Produksi Kondisi Ketahanan Pangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur

menunjukkan prioritas daerah yang memiliki tingkat kerawanan pangan dari yang tertinggi hingga terendah. Keenam kabupaten yang terindikasi daerah rawan pangan yang sangat tinggi adalah Sumba Barat199, Sumba Timur200, Kupang201, Timur Tengah Selatan 202, Manggarai211, dan Manggarai Barat213. Keenam kabupaten tersebut masuk kedalam peringkat 30 besar kabupaten yang paling rentan berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan Komposit. Kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan yang kronis secara komposit ditentukan berdasarkan sembilan indikator yang berhubungan dengan ketersediaan pangan, akses pangan dan penghidupan, serta pemanfaatan pangan dan gizi.

4.4.1 Produksi

Sektor pertanian masih menjadi sektor yang dominan dalam pembentukkan struktur perekonomian di Provinsi NTT. Namun, selama lima tahun terakhir peranan sektor pertanian cenderung menurun yang disebabkan karena lahan garapan yang semakin sempit, persoalan kekeringan atau pasokan air yang tidak menentu. Keadaan iklim sekarang yang tidak menentu menyebabkan adanya perubahan musim tanam yang berpengaruh pada tingkat produksi yang dihasilkan. Tabel 4.2 Produktivitas tanaman padi di berbagai Provinsi tahun 2006-2010 KuHa Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010 Aceh 42,11 42,51 42,61 43,32 42,11 Jawa Tengah 52,2 53,38 55,06 55,65 52,2 NTT 29,55 30,32 30,75 31,27 31,80 Maluku 35,94 37,21 39,61 37,21 35,94 Papua 34,33 35,58 35,05 35,58 34,33 Indonesia 46,2 47,05 48,94 47,05 46,2 Sumber : BPS, 2012 Dalam tabel 4.2 terlihat tingkat produktivitas tanaman padi diberbagai provinsi. Perkembangan produktivitas tanaman padi setiap tahunnya mengalami peningkatan. NTT merupakan provinsi dengan tingkat kemiskinan ketiga ternyata memiliki produktivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan Papua dan Maluku yang menempati urutan pertama dan kedua. Hal ini dapat dilihat dari data yang menunjukkan bahwa tingkat produktivitas padi di NTT hanya mencapai 31,80 KuHa masih jauh dibawah produksi Indonesia pada tahun 2010. Data statistik menunjukkan luas panen padi lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Terjadi penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2009 ke tahun 2010. Pada tahun 2009 luas panen padi sebesar 3,3 persen dan mengalami penurunan yang cukup tajam sebesar -10,06 persen. Keadaan ini sejalan dengan kerusakan tanaman padi yang dipengaruhi oleh faktor iklim. Hujan yang berkepanjangan selama tahun 2010 mengakibatkan kerusakan tanaman padi seluas 24 ribu hektar atau meningkat hampir 6 enam kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 4 ribu hektar. Akibat kerusakan ini terjadi penurunan produksi dari 5,09 persen pada tahun 2009 menjadi -8,53 persen pada tahun 2010. Melihat fenomena perubahan iklim yang terjadi saat ini, diperlukan upaya kerja keras untuk memecahkan persoalan pencapaian produksi padi. Pada umumnya petani NTT masih mengandalkan hujan sebagai sumber pengairan yang utama. Penggunaan infrastruktur berupa sistem irigasi belum optimal digunakan sebagai penggunaan teknologi untuk peningkatan produksi padi. Pemberdayaan lahan kritis menjadi lahan yang produktif membuat masalah ketersediaan lahan untuk garapan menjadi salah satu solusi yang tepat. Pada tahun 2009, untuk luas lahan kritis di NTT telah mencapai 1.313.897 ha atau 27,74 persen dari total luas wilayah 4.735.000 ha. Kerusakan ini disebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya lahan semakin intensif, tanpa diikuti tindakan rehabilitasi dan pelestarian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki lahan kritis adalah dengan melakukan penanaman pohon dan melibatkan teknologi- teknologi yang sesuai dengan struktur geografis dan karakteristik wilayah yang sesuai.

4.4.2 Akses Terhadap Pangan