persen dari total luas wilayah 4.735.000 ha. Kerusakan ini disebabkan eksploitasi terhadap sumberdaya lahan semakin intensif, tanpa diikuti tindakan rehabilitasi
dan pelestarian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki lahan kritis adalah dengan melakukan penanaman pohon dan melibatkan teknologi-
teknologi yang sesuai dengan struktur geografis dan karakteristik wilayah yang sesuai.
4.4.2 Akses Terhadap Pangan
Akses terhadap pangan adalah salah satu dari tiga pilar indikator ketahanan pangan. Akses pangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memperoleh
cukup pangan, baik yang berasal dari produksi sendiri, stok, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan. Ketersediaan pangan disuatu daerah tidak
menjamin ketersediaan pangan di dalam suatu rumah tangga. Menurut FSVA 2009, akses pangan tergantung pada daya beli rumah tangga yang ditentukan
oleh penghidupan rumah tangga tersebut. Penghidupan rumah tangga terdiri dari kemampuan rumah tangga, modalaset sumber daya alam, fisik, sumber daya
manusia, ekonomi dan sosial dan kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan hidup dasar seperti penghasilan, pangan, tempat tinggal,
kesehatan dan pendidikan. Pemerintah Indonesia yang mengacu pada kriteria BPS menggunakan
standar kebutuhan dasar sebagai batas kemiskinan. Semakin besar jumlah penduduk miskin di suatu provinsi atau kabupaten maka akses terhadap pangan
akan semakin rendah dan angka kerawanan pangan akan semakin tinggi FSVA, 2009. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan oleh FSVA NTT menempati
peringkat ketiga setelah Papua dan Maluku dalam jumlah kabupaten-kabupaten
yang memiliki 30 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Angka ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan NTT merupakan salah satu faktor
yang harus diperhatikan dalam menanggulangi tingkat kerawanan pangan daerah maupun rumah tangga.
Selain itu, salah satu penyebab adanya “kemiskinan lokal” adalah dimana masyarakat yang tinggal di daerah atau terpencil tidak mempunyai akses
infrastruktur baik jalan maupun akses pasar. Masyarakat kesulitan dalam mengakses kebutuhan pangan yang terletak jauh dari tempat tinggal mereka.
Akses jalan yang baik mendukung pendistribusian pangan yang lancar kesetiap kabupaten yang ada di NTT. Kemudahan dalam akses jalan memudahkan
pemerintah untuk mengurangi tingkat kerawanan pangan daerah yang disebabkan terisolirnya suatu daerah akibat kendala infrastruktur jalan.
Peningkatan perbaikan akses jalan tumbuh setiap tahunnya. Pada tahun 2008 panjang jalan baik mencapai 803.95 km dan meningkat pada tahun 2009
menjadi 867.54 km. Keterbelakangan infrastruktur dapat menghalangi laju perkembangan dari suatu wilayah. Infrastruktur yang baik akan berpengaruh
terhadap invesatsi yang akan dikembangkan di suatu daerah sehingga akan memberikan penghidupan yang layak bagi masyarakat. Akses jalan memberikan
akses yang lebih baik ke pasar yang akan memudahkan produsen untuk memasarkan hasil produksi kepada penjual dan pembeli. Akses jalan juga
merupakan salah satu sarana terpenting dalam menghubungkan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang berguna untuk memperbaiki standar
kehidupan.
Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan kualitas manusia dalam peningkatan produktivitas. Tingkat kesehatan yang baik
dapat didukung dengan pelayanan kesehatan yang memadai sebagai sarana penunjang.
Tabel 4.3 Persentase rumah tangga dengan akses yang sangat terbatas terhadap sarana pelayanan kesehatan tahun 2007
Provinsi Rumah
Sakit Puskesmas
Dokter RT akses sangat
terbatas terhadap fasilitas kesehatan 5
km
Aceh 33
311 365
10.8 Jawa Tengah
34 117
295 2.00
NTB 13
134 153
3.80 NTT
25 253
269 14.20
Maluku 18
142 35
10.40 Papua
17 83
54 12.70
Sumber : FSVA, 2009 Tabel 4.3 memperlihatkan jumlah pelayanan kesehatan diberbagai provinsi.
NTT merupakan provinsi yang memiliki jumlah pelayanan kesehatan yang relatif banyak bila dibandingkan dengan Papua dan Maluku. Namun dalam persentase
akses terhadap fasilitas kesehatan 5 km, NTT merupakan provinsi yang memiliki tingkat keterbatasan akses yang lebih tinggi yaitu sebesar 14,20 persen
dibandingkan dengan provinsi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan pelayanan kesehatan yang baik apabila tidak diimbangi dengan kemudahan akses
maka akan kurang menunjukkan perubahan dalam kualitas kesehatan masyarakat.
4.4.3 Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga