permukaan kulit. Bahan kimia tersebut akan menempel pada sabun dan air akan membersihkan sabun dan bahan kimia tersebut Listyowati, 2012.
Menurut Center’s for Disease Control CDC, langkah-langkah cuci
tangan yang baik dan benar adalah sebagai berikut CDC, 2010: a. Basahi tangan dengan air mengalir, pakailah sabun secara merata.
b. Gosokkan kedua tangan minimal 10-15 detik, merata hingga ke jari-jari dan siku.
c. Bilas dengan air, kemudian keringkan tangan dengan handuk bersih atau tisu sekali pakai.
d. Jika berada di fasilitas umum, biarkan air tetap mengalir saat selesai. Saat tangan sudah kering, pakailah tisu untuk menutup keran.
Sedangkan menurut WHO, langkah-langkah mencuci tangan yang baik dan benar adalah sebagai berikut WHO, 2005:
a. Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir dan gunakan sabun di bagian telapak tangan yang telah basah, ratakan dengan
kedua telapak tangan. b. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kanan dan tangan kiri.
c. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan. d. Jari-jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci.
e. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
f. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
g. Setelah itu, bilas kedua tangan dengan air bersih dan mengalir. Lalu keringkan dengan lap tangan atau tisu.
h. Jangan menutup kran dengan tangan, tetapi gunakan lap atau tisu dan hindari menyentuh benda disekitarnya setelah mencuci tangan agar kuman
yang terdapat di benda-benda tersebut tidak menempel di tangan.
Gambar 2.1 7
Langkah Cuci Tangan
Mencuci tangan yang baik dan benar sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah beraktifitas. Berikut ini merupakan waktu yang tepat untuk mencuci
tangan WHO, 2005, Markkanen, 2004: a. Sebelum dan sesudah makan
b. Sebelum dan setelah menyiapkan makanan, khususnya sebelum dan setelah memegang bahan mentah
c. Sebelum dan sesudah mengiris sesuatu d. Setelah buang air besar dan buang air kecil
e. Sebelum dan setelah bekerja f. Setelah bersentuhan dengan larutan atau zat kimia
g. Saat berpindah proses kerja
2.2 Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. WHO
merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya Fitriani, 2011.
Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial masyarakat harus mampu mengenal, mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya,
serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya.
Sedangkan di Indonesia, promosi kesehatan mempunyai pengertian sebagai upaya pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan diri dan lingkungannya melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan Depkes, 2004. Promosi kesehatan juga
merupakan proses pendidikan yang tidak lepas dari proses belajar. Seseorang dapat dikatakan belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu,
dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai
dukungan yaitu pendidikan, organisasi, kebijakan, serta peraturan perundang-undangan untuk perubahan derajat kesehatan Fitriani, 2011.
Promosi kesehatan sebagai pendekatan kesehatan terhadap faktor perilaku kesehatan, maka kegiatannya tidak terlepas dari faktor-faktor yang menentukan
perilaku tersebut. Dengan perkataan lain, kegiatan promosi kesehatan harus disesuaikan dengan determinan faktor yang mempengaruhi perilaku itu sendiri.
Menurut Lawrence Green perilaku ini ditentukan oleh 3 faktor utama, yakni Maulana, 2007:
a. Faktor Pendorong predisposing factors Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya.
b. Faktor Pemungkin enabling factors Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
c. Faktor Penguat reinforcing factors Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terdiri dari
peraturan dan juga sikap serta perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, dan sebagainya.
2.3 Pengetahuan
2.3.1 Definisi Pengetahuan
Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia mencari, hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan pengetahuan. Pengetahuan adalah
keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia dan kehidupannya melalui
indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek Keraf, 2001.
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkatan pengetahuan
kesehatan dapat dikelompokkan menjadi Fitriani, 2011:
1. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit, yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda-tanda penyakit, cara pengobatan, cara penularan, cara
pencegahan, dan sebagainya. 2. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat.
3. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dalam diri seseorang antara lain
Mubarok, 2007:
1. Umur
Semakin tua seseorang maka semakin sulit untuk menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan, tidak seperi anak muda yang mudah dalam
menerima pengetahuan baru. Dilihat dari tuntutan hidup, usia muda remaja belum memikirkan tanggungan hidup yang berat sehingga lebih mudah menyerap
pengetahuan baru dibandingkan yang berumur lebih tua. Selain itu penyerapan pengetahuan juga dipengaruhi oleh daya ingat seseorang. Daya ingat seseorang
salah satunya dipengaruhi oleh umur Wulan, 2010. Pada orang dewasa, umur dikelompokkan menjadi Hurlock, 1999:
a. Dewasa awal 18-40 tahun Pada masa dewasa awal individu mulai dapat merencanakan atau membuat
hipotesis tentang masalah-masalah mereka, pemikiran lebih realistis, bertanggung jawab, menerima perbedaan pendapat, dan melibatkan
intelektualitas pada situai yang memiliki konsekuensi besar dalam tujuan jangka panjang, seperti pencapaian karir dan pengetahuan. Selain itu,
kemampuan kognitif semakin meningkat pada dewasa awal ini. b. Dewasa Madya 41-60 tahun
Pada dewasa madya, kemampuan kognitif mengalami penurunan karena daya ingat yang menurun ketika informasi yang dicoba untuk diingat
adalah informasi yang disimpan baru-baru ini atau tidak sering digunakan.