Perumusan Masalah Study for Development of Conventional Salt Pond Center in the South Coast Region of Sampang Regency, East Java Province

6 Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian Kajian pengusahaan garam rakyat: Isu Lokal: Isu strategis: - Meningkatnya kebutuhan garam nasional rendahnya produksi garam dalam negeri - Swasembada garam nasional - Perbaikan harga garam tahun 2011 1 Tambak: comparative advantage Kabupaten Sampang 2 Berkembangnya tiga metode pemanenan garam: maduris, portugis, dan geomembrane 1 Analisis lahan potensi untuk ekstensifikasi 2 Analisis land rent penggunaan lahan tambak garam 3 Penilaian secara finansial metode pemanenan garam Aspek formal - teoritis: - Peraturan perundangan - RTRW Provinsi Jawa Timur - RTRW Kabupaten Sampang - Konsep pembangunan berimbang Potensi tambak garam di Kabupaten Sampang Arahan pengembangan sentra tambak garam rakyat Strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat Penyerapan informasi dari stakeholders 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengusahaan Garam di Indonesia

Menurut Raharjo 1984, secara prinsip garam diproduksi dengan tiga cara. Cara pertama yaitu menambang batu garam shaft mining. Cara ini hampir sama dengan pola yang dipakai untuk menambang batu bara yang dilanjutkan dengan menggiling dan mengayaknya sesuai dengan ukuran kristal garam yang dikehendaki. Cara kedua yaitu membor sumur garam drilling well. Dengan cara ini garam dalam tanah dieksploitasi dengan membuat sumur bor yang dilanjutkan dengan mengalirkan air ke dalamnya sehingga endapan garam terlarut. Larutan garam ini dipompa keluar untuk diproses lebih lanjut. Cara ketiga yaitu penguapan air laut atau air asin brine danau garam dengan bantuan sinar matahari solar evaporation. Produksi garam di Indonesia dilakukan melalui proses penguapan air laut menggunakan sinar matahari solar evaporation. Selama ini garam di Indonesia diproduksi oleh Badan Milik Negara BUMN dalam hal ini PT. Garam dan petani-petani garam atau yang dikenal sebagai pegaraman rakyat Hernanto dan Kwartatmono 2001. Pengusahaan garam dengan solar evaporation dimulai dengan memasukkan air laut ke dalam tambak ketika air laut pasang. Air ini kemudian dialirkan secara bertahap ke dalam beberapa tambak pemekatan dan akhirnya dialirkan ke petak kristalisasi. Prinsipnya, pembuatan garam dari laut terdiri atas langkah proses pemekatan dengan menguapkan airnya dan pemisahan garamnya dengan kristalisasi. Kristal garam yang terbentuk dipisahkan dari air induk dengan jalan dikeruk. Garam yang dihasilkan dari cara ini tidak hanya mengandung NaCl tetapi masih terkontaminasi oleh garam-garam lainnya seperti MgCl 2 , CaCl 2 , CaSO 4 dan lain-lain. Proses kristalisasi yang demikian disebut “kristalisasi total” Purbani 2001. Dengan solar evaporation, produksi garam sangat tergantung pada iklim. Hernanto dan Kwartatmono 2001 menggambarkan beberapa faktor iklim di Indonesia dibandingkan dengan di Australia. Secara umum, musim kemarau di Indonesia relatif pendek yaitu hanya 4−6 bulan, sedangkan di Australia sekitar 9−10 bulan kemarau per tahun. Curah hujan daerah pembuatan garam di Indonesia cukup besar yaitu 100−300 mmmusim, sedangkan di Australia 10−100 mmmusim. Total hujan daerah garam di Indonesia khususnya Madura yaitu berkisar 1 200−1 400 mmtahun, sedangkan curah hujan di daerah ladang garam di Australia 200−250 mmtahun. Kelembaban di Indonesia 60−80 sedangkan di Australia 30−40, berarti kecepatan penguapan air laut di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Australia. Perbedaan faktor iklim tersebut menghasilkan produktifitas yang sangat berbeda yaitu sekitar 60-70 tonhatahun di Indonesia, sedangkan di Australia sangat tinggi yaitu berkisar 200-300 tonhatahun. Sumber daya alam yang sangat mendukung di Australia menghasilkan garam yang sangat melimpah sehingga melampaui kebutuhan dalam negerinya. Dari gambaran sederhana ini maka tidak heran kalau Indonesia menutupi kekurangan pemenuhan garam nasional melalui impor garam dari Australia. 8 Pengusahaan garam di Indonesia dilakukan di 9 sembilan provinsi Gambar 2. Pusat pembuatan garam di Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Madura. Beberapa sentra andalan produksi garam nasional yaitu Kabupaten Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Sumenep, Pamekasan, dan Sampang. Usaha tani garam masih merupakan usaha rakyat dengan sistem penggaraman kristalisasi total yaitu seluruh zat yang terkandung diendapkan tidak hanya natrium klorida tetapi juga beberapa mineral pengotor sehingga produktivitas dan kualitasnya masih rendah. Gambar 2 Distribusi lahan produksi garam nasional tahun 2009 Diolah dari KKP 2010 Sebelum tahun 2011, di Madura dikenal dua metode pemanenan garam yaitu metode maduris dan metode portugis Syafii 2006. Metode maduris biasa digunakan oleh masyarakat petani garam karena metode ini lebih mudah diterapkan. Dengan metode maduris, proses pemanenan garam sudah dapat dilakukan di awal musim sehingga lebih cepat menghasilkan uang. Berbeda halnya dengan metode maduris, metode portugis biasa digunakan oleh PT Garam. Pada metode portugis pemanenan garam tidak dapat dilakukan di awal musim karena didahului dengan pembuatan lantai garam pada petak kristalisasi. Lantai garam ini merupakan garam hasil penguapan air laut pada petak kristalisasi yang tidak dipanen dalam kurun waktu kurang lebih 30 hari. Hasil penelitian Amalia 2007 di Desa Pinggir Papas Sumenep menunjukkan bahwa dibandingkan dengan metode maduris, metode portugis lebih layak dan menguntungkan untuk dijalankan pada usaha tambak garam pada luas lahan satu hektar. Kualitas garam hasil metode portugis secara umum juga lebih bagus daripada garam hasil metode maduris. Tata niaga garam yang buruk di daerah setempat maupun di Madura secara umum dan terbatasnya musim kemarau menyebabkan petani setempat masih menggunakan metode