Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Tambak Garam

41 meter di kiri kanan sungai kecil. Selain regulasi ini juga mempertimbangkan Rencana Kawasan Lindung dalam RTRW Kabupaten Sampang Tahun 2011-2031. Dalam kaitan pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan, regulasi yang dipertimbangkan yakni Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Undang-undang tentang Jalan mengatur tentang perlunya ruang pengawasan jalan di samping kanan kiri ruang milik jalan. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan yang berfungsi untuk pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Dalam penelitian ini konsep ruang pengawasan jalan dan ruang milik jalan mengacu pada Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Sampang yaitu ditetapkan selebar 41 m untuk jalan arteri primer, 25 meter untuk jalan kolektor primer, dan 22 meter untuk jalan lokal primer Bappeda Sampang 2011b. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat lahan sesuai untuk dikembangkan menjadi tambak garam yang masuk dalam kawasan lindung seluas 387.66 ha dan masuk dalam ruang milik jalan serta ruang pengawasan jalan seluas 17.61 ha Lampiran 2. Areal yang masuk dalam kawasan lindung tidak dimasukkan sebagai lahan potensi untuk ekstensifikasi tambak garam untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Begitu pula areal yang masuk ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan juga tidak dimasukkan dalam lahan potensi ekstensifikasi tambak garam untuk pengamanan konstruksi serta pengamanan fungsi jalan. Perlunya pertimbangan regulasi pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan ini karena aktivitas pertambakan dipandang dapat menurunkan kekuatan konstruksi jalan. Setelah mempertimbangkan kesesuaian lahan dan regulasi terkait maka diketahui potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Hasil identifikasi potensi ekstensifikasi lahan untuk tambak garam diketahui seluas 2 398.55 ha Tabel 13. Sebagian besar lahan potensi tersebut masuk ke dalam kelas S2 yaitu seluas 1 940.79 ha. Lahan dengan kelas S1 hanya teridentifikasi seluas 26.27 ha, selebihnya kelas S3 diketahui seluas 431.49 ha. Lahan eksisting yang teridentifikasi memiliki potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam tersebut didominasi tutupan lahan berupa sawah yaitu seluas 2 142.45 ha 89.32. Selanjutnya menyusul tutupan lahan berupa tambak budidaya 152.38 ha 6.35, ladangtegalan 54.91 ha 2.29, rawa 42.36 ha 1.77, semak belukar 5.72 ha 0.24, dan kebun campuran 0.74 ha 0.03. Areal yang teridentifikasi memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam ini pada dasarnya bisa direalisasikan untuk dikelola oleh petani garam rakyat maupun oleh PT. Garam, tergantung status kepemilikan lahan. Jika lahan teridentifikasi merupakan lahan milik rakyat maka tentu bisa dikembangkan menjadi tambak garam untuk dikelola oleh rakyat. Apabila lahan yang teridentifikasi potensi merupakan lahan milik PT. Garam maka tentu bisa dikembangkan menjadi tambak garam untuk dikelola oleh PT. Garam. Namun jika lahan teridentifikasi merupakan lahan milik pemerintah maka pengelolaannya bisa dilakukan oleh rakyat atau PT. Garam. Dalam hal ini, keputusan untuk pengembangan tambak garam dan kebijakan mengenai pihak yang akan mengelolanya dikembalikan kepada pemilik lahan. 42 Gambar 12 Potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam Tabel 13 Hasil identifikasi potensi ekstensifikasi lahan tambak garam Tutupan lahan eksisting Potensi ekstensifikasi ha Persentase S1 S2 S3 Jumlah Tambak garam - - - - 0.00 Tambak budidaya - - 152.38 152.38 6.35 Sawah - 1 905.69 236.76 2 142.45 89.32 Ladangtegalan 26.27 28.64 - 54.91 2.29 Kebun campuran - 0.74 - 0.74 0.03 Semak belukar - 5.72 - 5.72 0.24 Rawa - - 42.36 42.36 1.77 Jumlah 26.27 1 940.79 431.49 2 398.55 100.00 Data panen garam kabupaten sampang tahun 2011 menunjukkan total produksi dari lokasi penelitian sebesar 282.760 ton dengan produktivitas tambak garam optimal mencapai 133 tonhamusim DKPP Sampang 2011. Upaya ekstensifikasi lahan tambak garam bisa meningkatkan produksi garam sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya. Jika diasumsikan lahan potensi ekstensifikasi dengan kelas S1 bisa memproduksi garam dengan produktivitas 80 dari produktivitas optimal 106 tonhamusim, kelas S2 memiliki produktivitas 60 80 tonhamusim, dan kelas S3 memiliki produktivitas 40 53 tonhamusim maka dapat diestimasi potensi tambahan produksi garam dari pesisir selatan 43 Kabupaten Sampang. Dengan memperhatikan luasan areal lahan potensi ekstensifikasi pada tiap-tiap kelas kesesuaiannya maka potensi tambahan produksi garam setiap musimnya yaitu dari lahan kelas S1 sebesar 2 792 ton, dari lahan kelas S2 sebesar 154 720 ton dan dari lahan kelas S3 sebesar 22 932 ton. Dengan demikian, jika seluruh lahan potensi ekstensifikasi direalisasikan maka potensi penambahan produksi garam secara keseluruhan yaitu sebanayak 180 445 tonmusim. Dalam kaitan swasembada garam nasional, jika memperhatikan kekurangan garam konsumsi beberapa tahun terakhir secara nasional yaitu sebesar 200 ribu tontahun sebagaimana disebutkan KKP 2009, 2010a, 2011 maka tidak cukup teratasi kalau hanya mengandalkan upaya ekstensifikasi lahan tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang. Perlu upaya ekstensifikasi dari lokasi lainnya, disamping tetap mengupayakan langkah optimalisasi produksi garam. Namun demikian, upaya ekstensifikasi lahan tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang ini memiliki potensi untuk bisa menutupi 90 kekurangan garam konsumsi nasional.

5.2 Land Rent Berbagai Tipe Penggunaan Lahan dan Tambak Garam

Menurut Barlowe 1978 land rent dianggap sebagai suatu surplus nilai produk atau total pendapatan setelah dikurangi total biaya. Nilai land rent dalam penelitian ini dimaknai sebagai pendapatan bersih yang diterima suatu bidang lahan tiap meter persegi per tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada bidang lahan tersebut Rustiadi et al. 2009. Tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang diusahakan untuk produksi garam pada musim kemarau dan untuk budidaya ikan bandeng danatau udang pada musim penghujan. Penghitungan land rent tambak garam dan tipe penggunaan lahan lainnya dimaksudkan agar diketahui perbandingan gambaran surplus ekonomi dari tiap tipe penggunaan lahan tersebut. Dengan memperhatikan land rent tambak garam dibandingkan tipe penggunaan lahan lainnya akan diketahui secara logis menurut hukum ekonomi pasar tipe penggunaan lahan apa yang memungkinkan beralih fungsi menjadi tambak garam, sejauh memenuhi kriteria kesesuaiannya. Tipe penggunaan lahan yang dianalisis adalah berkaitan dengan bentuk kegiatan ekonomi yang dilakukan di atas lahan tersebut selama satu tahun. Tambak milik rakyat di pesisir selatan Kabupaten Sampang diusahakan dalam bentuk tambak garam dan beberapa diusahakan sebagai tambak budidaya. Tambak budidaya sepanjang tahun diusahakan untuk budidaya ikan yang pada umumnya polikultur bandeng-udang. Berbeda dengan tambak budidaya, tambak garam diusahakan untuk produksi garam pada musim kemarau dan untuk budidaya ikan bandeng danatau udang pada musim penghujan. Penghitungan land rent tambak garam hanya dilakukan pada pengusahaan garam rakyat yang menggunakan metode maduris. Dari penghitungan yang dilakukan, hasil produksi garam pada musim kemarau tersebut memberikan kontribusi yang sangat dominan 96.4 dibandingkan dengan budidaya ikan 3.6 seperti ditunjukkan pada Lampiran 3. 44 Hasil penghitungan land rent berbagai tipe penggunaan lahan dan perbandingannya dengan land rent tambak garam disajikan pada Tabel 14. Hasil uji-t α = 0.05 menunjukkan bahwa land rent semua tipe penggunaan lahan berbeda nyata dengan land rent tambak garam kecuali tipe penggunaan kebun mangga dan kebun pisang. Aktivitas perdagangan dan jasa mempunyai nilai land rent paling besar disusul rumah huni dengan nilai kali lipat berturut-turut 143.63, 39.23 dan 9.81 terhadap tambak garam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sitorus et al. 2007 dan Rustiadi et al. 2009 yang menyatakan bahwa penggunaan lahan untuk villa, aktivitas perdaganganjasa dan permukiman secara umum memiliki land rent lebih besar dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk aktivitas pertanian. Land rent kebun jambu air Syzgium aquem juga relatif tinggi, masih di atas kebun jati, dengan nilai 4.63 kali lipat land rent tambak garam. Hal ini tidak mengherankan karena komoditas yang dikenal dengan nama pasar “jambu air camplong” tersebut merupakan buah khas Sampang-Madura yang merupakan varietas unggul serta mendapat apresiasi pasar lokal dan regional yang cukup tinggi Pubiati dan Suryadi 2005. Tipe penggunaan lahan sawah irigasi dengan kisaran land rent Rp3 651− Rp4 742 per m 2 tahun dengan pola tanam padi-padi-tembakau, sawah tadah hujan dengan pola tanam padi-jagung-tembakau, kebun pisang, dan kebun mangga memiliki nilai tengah land rent di atas tambak garam yang berkisar Rp1 675− Rp2 954 per m 2 tahun. Ladang dengan pola tanam jagung-tembakau, kebun bambu, dan terendah tambak budidaya polikultur bandeng-udang memiliki nilai tengah land rent di bawah tambak garam. Tabel 14 Nilai land rent tiap tipe penggunaan lahan dan perbandingannya dengan land rent tambak garam Tipe penggunaan lahan Kisaran nilai land rent rupiahm 2 tahun Nilai tengah rupiah m 2 tahun Nilai kali lipat terhadap tambak garam Nilai t hitung Signifikansi uji t berpasangan terhadap tambak garam α = 0.05 Tambak budidaya 252− 317 285 0.13 −6.843 0.000 Kebun bambu 133− 889 291 0.13 −14.953 0.000 Ladang 715− 2 022 854 0.39 −7.318 0.000 Tambak garam 1 675− 2 954 2 176 1.00 - - Kebun mangga 741− 2 917 2 200 1.01 −0.826 0.417 Kebun pisang 1 286− 4 060 2 751 1.26 1.646 0.114 Sawah tadah hujan 1 765− 3 395 2 766 1.27 2.89 0.008 Sawah irigasi 3 651− 4 742 4 120 1.89 9.941 0.000 Kebun jati 7 913− 9 375 8 238 3.79 23.498 0.000 Kebun jambu air 7 500− 11 767 10 083 4.63 14.871 0.000 Rumah huni 11 979− 45 918 21 354 9.81 6.496 0.000 Jasa bengkel 22 500− 315 000 85 357 39.23 4.245 0.000 Perdagangan 75 000− 580 000 312 500 143.63 6.726 0.000