44 Hasil penghitungan land rent berbagai tipe penggunaan lahan dan
perbandingannya dengan land rent tambak garam disajikan pada Tabel 14. Hasil uji-t α = 0.05 menunjukkan bahwa land rent semua tipe penggunaan lahan
berbeda nyata dengan land rent tambak garam kecuali tipe penggunaan kebun mangga dan kebun pisang. Aktivitas perdagangan dan jasa mempunyai nilai land
rent paling besar disusul rumah huni dengan nilai kali lipat berturut-turut 143.63, 39.23 dan 9.81 terhadap tambak garam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Sitorus et al. 2007 dan Rustiadi et al. 2009 yang menyatakan bahwa penggunaan lahan untuk villa, aktivitas perdaganganjasa dan permukiman secara
umum memiliki land rent lebih besar dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk aktivitas pertanian.
Land rent kebun jambu air Syzgium aquem juga relatif tinggi, masih di atas kebun jati, dengan nilai 4.63 kali lipat land rent tambak garam. Hal ini tidak
mengherankan karena komoditas yang dikenal dengan nama pasar “jambu air camplong” tersebut merupakan buah khas Sampang-Madura yang merupakan
varietas unggul
serta mendapat apresiasi pasar lokal dan regional yang cukup tinggi Pubiati dan Suryadi 2005.
Tipe penggunaan lahan sawah irigasi dengan kisaran land rent Rp3 651− Rp4 742 per m
2
tahun dengan pola tanam padi-padi-tembakau, sawah tadah hujan dengan pola tanam padi-jagung-tembakau, kebun pisang, dan kebun mangga
memiliki nilai tengah land rent di atas tambak garam yang berkisar Rp1 675− Rp2 954 per m
2
tahun. Ladang dengan pola tanam jagung-tembakau, kebun bambu, dan terendah tambak budidaya polikultur bandeng-udang memiliki nilai
tengah land rent di bawah tambak garam. Tabel 14 Nilai land rent tiap tipe penggunaan lahan dan perbandingannya dengan
land rent tambak garam
Tipe penggunaan lahan
Kisaran nilai land rent
rupiahm
2
tahun Nilai
tengah rupiah
m
2
tahun Nilai kali
lipat terhadap
tambak garam
Nilai t hitung
Signifikansi uji t
berpasangan terhadap tambak
garam α = 0.05
Tambak budidaya 252− 317
285 0.13
−6.843 0.000
Kebun bambu 133− 889
291 0.13
−14.953 0.000
Ladang 715− 2 022
854 0.39
−7.318 0.000
Tambak garam 1 675− 2 954
2 176 1.00
- -
Kebun mangga 741− 2 917
2 200 1.01
−0.826 0.417
Kebun pisang 1 286− 4 060
2 751 1.26
1.646 0.114
Sawah tadah hujan 1 765− 3 395
2 766 1.27
2.89 0.008
Sawah irigasi 3 651− 4 742
4 120 1.89
9.941 0.000
Kebun jati 7 913− 9 375
8 238 3.79
23.498 0.000
Kebun jambu air 7 500− 11 767
10 083 4.63
14.871 0.000
Rumah huni 11 979− 45 918
21 354 9.81
6.496 0.000
Jasa bengkel 22 500− 315 000
85 357 39.23
4.245 0.000
Perdagangan 75 000− 580 000
312 500 143.63
6.726 0.000
45 Dalam kaitan upaya ekstensifikasi tambak garam, land rent akan menjadi
salah satu pertimbangan karena dalam mekanisme pasar kegiatan yang mempunyai nilai land rent yang lebih tinggi akan mampu menggeser kegiatan
dengan land rent yang lebih rendah Rustiadi et al. 2009. Lahan eksisting dengan land rent lebih tinggi dibandingkan dengan tambak garam cenderung tidak akan
dialihfungsikan tipe penggunaannya menjadi lahan pegaraman. Gambar 13 menunjukkan bahwa jika sekalipun lahannya potensial untuk ekstensifikasi
tambak garam, maka sawah irigasi padi-padi-tembakau, kebun jati, dan kebun jambu air cenderung tidak akan dikonversi menjadi tambak garam karena lebih
menguntungkan jika tipe penggunaannya tetap seperti kondisi eksisting. Namun tipe penggunaan tambak budidaya, kebun bambu, ladang jagung-tembakau,
kebun mangga, kebun pisang, dan sawah tadah hujan padi-jagung-tembakau selama memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam bisa mempengaruhi
pemilik lahan untuk dikonversi menjadi tambak garam. Preferensi untuk konversi lahan ini tentu dengan mempertimbangkan secara lebih mendalam manfaat
ekonomi yang dihasilkan masing-masing lahan pada tiap-tiap tipe penggunaannya.
Gambar 13 Kisaran land rent tiap tipe penggunaan lahan
5.3 Analisis Finansial Pengusahaan Garam
Di pesisir selatan Kabupaten Sampang, garam diusahakan dengan tiga macam metode pemanenan yaitu metode maduris. portugis dan geomembrane.
Perbedaan prinsip pada ketiga metode tersebut berkaitan dengan penggunaan alas pada petak kristalisasi. Metode maduris hanya menggunakan tanah tambak yang
dikeraskan menggunakan alat yang dalam bahasa setempat disebut glidik. Metode portugis menggunakan lantai garam yang diperoleh dari produksi garam yang
tidak dipanen selama kurang lebih 30 hari di awal musim. Metode geomembrane menggunakan alas membran berbahan polimer yang terbuat dari high-density
polyethylene HDPE. Metode maduris biasa digunakan dalam pegaraman rakyat karena metode ini lebih mudah diterapkan, sedangkan metode portugis dan
geomembrane biasa digunakan oleh PT. Garam. Namun demikian, sejak beberapa
2000 4000
6000 8000
10000 12000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 La
nd re
nt r
up ia
h m
2
ta hu
n
Tipe penggunaan lahan Keterangan:
1. Tambak ikan budidaya udang, bandeng
2. Kebun bambu 3. Ladang jagung - tembakau
4. Tambak garam 5. Kebun mangga
6. Kebun pisang 7. Sawah tadah hujan padi -
jagung - tembakau 8. Sawah irigasi padi - padi -
tembakau 9. Kebun jati
10. Kebun jambu air
46 tahun terakhir ada sebagian petani garam rakyat di sekitar lahan pegaraman PT.
Garam di Desa Pangarengan Kecamatan Pangarengan yang juga mulai mencoba menggunakan metode portugis. Secara lebih lengkap, perbedaan dari ketiga
metode tersebut ditunjukkan pada Tabel 15. Analisis finansial pengusahaan garam diawali dengan pengumpulan data
hasil produksi garam pada metode pemanenan maduris. portugis maupun geomembrane. Di lokasi pengambilan sampel, pengusahaan garam dengan metode
maduris menggunakan interval pemanenan setiap 7 hari satu pekan sehingga satu bulan bisa empat kali panen. Metode portugis dan geomembrane
menggunakan interval 10 harian dasarian sehingga dalam satu bulan bisa tiga kali panen. Analisis finansial yang dilakukan menggunakan harga garam yang
berlaku setempat di tempat panen tambak pada tahun 2011. Metode maduris menghasilkan garam kualitas sedang KP2 dengan harga Rp384 615 per ton.
Metode portugis dan geomembrane menghasilkan garam kualitas tinggi KP1 dengan harga Rp583 333 per ton. Lantai garam pada metode portugis pada akhir
musim juga dipungut dan dihargai sebagai garam kualitas rendah KP3 Rp250 000 per ton. Rekapitulasi jumlah dan nilai produksi tiap-tiap metode
pemanenan garam per unit produksi per bulannya ditunjukkan pada Gambar 14. Tabel 15 Perbedaan metode maduris, portugis, dan geomembrane
Uraian Metode pemanenan garam
Maduris Portugis
Geomembrane Lantai petak
kristalisasi Berupa tanah yang
dikeraskan Dibuat dari garam 1 bulan
pertama yang tidak dipanen
Berupa polimer HDPE geomembrane
Pembuatan pematang
Dibuat dari tanah yang dibentuk
menjadi gundukan pematang
Tanah yang dibuat gundukan dan dikokohkan
dengan susunan batu bata putih optional
Dibuat dari tanah yang dibentuk menjadi
gundukan pematang Pemanenan
- Dapat dilakukan
di awal musim -
Baru dapat dilakukan 1 bulan setelah awal musim
- Dapat dilakukan di
awal musim -
Memerlukan alat pencacah untuk
memecahkan dan memisahkan
garam dari tanah -
Memerlukan alat pencacah untuk
memecahkan dan memisahkan garam lantai
garam -
Tidak memerlukan alat pencacah karena
garam dapat dipisahkan dengan
mudah dari geomembrane
Kualitas garam KP2 sebagian
besar -
KP1 panen reguler KP1 seluruhnya
- KP3 merupakan lantai
garam yang juga dipungut di akhir musim
Satu unit produksi garam meliputi tambak bouzem reservoir untuk penampungan air laut, tambak peminihan sebagai areal penguapan, dan petak
kristalisasi sebagai tempat pembentukan kristal garam. Di lokasi penelitian luasan petak kristalisasi kurang lebih seperempat dari jumlah luas keseluruhan satu unit
produksi. Dengan unit sampel petak kristalisasi masing-masing seluas 7 200 m
2
berarti dibutuhkan luas keseluruhan kurang lebih 28 800 m
2
atau sekitar 3 ha. Pemanenan garam pada metode maduris dan geomembrane sudah dapat
dilakukan pada awal-awal musim produksi akhir Juni, sedangkan pada metode
47 portugis baru bisa memulai pemanenan satu bulan setelahnya. Ini disebabkan
karena pada metode portugis ada masa pembuatan lantai garam yang diperoleh dari produksi garam yang tidak dipanen selama satu bulan pertama. Hasil panen
garam dari tiap-tiap metode pemanenan tersebut kemudian dijadikan dasar penghitungan manfaat benefit pada analisis finansial tiap-tiap metode
pemanenan garam yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 16.
Gambar 14 Produksi dan nilai produksi garam metode pemanenan maduris, portugis, dan geomembrane
Hasil analisis finansial menunjukkan ketiga metode pemanenan pada pengusahaan garam tersebut layak untuk dilanjutkan. Terlihat dari Net Present
Value yang positif NPV 0, Internal Rate of Return diatas tingkat suku bunga yang berlaku di daerah penelitian IRR discount rate, dan Net Benefit Cost
Ratio lebih besar dari satu Net BCR 1.
Tabel 16 Hasil analisis finansial pengusahaan garam
Kriteria Metode pemanenan garam
Maduris Portugis
Geomembrane
NPV Rp
54 705 739 115 415 674
214 379 826
IRR discount rate 12.86
30.43 37.69
69.14
Net BCR
2.55 3.83
5.90
Payback period
3.92 4.11
2.93
Net BCR merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah yang digunakan Rustiadi et al. 2009. Dengan demikian, dari
Tabel 16 dapat diketahui bahwa metode geomembrane merupakan metode yang paling menguntungkan dibandingkan dengan kedua metode lainnya karena
91.9
9.4 50.0
56.7 65.1
58.9 53.7
9.1 62.9
81.1 67.5
57.2
16.6 72.6
106.4 118.2
106.9 86.4
20 40
60 80
100 120
140
Pr od
uk tiv
ita s
to n
72 00
m
2
Portugis KP3 Maduris KP2
Portugis KP1 Geomembrane KP1
23.0
3.6 19.2
21.8 25.0 22.7
20.7 5.3
36.7 47.3
39.4 33.4
9.7 42.4
62.0 69.0
62.3 50.4
10 20
30 40
50 60
70 80
N ila
i P ro
du ksi
ju ta
ru pia
h 72
00 m
2