Keterkaitan Derajat Otonomi Fiskal dengan Ketahanan Pangan

yang baik, infrastruktur dalam hal pendidikan dan kesehatan. Sektor yang cukup berperan dalam peningkatan penerimaan daerah di Kota Kupang adalah sektor tersier yang terdiri sektor industri barang dan jasa. Share yang diberikan oleh sektor ini sebesar 32 persen dalam menyumbang nilai PDRB.

5.2 Keterkaitan Derajat Otonomi Fiskal dengan Ketahanan Pangan

Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan indikator kemandirian daerah karena merupakan suatu pengoptimalan keuangan yang berada di daerah. PAD dapat dilihat dari kontribusi dari pajak maupun dari retribusi yang di pungut oleh pemerintah daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD terhadap pembiayaan pemerintah, mengindikasikan bahwa kemampuan daerah semakin besar dan mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer dari pusat. Dalam kenyataannya PAD yang terdapat di provinsi NTT masih sangat kecil kontribusinya terhadap pembiayaan pemerintah. Share yang cukup besar dalam pembiayaan pemerintah daerah masih di dominasi dana transfer dari pusat yaitu DAU. Derajat otonomi fiskal yang dilihat dari rasio antara PAD dengan total penerimaan menunjukkan bahwa di seluruh kabupaten di NTT masih memiliki derajat otonomi yang sangat kurang yaitu hanya berkisar 0.30 persen. Dengan kecilnya kontribusi PAD terhadap pembiayaan pemerintah maka mengindikasi bahwa PAD masih belum dapat diandalkan dalam dalam upaya peningkatan ketahanan pangan. Ketahanan pangan dalam hal ini menggunakan pendekatan jumlah penduduk tidak tahan pangan yang mengkosumsi kalori dibawah 2100 kkalkapitahari. Hal ini tercermin dari analisis korelasi yang menunjukkan bahwa antara ketahanan pangan dengan derajat otonomi fiskal terjadi hubungan korelasi positif pada taraf nyata 10 persen. Kontribusi derajat otonomi fiskal dengan ketahanan pangan sebesar 0,402 Lampiran 3. Derajat otonomi fiskal yang terjadi di NTT hanya berkisar 0.30 persen yang mempunyai kriteria sangat kurang, sehingga dengan derajat otonomi fiskal yang ada masih menunjukkan angka penduduk yang tidak tahan pangan meningkat. Apabila suatu daerah mempunyai nilai derajat otonomi fiskal yang tinggi maka suatu daerah tersebut dapat dikatakan mandiri sehingga mampu membiayai program – program pemerintah khususnya dalam peningkatan ketahanan pangan. Gambar 5.2 Perbandingan PAD dan DAU tahun 2003 – 2010. Dalam gambar 5.2 ditunjukkan bahwa penerimaan daerah masih sangat didominasi oleh DAU dan sumber pembiayaan belanja barang publik masih mengandalkan DAU dibandingkan dengan PAD. PAD sebagai indikator kemandirian daerah pada hakikatnya masih belum dapat diandalkan untuk membiayai program – program pemerintah khususnya peningkatan ketahanan pangan. Ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer dari pusat membuat kurangnya optimalisasi pemerintah daerah dalam mengelola potensi 1000000000 2000000000 3000000000 4000000000 5000000000 6000000000 7000000000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DAU PAD keuangan yang ada di daerah sehingga kontribusi PAD dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan masih kurang. Berdasarkan hasil pembahasan di atas maka hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hipotesis awal. Dari hasil analisis yang dilakukan bahwa derajat otonomi fiskal tidak menunjukkan hubungan yang negatif dengan tingkat ketahanan pangan yang dilihat dari jumlah penduduk tidak tahan pangan. Hal ini dikarenakan PAD yang merupakan proksi dari derajat otonomi fiskal masih menunjukkan kriteria yang sangat kurang sehingga dalam penerimaan dana oleh pemerintah daerah masih mengandalkan DAU sebagai sumber penerimaan.

5.3 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Ketahanan Pangan