktivitas karayawan. Kepuasan pelanggan adalah sebuah peringkat kepuasan yang dapat diuraikan sebagai suatu kesesuaian pilihan produk dengan pemanfaatannya. Kepuasan pelanggan adalah adalah suatu fenomena yang multidimensial, seperti perceived quality atas jasa dalam mempertahankan pelanggan. Menurut Hoffman dan Bateson dalam Fitri Rahmayuni, 2006:29, mengatakan bahwa ada 3 bentuk untuk menilai kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan, yaitu : 1. Diskonfirmasi Positif, yaitu apabila kinerja lebih baik dari yang diharapkan. 2. Diskonfirmasi Sederhana, yaitu apabila kinerja sama dengan yang diharapkan. 3. Diskonfirmasi Negatif, yaitu apabila kinerja kurang dari yang diharapkan. Tingkat kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Menurut Freddy Rangkuti 2006:24 mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penelitian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan konsumen. Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan keinginan pelanggan Produk Jasa Pelanggan nilai produk Tingkat Kepuasan Harapan Jasa bagi pelanggan Pelanggan terhadap produk Sumber : Freddy Rangkuti 2006 measuring customer satisfaction. Jilid III, hal 24 Freddy Rangkuti 2006:24 mengatakan bahwa Tujuan utama perusahaan adalah menciptakan kepuasan pelanggan, namun jika harus menurunkan harga atau meningkatkan jasa mereka yang kemudia terjadi adalah penurunan keuntungan. Untuk mengetahui bagaimana mengenai kebutuhan pelanggan tanpa harus mengorbankan keuntungan, perusahaan dapat mengukur kepuasan pelanggan dengan beberapa metode. Menurut Cravens dalam Jum’i, 2007:31 , tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu : 1. Citra Image Suatu citra dari perusahaan atau merek merupakan suatu hal yang juga dapat memberikan keunggulan kompetitif karena hal tersebut akan mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. 2. Kinerja karyawan employee performance Kinerja suatu produk dan sistem pengantoran tergantung kepada seberapa baik keseluruhan fungsi organisasi dalam usaha memuaskan kepuasan konsumen. Sehingga semua pihak dalam organisasi akan mempengaruhi konsumen termasuk karyawan. 3. Persaingan Competition Kekuatan dan kelemahan pesaing juga akan mempengaruhi kepuasan kosumen dan memberikan peluang untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Menemukan kesenjangan antara kebutuhan konsumen dengan yang ditawarkan pesaing akan memberikan peluang untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Tjiptono 2007: 356 menerangkan tentang model kepuasan pelanggan, diantaranya model diskonfirmasi harapan expectancy disconfirmation model , equity theory, experientially based affective feeling, assimililation contrast theory, ooponent process theory , serta model anteseden dan konsekuensi kepuasan pelanggan. 1. expectancy disconfirmation model Bedasarkan konsumsi atau pemakaian produk atau merek tertentu dan juga merek lainnya dalam kelas produk yang sama, pelanggan membentuk harapannya mengenai kinerja dari merek bersangkutan. Harapan atas kinerja ini dibandingkan dengan kinerja aktual produk yakni persepsi terhadap kualitas. 2. Equity Theory Model trasdisional Equity Theory dikenal pula dengan istilah keadilan distributif dalam leteratur sosiologi berusaha mengoperasionalkan prinsip utama ”pertukaran” exchange. Menurut Homans dikutip dalam Tjiptono 2007:358, reward yang didapatkan seseorang dari pertukarannya dengan orang lain harus proporsional dengan investasinya. 3. Attribution Theory Attribution Theory mengidentifikasi proses yang dilakukan seseorang dalam menentukan penyebab aksi tindakan dirinya, orang lain, dan objek tertentu. Atribusi yang dilakukan seseorang bisa sangat mempengaruhi kepuasan purnabelinya terhadap produk atau jasa tertentu, karena atribusi memoderasi perasaan puas atau tidak puas. 4. Experientally based affective feelings Pendekatan eksperiensial berpandangan bahwa tingkat kepuasan pelanggan dipengaruhi perasaan positif dan negatif yang diasosiakan pelanggan dengan barang atau jasa tertentu setelah pembeliannya. Dengan kata lain, selain pemahaman kognitif mengenai diskonfirmasi harapan, perasaan yang timbul dalam proses purnabeli juga mempengaruhi perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dibeli. 5. Assimilation Contrast Theory Menurut teori ini, konsumen mungkin menerima penyimpangan deviasi dari ekspektasinya dalam batas tertentu. Apabila produk atau jasa yang dibeli dan dikonsumsi tidak terlalu berbeda dengan apa yang diharapkan pelanggan, maka kinerja produk atau jasa tersebut akan diasimilasi atau diterima dan produk atau jasa bersangkutan akan dievaluasi secara positif. 6. Opponent Process Theory Teori ini berusaha menjelaskan mengapa pengalaman konsumen yang pada mulanya sangat memuaskan cenderung dievaluasi kurang memuaskan pada kejadian atau kesempatan berikutnya. Dasar pemikirannya adalah pandangan bahwa organisme akan beradaptasi dengan stimuli di lingkungannya, sehingga stimuli berkurang intensitasnya sepanjang waktu 7. Model anteseden dan konsekuensi pelanggan Model anteseden dan konsekuensi kepuasan pelanggan. Dalam model tersebut anteseden kepuasan pelanggan meliputi, ekspektasi pelanggan, diskonfirmasi ekspektasi, kinerja, affect, equity penilaian konsumen terhadap keadilan interaksional, prosedural dan distributif. Sedangkan konsekuensi kepuasan pelanggan diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu perilaku komplain, perilaku word of mouth, dan minat pembelian ulang. Gambar 2.2 Model Anteseden dan Konsekuensi Kepuasan Pelanggan Ekspektasi Affect Equity keadilan diatributif Perilaku komplain Minat pembelian Ulang Word of mouth Kepuasan Kinerja Diskonfirmasi Sumber : Szmanski dan Henard 2001 dalam Tjiptono 2007:353 Tjiptono 2007:366 mengemukakan enam konsep cara mengukur kepuasan pelanggan, yaitu : 1. Kepuasan pelanggan keseluruhan Overall Customer Satisfaction Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah langsung menanyakan kepada pelanggan seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya ada dua bagian dalam proses pengukurannya. Pertama, mengukur tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk dan jasa perusahaan bersangkutan. Kedua, menilai dan membandingkannya dengan tingkat kepuasan pelanggan keseluruhan terhadap produk dan jasa para pesaing. 2. Dimensi kepuasan pelanggan Berbagai penelitian memilah kepuasan pelanggan ke dalam komponen-komponennya. Umumnya, proses semacam ini terdiri atas empat langkah. Pertama, mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci kepuasan pelanggan. Kedua, meminta pelanggan menilai produk dan jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, atau keramahan staf layanan pelanggan. Ketiga, meminta pelanggan menilai produk dan jasa pesaing berdasarkan item- item spesifik yang sama. Dan keempat, meminta para pelanggan untuk menentukan diemnsi-dimensi yang menurut mereka paling penting dslam menilai kepuasan pelanggan keseluruhan. 3. Konfirmasi Harapan Confirmation of Expectations Dalam konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung , namun disimpulkan berdasarkan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kinerja actual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting. 4. Minat pembelian ulang Repurchase intent Kepuasan pelanggan diukur secara behavioral dengan jalan menanyakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunakan jasa perusahaan lain. 5. Kesediaan untuk merekomendasi Willingness to recommend Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relative lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian seperti pembelian mobil, broker rumah, asuransi jiwa, tur keliling dunia, dan sebagainya, kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk dianalisis dan ditindaklanjuti. 6. Ketidakpuasan pelanggan Customer Dissatisfaction Beberapa macam aspekk yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan, meliputi komplain, retur atau pengembalian produk, biaya garansi, product recall penarikan kembali produk dari pasar, gethok tular negative, dan defections konsumen yang beralih ke pesaing .

G. Intensitas Penggunaan Ulang Pelanggan

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Harga Dan Word Of Mouth Terhadap Keputusan Pembelian Sabun Sunlight Cair Pada Konsumen Rumah Tangga Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan

26 311 107

Pengaruh Word of Mouth Communication Terhadap Keputusan Pembelian di Pasar Tradisional Pajak USU Jamin Ginting Medan

1 52 112

Analisis pengaruh kepuasan konsumen dan tie strength terhadap terciptanya word of mouth pada film laskar pelangi (studi kasus pada mahasiswa-mahasiswa Universitas Islam egeri Syarif Hidayatullah Jakarta

0 9 106

Analisis pengaruh promotional mix dan pengaruh word of mouth terhadap pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk asuransi jiwa

1 15 135

Analisis Pengaruh Inovasi Produk, Persepsi Harga, Lokasi dan Word Of Mouth Terhadap Proses Keputusan Pembelian Venus Bakery (Studi Kasus Pada Konsumen Venus Bakery Jalan Pajajaran Bogor Timur)

0 17 203

PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN DAN INSENTIF TERHADAP PERILAKU WORD-OF-MOUTH KONSUMEN JASA BENGKEL PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN DAN INSENTIF TERHADAP PERILAKU WORD-OF-MOUTH KONSUMEN JASA BENGKEL AHASS ASTRA MOTOR DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI.

0 1 13

Pengaruh Kepuasan Pelanggan Atas Penanganan Keluhan terhadap Pembelian Ulang pada Alphabet di Bandung.

0 0 24

Pengaruh Kualitas Layanan dan Kepuasan Pelanggan terhadap Word of Mouth (Studi Kasus Penelitian di Salon Anata Bandung).

0 0 33

PENGARUH KEPUASAN PELANGGAN DAN NIAT PEMBELIAN ULANG TERHADAP WORD OF MOUTH KOBER MIE SETAN SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 15

PENGARUH KEPUASAN PELANGGAN DAN NIAT PEMBELIAN ULANG TERHADAP WORD OF MOUTH KOBER MIE SETAN SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 16