xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 7 Langkah Cuci Tangan
20 Gambar 2.2
Kerucut Pembelajaran Edgar Dale 33
Gambar 2.3 Teori Perilaku Lawrence Green Dalam Maulana, Heri D.J 2007 38
xvi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori
40 Bagan 3.1
Kerangka Konsep 41
Bagan 5.1 Proses Pembuatan Tahu
67
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Media Lembar Balik
Lampiran 2 Hasil Uji Media Leaflet
Lampiran 3 Lembar Balik Sebelum Uji Media
Lampiran 4 Lembar Balik Sesudah Uji Media
Lampiran 5 Leaflet Sebelum Uji Media
Lampiran 6 Leaflet Sesudah Uji Media
Lampiran 7 Kuesioner Pengetahuan Potensi Bahaya dan Pencegahan Dermatitis
Lampiran 8 Kuesioner Tentang Sumber Informasi dan Hubungan Sosial
Lampiran 9 Output Penelitian
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dermatitis kontak merupakan penyakit akibat kerja yang paling sering ditemukan di tempat kerja yaitu sekitar 40 dari seluruh penyakit akibat kerja W.J.
Cunliffe, 1998. Penyakit ini dapat terjadi di tangan, lengan bawah, dan wajah. Namun dermatitis kontak biasanya terjadi di tangan akibat kontak langsung dengan
bahan kimia Djuanda, 1999. Dermatitis kontak berdampak pada menurunnya produktifitas pekerja akibat rasa terbakar dan rasa sakit yang dirasakan pekerja saat
kontak dengan bahan kimia Suma’mur, 1996. Dermatitis kontak dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak
langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi dermatitis kontak yaitu bahan kimia ukuran molekul, daya larut, konsentrasi dan lama kontak, sedangkan faktor tidak
langsung yang mempengaruhi dermatitis kontak yaitu suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, penggunaan alat
pelindung diri APD, dan kebersihan perorangan personal hygiene Agius Seaton, 2005, Wolff K, 2007. Dari hasil penelitian sebelumnya tentang “Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pembuat Tahu Di Wilayah Kecamatan Ciputat Dan Ciputat Timur Tahun 2012”,
didapatkan hasil bahwa lama kontak, frekuensi kontak, suhu ruangan, riwayat atopi, riwayat alergi, dan jenis pekerjaan berhubungan dengan dermatitis kontak Ferdian,
2012. Faktor-faktor tersebut tidak dapat dikendalikan atau diintervensi. Akan tetapi, dari populasi penelitian tersebut ditemukan bahwa semua pekerja pembuat
tahu tidak menggunakan APD berupa sarung tangan serta tidak memiliki kebiasaan cuci tangan yang baik. Padahal, perilaku penggunaan APD dan perilaku cuci tangan
merupakan variabel yang dapat digunakan untuk pencegahan dermatitis yang dapat diintervensi melalui pekerja.
Faktor yang paling utama mempengaruhi terjadinya dermatitis akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia adalah perilaku pemakaian APD berupa sarung
tangan Lestari, 2008. Dari hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi antara pekerja yang menggunakan APD 19 dengan
pekerja yang tidak menggunakan APD 87,5. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa variabel penggunaan APD mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kejadian dermatitis kontak dengan p value 0,001 Erliana, 2008. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa besarnya risiko kelompok pekerja yang kadang-kadang
menggunakan APD dibandingkan dengan kelompok pekerja yang menggunakan APD terhadap kejadian dermatitis kontak adalah 8,556. Artinya pekerja yang
kadang-kadang memakai APD mempunyai risiko mengalami dermatitis kontak 8,556 kali lebih besar dari pekerja yang selalu menggunakan APD. Nilai kisaran
minimum dan maksimum Odds Ratio sebesar 2,018-36,279, berarti bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 kelompok responden yang kadang-kadang menggunakan
APD mempunyai risiko yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok responden yang selalu menggunakan APD Nuraga, 2006.
Selain pemakaian APD, personal hygiene yaitu perilaku mencuci tangan juga dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak. Dari penelitian sebelumnya
memperlihatkan hasil bahwa pekerja dengan personal hygiene yang baik dan menderita dermatitis kontak sebanyak 10 orang 41,7 dari 24 orang yang terkena
dermatitis kontak, sedangkan dengan personal hygiene yang kurang baik, pekerja yang terkena dermatitis sebanyak 29 orang 51,8 dari 56 orang pekerja Lestari,
2007. Perilaku mencuci tangan dapat mengurangi potensi penyebab dermatitis akibat bahan kimia yang menempel sesudah bekerja, namun kenyataannya potensi
untuk terkena dermatitis tetap ada. Penyebabnya adalah kesalahan dalam melakukan cuci tangan sehingga masih terdapat bahan kimia yang menempel di kulit pekerja.
Kesalahan dalam mencuci tangan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan tentang cara mencuci tangan yang benar dan pentingnya kebiasaan mencuci tangan OSHA,
1998 dalam Ruhdiat, 2006. Perilaku penggunaan APD dan mencuci tangan dapat diubah melalui
promosi kesehatan. Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan, salah satunya adalah pendidikan kesehatan Fitriani, 2011. Pendidikan kesehatan
merupakan suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu sehingga memperoleh pengetahuan tentang
kesehatan yang lebih baik dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap perilaku Notoatmodjo, 2007. Dalam teori preceed Lawrence Green 1991 yang digunakan
untuk perencanaan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor pendorong predisposing factors, faktor pemungkin enabling
factors, dan faktor penguat reinforcing factors. Faktor pendorong predisposing
factors merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, salah satunya adalah pengetahuan Maulana, 2009.
Proses pendidikan kesehatan menuju perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah metode pendidikan dan media pendidikan yang
dipakai. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain penyuluan, seminar, diskusi kelompok, bermain peran, dan sebagainya. Dalam
membantu proses pendidikan, pendidik menggunakan media pendidikan antara lain lembar balik, leaflet, poster, video, film, dan sebagainya Notoatmodjo, 2007.
Penyakit dermatitis terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya, misalnya pada
pekerja pembuat tahu. Terdapat sekitar 2500 pengrajin tahu di wilayah Tangerang, Banten. Di Tangerang Selatan sendiri, terdapat beberapa daerah penghasil tahu yang
cukup banyak dan tersebar di daerah Ciputat dan Ciputat Timur Sekarningrum, 2012 dalam Ferdian, 2012. Dari hasil penelitian sebelumnya didapatkan hasil
bahwa dari 71 orang pekerja pembuat tahu di Kecamatan Ciputat dan Ciputat Timur terdapat 37 pekerja 52,1 mengalami dermatitis kontak dan sebanyak 34 pekerja
47,9 tidak mengalami dermatitis kontak Ferdian, 2012. Penyakit dermatitis pada pekerja pembuat tahu dapat terjadi sebagai akibat
dari pemaparan bahan kimia, yaitu asam cuka atau biasanya disebut dengan larutan penggumpal batu tahusioh koh yang mengenai kulit dan tidak dibersihkan dengan
benar. Larutan penggumpal ini tidak setiap hari dibuat. Batu tahu atau sioh koh digunakan sebagai bibit pertama larutan penggumpalan. Jika larutan penggumpalan
yang terbuat dari sioh koh tersebut selesai digunakan maka akan disimpan dan