mengemukakan lima langkah yang dapat dilakukan untuk meraih sukses didunia jasa, yaitu :
1. Renewing the service offering 2. Localizing the point-of-service system
3. Leveraging the service “contract” 4. Using information power strategically
5. Determining the strategic value of a service business
B. Kegagalan Jasa
Kegagalan jasa merupakan suatu situasi dimana terdapat sesuatu yang berjalan tidak semestinya. Karakteristik jasa yang tidak dapat dipisahkan dari
tingginya kontak langsung menyebabkan kegagalan jasa umumnya tidak dapat disamarkan kepada pelanggan. Boshoff, 1997 dalam Keumaladewi, 2006 : 7.
Menurut Denham 1998 dalam Tjiptono 2007:450 , mengatakan bahwa secara garis besar masalah-masalah yang dihadapi setiap perusahaan bisa
ditelusuri dari tiga sumber utama, yaitu : 1.
Masalah disebabkan oleh perusahaan itu sendiri, misalnya janji yang berlebihan.
2. Masalah disebabkan karyawan, misalnya perlakuan kasar dan tidak sopan.
3. Masalah disebabkan pelanggan, misalnya tidak teliti membaca instruksi
atau petunjuk yang diberikan.
Tjiptono 2007:450 mengatakan bahwa kegagalan jasa terjadi pada berbagai critical incidents dalam service encounters. Setiap service
encounters terbentuk dari sejumlah critical incidents. Atau ”moment of
truth ”, yaitu momen interaksi spesifik dan actual antara pelanggan dengan
karyawan penyedia jasa, terutama yang memuaskan dan tidak memuaskan. Beberapa contoh kegagalan jasa yang terjadi dalam critical incidents jasa
penerbangan antara lain kekeliruan dalam penanganan bagasi, layanan yang lambat, sikap petugas yang tidak simpatik, dan perubahan skedulpenerbangan
tanpa pemberitahuan. Renspons karyawan terhadap kegagalan jasa berhubungan langsung
dengan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Kegagalan jasa umunyadikelompokkan ke dalam tiga kategori berikut Bitner, et al 1990
dalam Tijptono 2007:451 : 1.
Respons karyawan terhadap kegagalan sistem penyampaian jasa Tipe ini merupakan kegagalan dalam penawaran jasa inti perusahaan.
Dalam konteks perusahaan penerbangan, contoh kegagalan semacam itu, antara lain menghidangkan makanan yang sudah dingin atau tidak segar,
keliru manangani bagasi penumpang , tidak mengumumkan perubahan skedul penerbangan. Secara garis besar, kegagalan sistem penyampaian
jasa terdiri atas respons karyawan terhadap tiga tipe kegagalan jasa seperti berikut ini :
a. Ketersediaan jasa unavailable services , berkenaan dengan tidak
adanya layanan tertentu yang biasanya tersedia.
b. Layanan yang lambatnya keterlaluan unreasonably show service ,
yaitu layanan atau karyawan yang dipersepsikan pelanggan sangat lambat dalam menjalankan fungsi atau tugasnya.
c. Kegagalan jasa inti lainnya other core service failures yang
mencerminkan berbagai jasa inti yang ditawarkan oleh industri yang berbeda-beda, misalnya makanan yang sudah dingin, pesawat yang
kotor, dan bagasi yang keliru ditangani. 2.
Respons karyawan terhadap kebutuhan individual dan permintaan spesial pelanggan.
Kebutuhan pelanggan bisa implisit maupun eksplisit. Kebutuhan implisit adalah kebutuhan pelanggan yang tidak diminta secara khusus,
namun sepatutnya diketahui dengan jelas oleh penyedia jasa. Sebaliknya kebutuhan eksplisit adalah kebutuhan pelanggan yang memang jelas0jelas
diminta. Secara garis besar, kebutuhan dan permintaan pelanggan mencakup respons karyawan terhadap empat tipe kemungkinan kegagalan
jasa berikut ini. a.
Kebutuhan spesial, yaitu permintaan yang didasarkan pada pertimbangan medis, religius, psikologis, bahasa, atau sosiologis
khusus pelanggan. b.
Respons karyawan terhadap preferensi pelanggan, menyangkut kemampuan karyawan memodofikasi sistem penyampaian jasa
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi preferensi khusus pelanggan yang bukan disebabkan masalah medis, religius, psikologis,
bahasa, maupun sosiologis mereka. Contoh tipikal preferensi pelanggan restorant adalah permintaan mereka agar hidangannya
ditukar atau diganti. c.
Respons karyawan terhadap kesalahan pelanggan, meliputi skenario dimana kegagalan jasa disebabkan kesalahan pelanggan yang diakui
atau diterima, seperti tiket dan kunci kamar hotel yang hilang. d.
Respons karyawan terhadap disruptive others pelanggan atau pihak- pihak tertentu yang mengganggu pengalaman jasa pelanggan lainnya,
berkenaan dengan kemampuan karyawan dalam menenangkan situasi atau menyelesaikan perselisihan antar pelanggan. Misalnya, meminta
penonton bioskop agar tenang atau diam selama pertunjukkan, dan meminta perokok agar tidak merokok di ruangan-ruangan restorant
yang tidak boleh ada asap rokok. 3.
Tindakan karyawan yang tidak cepat dan tidak diharapkan unprompted and unsolicited emplpoyee actions
Tipe ini menyangkut kejadian dan perilaku karyawan yang baik maupun yang jelek yang sama sekali tidak diharapkan pelanggan.
Tindakan-tindakan ini yang diminta pelanggan dan juga tidak menjadi bagian dari system penyampaian jasa inti.
Tabel 2.1 Sumber Penyebab Kegagalan Jasa
KATEGORI DESKRIPSI
1. Layanan Layanan yang tidak tersedia
a. Produk Keliru b. Harga Keliru
Layanan yang terlalu lambat a. Menunggu Kelamaan
2. Penyedia jasa Tindakan dan perilaku karyawan yang
tidak sepatutnya 3. Hal-hal diluar kendali penyedia jasa
Faktor lingkungan nonmanusia perilaku organisasi lain.
4. Pelanggan a. Perilaku pelanggan yang tidak bisa
dihindari b. Perilaku pelanggan yang bisa
dihindari c. Perilaku pelanggan lain
Sumber : Diadaptasi dari McColl-Kennedy 2003 dalam Tjiptono 2007:453 Dalam kaitannya dengan komplain, Denham 1998 dalam Tjiptono
2007:457 mengidentifikasi tiga tipe pelanggan, yakni active complainers, inactive complainers
, dan hyperactive complainers. 1.
Active Complainers, yakni mereka yang memahami haknya, asertif, percaya diri, dan tahu persis cara menyampaikan komplain. Bila
ekspektasi mereka akan pelayanan dan nilai value tidak terpenuhi,
mereka akan menyampaikan komplainnya ke perusahaan yang bersangkutan. Tipe pelanggan semacam ini sangat berharga bagi
perusahaan, karena mereka cenderung langsung menginformasikan dan mencari solusi atas setiap komplain yang mereka rasakan. Dengan
demikian, perusahaan masih berpeluang untuk melakukan perbaikan dan memuaskan mereka.
2. inactive complainers, yakni mereka yang lebih suka menyampaikan
keluhan kepada orang lain teman, keluarga, rekan kerja daripada langsung kepada perusahaan bersangkutan. Mereka cenderung
langsung berganti pemasok dan tidak pernah kembali ke perusahaan yang mengecewakan mereka. Dengan demikian, peluang perbaikan
bagi perusahaan praktis tidak ada. 3.
hyperactive complainers, yaitu mereka yang selalu komplain terhadap apapun. Tipe ini bisa disebut pula chronic complainers, yang
kadangkala berlaku kasar dan agresif. Mereka ini hampir tidak mungkin dipuaskan karena tujuan komplainnya lebih dilatarbelakangi
keinginan untuk mencari untung. Apabila keluhan ditangani secara baik, maka akan menghasilkan kepuasan
pelanggan, hubungan relasional yang lebih kuat, dan meningkatkan intensi penggunaan ulang layanan serta loyalitas pada perusahaan Blodget et al,
1993; Reynolds dan Arnold, 2000 dalam Keumaladewi, 2006:13
C. Pemulihan Jasa