baik  yang  berdampak  pada  peningkatan  perekonomian  daerah  dan  peningkatan kinerja ketahanan pangan Rindayati, 2009.
2.3 Konsep Kinerja Fiskal
Dalam pelaksanaan kebijakan fiskal daerah, perencanaan dan penganggaran pembangunan  dalam  peningkatan  ketahanan  pangan  sebagian  besar  menjadi
kewenangan  pemerintah  daerah  bersama  masyarakat.  Peran  pemerintah  daerah bersama  masyarakat  diharapkan  lebih  besar  karena  pemerintah  daerah  dianggap
lebih  tahu  dalam  mengatasi  permasalahan  secara  lebih  spesifik  berdasarkan potensi dan keunggulan serta keanekaragaman sumber daya Situmorang, 2009.
Kebijakan  fiskal  terdiri  dari  kinerja  fiskal  yang  meliputi  sejumlah  konsep yang  saling  berhubungan.  Konsep-konsep  tersebut  adalah  kapasitas  fiskal  fiscal
capacity, kebutuhan  fiskal  fiscal  need,  upaya  fiskal  fiscal  effort,  dan  tingkat
kinerja fiskal fiscal performance level. Dalam hal ini, kemampuan suatu daerah jurisdiksi untuk menjalankan tugas fiskalnya sangat ditentukan oleh posisi fiskal
dari  daerah  tersebut,  dimana  posisi  fiskal  ditentukan  oleh  kapasitas  fiskal  relatif terhadap kebutuhan fiskalnya  yakni besarnya pengeluaran  yang diperlukan untuk
menyediakan layanan publik  public service Nanga, 2005. Kapasitas  fiskal  mengukur  besarnya  penerimaan  yang  dapat  dihasilkan
juridiksi  apabila  tarif  pajak  standar  tersebut  diterapkan  terhadap  basis  pajak. Dengan kata lain, kapasitas fiskal dapat diartikan sebagai kemampuan dari suatu
juridiksi  untuk  meningkatkan  penerimaan  untuk  membiayai  pengeluaran  atau layanan  publik  yang  menjadi  tanggungannya  Boadway  dan  Wildasin,  1988;
Nanga,  2005.  Kebutuhan  fiskal  mengukur  besarnya  pengeluaran  di  daerah  yang diperlukan  untuk  menjamin  tingkat  kinerja  atau  layanan  standar.  Nilai    ini
dihitung  dari  jumlah  penduduk  yang  menjadi  sasaran  dengan  biaya  yang diperlukan untuk menyediakan tingkat layanan standar. Konsep kebutuhan fiskal
menunjukkan  jumlah  fiskal  yang  dibutuhkan  daerah  dalam  menjalankan pembangunan baik untuk pengeluaran rutin dan  pembangunan daerah agar dapat
meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat  daerah  Nanga,  2005.  Secara  teori kebutuhan  fiskal  bukan  ditentukan  oleh  penerimaan  daerah  namun  justru
sebaliknya,  yaitu penerimaan daerahlah  yang dipengaruhi oleh kebutuhan daerah Rindayati, 2009
Apabila  suatu  juridiksi  dengan  kapasitas  fiskal  yang  tinggi  dihadapkan dengan  kebutuhan  fiskal  yang  rendah,  maka  dapat  dikatakan  bahwa  juridiksi
tersebut  memiliki  posisi  fiskal  yang  kuat  dan  sebaliknya  Musgrave  and Musgrave,  1984;  Nanga,  2005.  Posisi  fiskal  yang  kuat  dapat  dikatakan  bahwa
kapasitas  fiskal  lebih  besar  dibandingkan  dengan  kebutuhan  fiskalnya.  Dalam kondisi  juridiksi  memiliki  ‘strong  fiscal  position’,  maka  suatu  tingkat  layanan
standar standar level of services dapat disediakan dengan suatu rasio penerimaan pajak  terhadap  basis  pajak  yang  rendah  atau  suatu  tingkat  upaya  pajak  standar
akan  menghasilkan  suatu  tingkat  layanan  yang  lebih  tinggi  relatif  terhadap kebutuhan. Apabila kondisi sebaliknya yang terjadi, maka suatu upaya pajak atau
fiskal  yang  tinggi  mungkin  diperlukan  hanya  untuk  menyediakan  suatu  tingkat kinerja yang bersifat substandard Nanga, 2005.
Upaya  fiskal  merupakan  upaya  yang  dilakukan  pemerintah  yang  berkaitan dengan  kinerja  keuangan  daerah.  Upaya  fiskal  didefinisikan  sebagai  rasio  antara
penerimaan  aktual  di  dalam  juridiksi  yang  dihasilkan  dengan  menerapkan  tarif pajak  terhadap  apa  yang  dapat  ditingkatkan  dengan  menerapkan  tarif  pajak
standar  Nanga,  2005.  Upaya  fiskal  berhubungan  dengan  indeks  kinerja  fiskal yang  menunjukkan  apabila  indeks  kinerja  fiskal  yang  semakin  tinggi
menunjukkan  bahwa  daerah  yang  bersangkutan  memiliki  upaya  fiskal  yang semakin besar yang berarti pula memiliki posisi fiskal yang semakin kuat. Dengan
demikian  posisi  fiskal  dapat  dihitung  atau  didefinisikan  sebagi  :  1  rasio  antara kapasitas fiskal dengan kebutuhan fiskal dan atau 2 rasio antara tingkat kinerja
fiskal dengan upaya fiskal Nanga, 2005. Berdasarkan  kriteria  yang  dibuat  oleh  Badan  Libang  Depdagri  dan  Fisipol
UGM 1991, maka derajat desentralisasi fiskal tersebut adalah sebagai berikut: 1.
0,00  - 10 : sangat kurang
2. 10,1 - 201
: kurang 3.
20,1 - 30 : cukup
4. 30,1 - 40
: baik 5.
40,1 - 50 : sangat baik
6. 50
: memuaskan Kemandirian fiskal daerah merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dari  otonomi  daerah  secara  keseluruhan.  Menurut  Mardiasmo  1999  disebutkan bahwa manfaat adanya kemandirian fiskal adalah:
1. Mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas masyarakat
dalam  pembangunan  serta  akan  mendorong  pemerataan  hasil  –  hasil pembangunan  keadilan  di  seluruh  daerah  dengan  memanfaatkan
sumber daya serta potensi yang tersedia di daerah.
2. Memperbaiki  alokasi  sumber  daya  produktif  melalui  pergeseran
pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang lebih rendah yang memiliki informasi yang lebih lengkap. Thesaurianto, 2007.
Kemandirian fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah PAD seperti pajak daerah, retribusi
dan  lain-lain.  Karena  itu  otonomi  daerah  dan  pembangunan  daerah  bisa diwujudkan  hanya  apabila  disertai  kemandirian  fiskal  yang  efektif.  Ini  berarti
bahwa  pemerintah  daerah  secara  finansial  harus  bersifat  independen  terhadap pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber PAD
seperti  pajak,  retribusi  dan  sebagainya.  Untuk  mengukur  derajat  kemandirian fiskal daerah  derajat otonomi fiskal daerah yaitu menggunakan rasio antara PAD
dengan  total  penerimaan  APBD  pada  tahun  yang  sama,  tidak  termasuk  transfer dari pemerintah pusat Radianto, 1997; Thesaurianto, 2007
Keadaan fiskal daerah yang terdiri atas penerimaan dan pengeluaran daerah akan  memengaruhi  kinerja  perekonomian  daerah  berupa  PDRB,  penyerapan
tenaga  kerja  serta  produksi,  dan  ketahanan  pangan.  Kinerja  perekonomian  akan memengaruhi  ketahanan  pangan.  Kondisi  ketahanan  pangan  akan  memengaruhi
kinerja  fiskal  karena  kapasitas  fiskal  daerah  akan  dipengaruhi  oleh  kondisi masyarakatnya. Keadaan masyarakat dengan daya beli rendah akan menghasilkan
pendapatan  pajak  daerah  yang  rendah  pula  sehingga  akan  menghasilkan  kinerja fiskal yang rendah Situmorang, 2009.
2.4  Kebijakan Fiskal Untuk Pembangunan Ekonomi