Land Rent Berbagai Tipe Penggunaan Lahan dan Tambak Garam

47 portugis baru bisa memulai pemanenan satu bulan setelahnya. Ini disebabkan karena pada metode portugis ada masa pembuatan lantai garam yang diperoleh dari produksi garam yang tidak dipanen selama satu bulan pertama. Hasil panen garam dari tiap-tiap metode pemanenan tersebut kemudian dijadikan dasar penghitungan manfaat benefit pada analisis finansial tiap-tiap metode pemanenan garam yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 16. Gambar 14 Produksi dan nilai produksi garam metode pemanenan maduris, portugis, dan geomembrane Hasil analisis finansial menunjukkan ketiga metode pemanenan pada pengusahaan garam tersebut layak untuk dilanjutkan. Terlihat dari Net Present Value yang positif NPV 0, Internal Rate of Return diatas tingkat suku bunga yang berlaku di daerah penelitian IRR discount rate, dan Net Benefit Cost Ratio lebih besar dari satu Net BCR 1. Tabel 16 Hasil analisis finansial pengusahaan garam Kriteria Metode pemanenan garam Maduris Portugis Geomembrane NPV Rp 54 705 739 115 415 674 214 379 826 IRR discount rate 12.86 30.43 37.69 69.14 Net BCR 2.55 3.83 5.90 Payback period 3.92 4.11 2.93 Net BCR merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah yang digunakan Rustiadi et al. 2009. Dengan demikian, dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa metode geomembrane merupakan metode yang paling menguntungkan dibandingkan dengan kedua metode lainnya karena 91.9 9.4 50.0 56.7 65.1 58.9 53.7 9.1 62.9 81.1 67.5 57.2 16.6 72.6 106.4 118.2 106.9 86.4 20 40 60 80 100 120 140 Pr od uk tiv ita s to n 72 00 m 2 Portugis KP3 Maduris KP2 Portugis KP1 Geomembrane KP1 23.0 3.6 19.2 21.8 25.0 22.7 20.7 5.3 36.7 47.3 39.4 33.4 9.7 42.4 62.0 69.0 62.3 50.4 10 20 30 40 50 60 70 80 N ila i P ro du ksi ju ta ru pia h 72 00 m 2 48 memiliki nilai net BCR paling tinggi 5.90. Metode portugis net BCR = 3.83 lebih menguntungkan dibandingkan metode maduris net BCR = 2.55. Hal ini sejalan dengan laporan Amaliya 2007 yang menunjukkan keunggulan metode portugis dibandingkan dengan metode maduris pada pengusahaan garam di Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Payback period menunjukkan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi. Semakin cepat periode pengembalian suatu proyek atau terjadinya break event point BEP maka akan lebih disukai Soeharto 1995. Metode geomembrane selain paling menguntungkan juga memiliki payback period paling pendek 2.93 bulan, akan tetapi petani garam rakyat belum bisa menerapkannya karena geomembrane tidak tersedia di pasar retail dalam negeri. Metode maduris menunjukkan payback period lebih singkat 3.92 bulan dibandingkan dengan metode portugis 4.11 bulan sehingga banyak diminati petani garam rakyat sekalipun memiliki Net BCR lebih rendah. Preferensi petani garam rakyat menggunakan metode maduris juga disebabkan oleh tidak jauh berbedanya harga garam KP1 dan garam KP2 pada tahun-tahun sebelumnya, disamping proses pengusahaannya yang lebih mudah diterapkan. Memperhatikan keragaan produksi maupun hasil analisis finansial tersebut diatas, maka untuk pengembangan jangka pendek, petani garam sebaiknya mulai mengalihkan penggunaan metode maduris ke metode portugis. Dengan metode portugis kuantitas maupun kualitas hasil produksi lebih baik daripada metode maduris yang umum digunakan petani garam rakyat saat ini. Investasi yang dibutuhkan pada kedua metode ini relatif tidak jauh berbeda serta peralatan yang dibutuhkan sama-sama tersedia di pasar setempat. Arahan ini akan lebih feasible jika mendapat dukungan pasar maupun dari pemerintah selaku regulator penentu harga garam untuk mendeterminasikan harga yang jelas pada tiap-tiap kualitas garam. Sementara itu, penggunaan metode geomembrane bisa mulai dipersiapkan untuk pengembangan jangka menengah dan jangka panjang disamping tetap melakukan pengembangan teknologi lainnya. Diseminasi pemanfaatan metode pengusahaan garam dengan keragaan produksi yang baik secara akumulatif akan mampu meningkatkan produksi garam dalam negeri. Jika apresiasi pasar terhadap garam kondusif, penggunaan metode pemanenan garam dengan keragaan yang baik akan meningkatkan pendapatan petani garam. Keadaan ini secara makro akan meningkatkan ekonomi daerah.

5.4 Arahan Pengembangan Tambak Garam

Pengembangan tambak garam dalam penelitian ini secara fisik dimaknai sebagai upaya mencari potensi untuk ekstensifikasi lahan yang bisa dikembangkan menjadi tambak garam. Konsekuensi logis dari upaya ini adalah konversi tipe penggunaan lahan eksisting yang memiliki kesesuaian menjadi tambak garam. Menurut Sitorus 2004, tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan peruntukan dipakai sebagai titik awal proses, diperoleh dari kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan politik termasuk penggunaan lahan saat ini dan kondisi ekologis umum. Selain itu, dampak yang diperkirakan terhadap lingkungan juga menjadi faktor penting bagi keputusan tentang tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan keadaan suatu daerah. 49 Secara umum, menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007 kebijakan penggunaan lahan didasarkan pada 6 enam aspek, yaitu: 1 aspek teknis menyangkut potensi sumberdaya lahan yang dapat diperoleh dengan cara melakukan evaluasi kesesuaian lahan; 2 aspek lingkungan yaitu berkaitan dengan dampaknya terhadap lingkungan; 3 aspek hukum, yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku; 4 aspek politik atau kebijakan pemerintah; 5 aspek sosial menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan sosial, penggunaan lahan tidak boleh hanya menguntungkan seseorang, melainkan juga harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan sekitarnya; dan 6 aspek ekonomi, yaitu penggunaan lahan yang optimal yang memberi keuntungan setinggi-tingginya tanpa merusak lahannya sendiri serta lingkungannya. Terkait aspek teknis, dalam penelitian ini sudah dilakukan evaluasi kesesuaian lahan tambak garam sebagaimana sudah dibahas pada Subbab 5.1. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 8 949.91 ha lahan sesuai untuk dikembangkan menjadi lahan tambak garam yang terdiri atas lahan kelas sangat sesuai S1, cukup sesuai S2 dan sesuai marjinal S3. Lahan kelas S1 artinya tidak mempunyai pembatas yang besar untuk dikembangkan sebagai tambak garam, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi garam dan tidak akan menaikkan masukan input yang telah biasa diberikan. Lahan kelas S2 artinya lahan yang mempunyai pembatas- pembatas agak berat untuk penggunaan tambak garam yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan serta meningkatkan input yang diperlukan. Lahan kelas S3 menunjukkan bahwa lahan mempunyai pembatas- pembatas sangat berat untuk penggunaan tambak garam yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan input yang diperlukan. Selain dari tiga kelas tersebut masuk ke dalam kelas tidak sesuai N, yang menunjukkan bahwa lahan tersebut mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah untuk digunakan sebagai tambak garam secara lestari. Sehubungan dengan aspek lingkungan dan aspek hukum, proses identifikasi potensi ekstensifikasi tambak garam dalam penelitian ini juga sudah mempertimbangkan regulasi terkait agar lokasi tersebut berada dalam area yang memungkinkan dilakukan aktivitas pertambakan. Kaitannya dengan aspek lingkungan, penelitian ini sudah mempertimbangkan pengelolaan kawasan lindung. Areal yang masuk dalam kawasan lindung tidak dimasukkan dalam lahan potensi untuk ekstensifikasi tambak garam untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Namun demikian, upaya ekstensifikasi tambak garam ini masih perlu didahului dengan kajian eksternalitas dampak yang akan ditimbulkan serta dilengkapi dengan data status lahan atau perijinan mengenai penggunaan lahan tertentu. Identifikasi ekstensifikasi tambak garam dalam penelitian ini juga mempertimbangkan regulasi tentang pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan primer sebagaimana diuraikan pada subbab sebelumnya. Undang-undang nomor 38 tahun 2008 tentang Jalan mengatur tentang perlunya ruang pengawasan jalan di samping kanan kiri ruang milik jalan yang berfungsi untuk pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Undang- undang tersebut mengatur tentang larangan berikut sanksinya aktivitas yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan maupun di