Analisa Derajat Otonomi Fiskal

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Kinerja Fiskal

Dalam analisis ini kinerja fiskal dilihat dari derajat otonomi fiskal dan posisi fiskal. Derajat otonomi fiskal di lihat dari rasio PAD terhadap total penerimaan sedangkan posisi fiskal dilihat dari rasio kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal. Dalam sisi penerimaan keuangan pemerintah daerah NTT banyak mengalami perubahan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah dana yang di transfer oleh pemerintah pusat dalam bentuk DAU. Efisiensi dan efektifitas pengalokasian DAU atau transfer dana lainnya menjadi kunci indikator suatu kebijakan desentralisasi mencapai tujuan yang diharapkan. Peningkatan efektivitas penggunaan anggaran daerah dapat dilihat dari sisi pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membiayai program-program yang telah dirancang untuk peningkatan pembanguanan daerah dan ketahanan pangan pada khususnya. Alokasi pengeluaran pemerintah dalam membiayai kebutuhan dasar dalam peningkatan ketahanan pangan wilayah maupun rumah tangga menjadi indikator yang penting untuk melihat dana yang terserap pada pos-pos yang telah diberikan berjalan dengan lancar.

5.1.1 Analisa Derajat Otonomi Fiskal

Untuk menghitung derajat otonomi fiskal, dapat digunakan rasio antar Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan daerah. Semakin besar rasio PAD terhadap total penerimaan daerah, maka dapat dikatakan bahwa daerah tersebut memiliki derajat otonomi fiskal yang tinggi. Sebaliknya, apabila nilai rasio kecil, maka dapat dikatakan bahwa daerah tersebut memiliki derajat otonomi fiskal yang rendah. Untuk mengukur kriteria derajat otonomi fiskal suatu daerah secara kualitatif, seperti dikutip dari Thesaurianto 2007 dapat digunakan kriteria yang dikembangkan oleh tim litbang Departemen Dalam Negeri Depdagri dan Fisipol UGM. Kriteria tersebut adalah: Tabel 5.1 Kriteria Derajat Otonomi Fiskal Rasio PAD Penilaian 0 – 10 Sangat Kurang 10,01 - 20 Kurang 20,01 - 30 Sedang 30,01 - 40 Cukup 40,01 - 50 Baik 50 Sangat Baik Sumber: Thesaurianto 2007 Dari hasil perhitungan derajat otonomi fiskal di setiap kabupatenkota di Provinsi Nusa Tenggara Timur lampiran 1 secara umum memiliki proporsi PAD yang relatif kecil dalam total penerimaan daerah. Tabel 5.2 Rata-rata Perkembangan Derajat Otonomi Fiskal KabupetenKota Tahun 2003-2010 No KabupatenKota Rata-rata 1 Sumba Barat 0.34 2 Sumba Timur 0.31 3 Kupang 0.43 4 Timur Tengah Selatan 0.35 5 Timur Tengah Utara 0.21 6 Belu 0.30 7 Alor 0.26 8 Lembata 0.16 9 Flores Timur 0.20 10 Sikka 0.28 11 Ende 0.27 12 Ngada 0.27 13 Manggarai 0.43 14 Rote Ndao 0.22 15 Kota Kupang 0.46 Sumber : Lampiran 1 diolah Secara rata-rata, dalam rentang waktu 8 tahun, nilai rasio PAD ini adalah sebesar 0.30 persen. Dari kriteria yang telah disebutkan pada tabel 5.2 kabupatenkota di NTT memiliki derajat otonomi fiskal yang sangat kurang. Beberapa kabupatenkota memiliki nilai derajat yang lebih baik diatas rata-rata daerah yaitu kabupaten Kupang, Manggarai dan Kota Kupang. Gambar 5.1 Trend Derajat Otonomi Fiskal, PAD terhadap total penerimaan Sumber: BPS, diolah Gambar 5.1 diatas terlihat meskipun secara trend derajat otonomi fiskal sampai tahun 2010 ini menunjukkan kecenderungan peningkatan, namun nilai proporsi PAD tersebut masih secara umum dibawah 10 persen yang menunjukkan kategori sangat kurang karena berkisar antara 0-10 persen. Pada tahun 2004 rasio PAD menempati posisi tertinggi dengan nilai 5,43 persen. Hal ini dipicu dibeberapa kabupatenkota di NTT rasio PAD mengalami peningkatan yaitu kabupaten Sumba Timur meningkat dari 0.28 menjadi 0.36, Kupang meningkat dari 0.64 menjadi 0.70, Timur Tengah Utara meningkat dari 0.17 menjadi 0.23, Flores Timur meningkat dari 0.15 menjadi 0.23 dan Kota Kupang meningkat dari 0.34 menjadi 0.63. Namun secara keseluruhan rasio PAD tertinggi masih dimiliki oleh Kota Kupang. Hal ini disebabkan Kota 4.74 5.43 4.44 4.32 3.89 4.04 4.05 4.98 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Kupang adalah ibukota NTT yang merupakan sentra perekonomian dan pemerintahan yang ada di NTT. Perekonomian di Kota Kupang didukung juga dengan adanya penyediaan infrastrukutur yang memadai seperti akses jalan, bangunan pemerintahan dan pendidikan serta sarana pelayanan kesehatan yang baik. Dalam perkembangannya, sangat penting bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya penerimaan dari hasil daerah itu sendiri seperti peningkatan basis pajak daerah dibandingkan dengan mengandalkan dana transfer dari pemerintah pusat. Karena nilai PAD yang besar menunjukkan kemandirian daerah tersebut dalam menggali potensi perekonomian yang ada. Dalam peraturannya nilai transfer dari pemerintah pusat akan terus disempurnakan dan dilokasikan pada kesesuaian kebutuhan dan kapasitas fiskal daerah.

5.1.2 Analisa Posisi Fiskal