Sektor tersier seperti sektor jasa tumbuh sebesar 7,52 persen yang mengalami percepatan sebesar 12,87 persen. Sektor perdagangan mengalami
pertumbuhan 7,28 dengan percepatan 10,76 persen. Namun sebaliknya sektor pertanian yang hanya tumbuh sebesar 2,66 persen mengalami perlambatan sebesar
-1,24 persen yang disebabkan adanya perubahan iklim sehingga mengubah jadwal musim tanam. Semua komponen ini mendukung perekonomian NTT tumbuh
sebesar 5,85 persen pada semester 1 tahun 2011. Saat ini perekonomian NTT mengalami pergeseran dari dominasi sektor
pertanian ke sektor jasa yang terus mengalami peningkatan cukup signifikan. Pada semester pertama 2011 kontribusi sektor jasa mencapai 32 persen dan kontribusi
sektor pertanian sebesar 35 persen. Peningkatan penerimaan dari sektor jasa membantu sumbangan terhadap PDRB dalam perekonomian. Selain sektor jasa,
sektor yang cukup berperan dalam sumbangan PDRB adalah perdagangan yang memberikan kontribusi sebesar 16 persen. Pada semester 1 2011 sebagian besar
PDRB digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 72,69 persen. Sedangkan konsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 22,24
persen. Komponen PDRB mengalami pertumbuhan yang didukung dari konsumsi pemerintah sebesar 12,16 persen, modal tetap bruto sebesar 6,93 persen, impor
barang dan jasa sebesar 6,25 persen, konsumsi rumah tangga sebesar 5,34 persen, konsumsi lembaga swasta nirlaba sebesar 5,06 persen dan ekspor barang dan jasa
sebesar 0,59 persen BPS, 2011.
4.3 Kondisi Fiskal Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kebijakan fiskal bagi provinsi NTT memiliki kontribusi penting bagi pendorong stimulus pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan sektor swasta
terhadap anggaran belanja pemerintah, baik provinsi maupun pemerintah pusat belum menunjukkan perubahan yang signifikan. Peran anggaran pemerintah
terhadap perekonomian NTT tercermin dari share konsumsi pemerintah terhadap struktur pembentukan angka PDRB di NTT. Melalui alokasi belanja modal,
belanja barang dan jasa yang disalurkan oleh berbagai instansi terkait, anggaran pemerintah di transmisikan kepada sektor-sektor usaha sebagai salah satu trigger
aktivitas perekonomian. Pada tahun 2010, terjadi peningkatan baik dari sisi pendapatan maupun
belanja. Penerimaan mengalami peningkatan sebesar 0,05 dibandingkan tahun 2009 menjadi Rp 1.08 triliun dari Rp 1.02 triliun dengan alokasi terbesar masih
tetap bersumber dari dana perimbangan, yaitu dana alokasi umum sebesar sekitar 75 persen. Pos pendapatan asli daerah sebesar Rp 298.15 miliar, dengan porsi
terbesar berasal dari penerimaan pajak daerah. Pemerintah daerah masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan pemerintah pusat. Dana
perimbangan masih memberikan kontribusi yang besar untuk mengisi celah fiskal fiscal gap
dalam share pos pendapatan daerah. Peningkatan penerimaan pemerintah daerah juga diikuti dengan peningkatan pengeluaran daerah baik dari
segi belanja pemerintah maupun pembiayaan pemerintah. Dalam segi belanja pemerintah terjadi peningkatan sebesar 0,11 persen dan dari segi pembiayaan
pemerintah mengalami kenaikan sebesar 1,27 persen. Dengan adanya peningkatan baik dari segi penerimaan maupun segi
pengeluaran pemerintah, kinerja keuangan dapat dilakukan seoptimal mungkin dengan pemberdayaan sumber-sumber dana untuk perbaikan infrastruktur.
Infrastrukutur berperan sebagai sarana pembangunan daerah yang akan
meningkatkan kegiatan perekonomian. Peningkatan anggaran yang diberikan setiap tahun seharusnya dapat dibarengi dengan peningkatan kinerja dan
perbaikan taraf hidup. Hal ini berkaitan dengan alokasi dana yang digunakan oleh pemerintah daerah sebagai bentuk tanggung jawab kepada masyarakat dan
pemerintah pusat. Pengalokasian dana akan lebih produktif apabila dikembangkan pada sektor-sektor riil yang berdampak langsung terhadap masyarakat sehingga
pemenuhan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengna baik. Peningkatan transfer terjadi pada DAU dan DBH, kecuali terjadi penurunan
pada DAK pada tahun 2010 sebesar 6,97 persen. Penerimaan DBH masih didominasi dari penerimaan pajak sebesar Rp 482.209 juta sedangkan DBH yang
bersumber dari kekayaan alam hanya sekitar Rp 9.895 juta yang terjadi pada tahun 2011. Penerimaan DBH yang bersumber dari kekayaan alam cenderung
sedikit. Hal ini disebabkan wilayah NTT yang kurang mempunyai sumber daya alam. Kekayaan alam NTT berasal baik dari sektor migas maupun sektor non
migas sumbangannya tidak terlalu banyak terhadap penerimaan daerah. NTT memiliki kecenderungan untuk meningkatkan sektor peternakan karena didukung
dengan keadaan alam yaitu tersedianya padang sabana. Namun potensi ini tidak termanfaatkan dengan baik akibat kurangnya produktivitas peternak dan keadaan
iklim yang kurang mendukung. DAK yang diberikan oleh pemerintah pusat dikhususkan guna membiayai
program-program yang memberikan kontribusi terhadap prioritas-prioritas pembangunan nasional. Perkembangan kontribusi dari masing-masing sektor
pembangunan tidak terlepas dari sektor-sektor utama dalam peningkatan PDRB daerah. Sedangkan Dana Bagi Hasil DBH penerimaan yang bersumber dari
pajak pada tingkat nasional dan sumber daya alam yang dibagikan diantara pemerintah pusat dan pemerintah-pemerintah daerah berdasarkan rasio yang telah
disepakati di dalam peraturan perundang-undangan.
4.4 Kondisi Ketahanan Pangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur