pengalokasian dana terhadap peningkatan ketahanan pangan yang didukung dengan penyediaan fasilitas kebutuhan dasar masyarakat menjadi penting
dikarenakan dengan kondisi NTT yang terjadi saat ini.
5.3.4 Pendapatan Asli Daerah
Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien Pendapatan Asli Daerah berpengaruh negatif dan siginifikan, artinya bahwa setiap kenaikan 1 satu persen
PAD maka akan menurunkan jumlah penduduk tidak tahan pangan sebesar 0,120287 persen. Sehingga peningkatan PAD berpengaruh nyata terhadap
pengurangan penduduk tidak tahan pangan. PAD digunakan sebagai indikator tingkat kemandirian daerah untuk memperoleh sumber pembiayaan dari
kemampuan daerah itu sendiri. PAD diperoleh dari hasil pemungutan pajak
daerah, retribusi dan keuntungan dari investasi pemerintah daerah.
PAD merupakan penerimaan langsung yang diberikan masyarakat kepada pemerintah daerah. Jumlah penduduk NTT yang tergolong besar merupakan
potensi tersendiri dalam meningkatkan PAD yang bersumber dari pajak daerah. Pajak daerah merupakan komponen terbesar dalam struktur PAD di provinsi Nusa
Tenggara Timur. Semakin besar pajak yang diberikan masyarakat kepada pemerintah mengindikasikan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat.
Peningkatan PAD yang terjadi setiap tahun menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berupaya untuk meningkatkan kemandirian daerah dengan
memanfaatkan potensi yang ada di daerah. Pengurangan penduduk tidak tahan pangan yang disebabkan peningkatan PAD mengindikasikan bahwa masyarakat
memiliki kemampuan untuk menghasilkan keuangan dengan memanfaatkan potensi yang ada di daerahnya baik dari peningkatan pajak maupun dari
keuntungan perusahaan daerah. Masyarakat yang berusaha mandiri dengan mengandalkan potensi yang ada untuk peningkatan kesejahteraan akan mampu
meningkatkan ketahanan pangan daerah.
5.3.5 Pengeluaran Pemerintah
Hasil regresi menunjukkan bahwa koefisien pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan. Dalam hal ini pengeluaran
pemerintah merupakan salah satu dari kinerja fiskal selain dari penerimaan pemerintah. Pembiayaan pengeluaran pemerintah daerah berasal dari APBD yang
sangat bergantung dari besaran dana perimbangan.
Efisiensi dan efektivitas pengeluaran pemerintah dapat dilihat dari penggunaan anggaran dan kemampuan menyerap dana yang ada untuk mencapai
target pembangunan melalui realisasi berbagai proyek dan program pembangunan. Persoalan efisiensi dan efektivitas pengeluaran menjadi penting
ketika setiap tahun anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat terjadi peningkatan namun proyek – proyek pembangunan tidak terealisasi.
Dalam periode 2003 – 2010, pengeluaran pemeritah di tingkat daerah di NTT meningkat sebesar 41,09 persen. Perubahan ini terjadi karena penambahan
jumlah transfer DAU dan DAK dari pemerintah pusat. Peningkatan penerimaan ini berdampak pada semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah dalam
membiayai dana – dana pembangunan dan belanja pemerintahan. Pembiayaan program – program pemerintah yang berdampak pada kebutuhan langsung
masyarakat dapat berpengaruh pada kondisi ketahanan pangan di masyarakat. Pemerintah dapat berperan aktif dalam upaya pengalokasian dana – dana yang
diperlukan dalam permasalahan yang ada di daerah tersebut.
Tabel 5.7 Realisasi pengeluaran Provinsi NTT Tahun 2006-2010 Ribu- Rupiah
Pengeluaran 2006
2007 2008
2009 2010
Belanja Tak Langsung 2 033 691 330
2 680 218 917 3 291 961 642
4 070 534 772 4 866 632 618
1. Belanja Pegawai 1 717 223 298
2 268 204 039 2 799 282 308
3 432 979 054 4 010 304 899
Belanja Langsung 2 530 771 452
3 080 749 595 3 339 665 736
3 668 444 227 3 482 403 768
1. Belanja Pegawai 352 135 318
461 063 524 336 199 840
386 326 589 393 769 804
2. Belanja Barang Jasa 867 145 126
1 047 484 100 1 169 920 738
1 354 335 665 1 357 399 713
3. Belanja Modal 1 311 491 008
1 572 201 971 1 803 545 158
1 927 781 973 1 731 234 251
Pembiayaan Daerah 900 967 982
1 117 927 251 873 437 310
930 840 907 57 874 356
Total 5 465 430 764
6 878 895 763 7 505 064 688
8 669 819 906 8 406 910 742
Sumber: BPS
Dalam tabel 5.7 diperlihatkan bahwa terjadi kenaikan dalam tingkat pengeluaran pemerintah walaupun pada tahun 2010 mengalami penurunan sebesar
tiga persen. Data memperlihatkan bahwa alokasi pengeluaran pemerintah didominasi dengan belanja pegawai yang menempati urutan pertama, belanja
modal diurutan kedua dan belanja barang dan jasa diurutan ketiga. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir antara 2008 hingga 2010, setengah dari pengeluaran
total NTT dibelanjakan untuk gaji pegawai. Hampir pada setiap tahunnya belanja pegawai mengalami peningkatan pengeluaran. Pada tahun 2009 ke 2010 belanja
pegawai mengalami kenaikan sebesar 16,81 persen. Komponen belanja modal ditujukan untuk membiayai program dan kegiatan
pembangunan yang manfaatnya dapat langsung diterima masyarakat banyak. Oleh karena itu semakin besar pengeluaran belanja modal maka akan semakin besar
pula manfaat yang diterima masyarakat. Dalam kurun waktu 2008 hingga 2009 kenaikan belanja modal hanya sedikit mengalami kenaikan yaitu sebesar 1,3
persen sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan yang cukup tajam sekitar 10,19 persen. Sedikitnya anggaran yang dibelanjakan pemerintah pada
belanja modal tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Walaupun sebagian besar belanja modal dialokasikan untuk
perbaikan infrastruktur seperti jalan, irigasi dan jaringan lainnya yaitu sekitar 79,67 persen namun jumlah dana yang diterima relatif kecil dibandingkan dengan
belanja untuk pegawai. Belanja untuk sektor yang strategis meliputi sektor kesehatan, pendidikan
dan infrastruktur merupakan ujung tombak dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketiga bidang ini terkait langsung dengan pelayanan kebutuhan dasar
publik dan memiliki dampak sosial yang tinggi. Peningkatan ketahanan pangan tidak terlepas dari ketiga bidang yang krusial ini. Ketidakmampuan penduduk
yang tidak tahan pangan dalam mengakses sarana publik yang penyediaannya terbatas oleh pemerintah ini membuat tingkat ketahanan pangan wilayah dan
rumah tangga tidak berubah secara signifikan.
5.3.6 Pendapatan Perkapita