57
5.5.3 Analisis Matriks Space
Matriks space digunakan untuk mempertajam strategi hasil analisis matriks IE Gambar 16. Tujuannya adalah untuk melihat posisi sentra tambak garam
rakyat serta melihat arah perkembangan selanjutnya. Parameter yang digunakan diambil dari matriks IFAS dan EFAS, yaitu selisih skor faktor strategi internal
kekuatan – kelemahan dan selisih skor faktor eksternal peluang – ancaman dengan perhitungan sebagai berikut:
Kekuatan – Kelemahan = 1.647 – 1.372 = 0.275 Peluang – Ancaman = 1.506 – 1.621 = −0.115
Gambar 16 menunjukkan bahwa posisi sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang berada pada kuadran II. Ini
merupakan situasi dimana sentra tambak garam rakyat tersebut menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan internal. Menurut Marimin
2008, strategi yang harus dilakukan perusahaan yang berada pada kuadran II adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang guna
menghadapi ancaman.
Gambar 16 Posisi sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang pada matriks space
Seluruh peluang yang teridentifikasi pada analisis sebelumnya pada dasarnya harus bisa dimanfaatkan untuk pengembangan sentra tambak garam
rakyat pada masa mendatang. Peluang ini dibutuhkan untuk menghadapi kuatnya faktor ancaman dari luar terutama berkaitan dengan tata niaga garam antara lain:
1. Pelanggaran importasi garam padahal sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 44 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 20M-DAGPER92005 tentang Ketentuan Impor Garam. Bentuk pelanggaran dapat berupa overquote maupun terkait waktu
pelaksanaan impor. Laporan DIKA Deperindag 2001 menunjukkan bahwa sebagian importir garam melakukan impor melebihi kebutuhan produksi dan
sisanya dijual ke pasar bebas, sehingga peredaran garam rakyat menjadi terganggu.
2. Tidak berfungsinya Harga Penetapan Pemerintah HPP padahal sudah diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri nomor 2
0.275, −0.115
Kuadran I
Strategi agresif
Kuadran II
Strategi kompetitif
Kuadran IV
Strategi defensif
Kuadran III
Strategi konservatif
Kekuatan
internal Kelemahan
internal Berbagai peluang
Berbagai ancaman
58 Tahun 2011 tentang Penetapan Harga Penjualan Garam di Tingkat Petani
Garam. 3. Pasar yang hegemonik dan monopolistik yang menyebabkan penentuan harga
dikuasai pabrikpedagang besar. Bentuk pasar yang oligopsoni menyebabkan timpangnya posisi tawar antara pembeli yang jumlahnya sedikit namun kuat
dengan petani garam rakyat selaku penjual yang jumlahnya banyak namun lemah dalam berbagai hal.
4. Adanya praktik kartel dalam perdagangan garam di tingkat lokal dan regional. Kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud
mengendalikan harga komoditi tertentu. Keadaan ini memperparah bentuk pasar yang hegemonik monopolistik sehingga harga garam lebih mudah
dikendalikan pabrikpedagang besar.
5. Banyak munculnya asosiasi terkait di bidang garam. Asosiasi ini pada mulanya dibutuhkan untuk membela kepentingan petani garam rakyat,
misalnya dalam hal pemberian tanda sah surat pernyataan importir produsen IP garam iodisasi terkait perolehan garam dari petani garam rakyat
sebagaimana diatur dalam Ketentuan Impor Garam. Jumlah garam rakyat yang diserap akan menentukan jumlah garam impor yang bisa didatangkan
oleh IP garam iodisasi dari luar negeri. Dengan demikian keberadaan asosiasi ini secara tidak langsung menentukan jumlah garam iodisasi yang bisa
diimpor. Akan tetapi karena jumlahnya yang banyak menyebabkan pengendalian dan pengawasannya sulit dilakukan oleh instansi yang
membidangi garam.
Aspek tata niaga sangat menentukan keberlanjutan pengusahaan suatu komoditas. Tata niaga garam yang baik, yang menguntungkan semua pihak, dapat
menjamin tetap berlangsungnya aktivitas pengusahaan garam selama masih didukung sumber daya yang ada. Kuatnya faktor ancaman dalam pengusahaan
garam seperti ditunjukkan pada Gambar 16 tidak bisa diatasi dengan hanya mengandalkan faktor kekuatan internal. Kekuatan yang dimiliki haruslah bisa
memanfaatkan faktor peluang yang ada. Faktor peluang yang bisa diharapkan untuk mengatasi permasalahan tata niaga garam ini adalah perhatian serius dari
pemerintah. Dengan fungsi regulator dan kewenangan yang dimiliki, pemerintah diharapkan bisa lebih tegas dalam penegakan regulasi yang sudah ditetapkan.
Intervensi pemerintah dalam tata niaga garam merupakan langkah mutlak yang harus diambil untuk memperbaiki pengusahaan garam dalam negeri.
5.5.4 Analisis SWOT
Penentuan alternatif strategi yang sesuai untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang dalam
kerangka pengembangan wilayah, dilakukan dengan membuat matriks SWOT Gambar 17. Memperhatikan hasil dari kedua analaisis matriks IE dan matriks
space, maka posisi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang berada pada kuadran II. Oleh karena itu, kombinasi
strategi alternatif yang dipilih adalah strategi ST Strenghts-Threats sebagai strategi utama, yaitu menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman, disamping tetap memanfaatkan peluang opportunity jangka panjang.
59 Dengan analisis SWOT yang dilakukan, dirumuskan 9 sembilan rumusan
strategi yang dapat dikembangkan. Berdasarkan posisi sentra tambak garam rakyat yang ada di kuadran II, maka ditetapkan 3 tiga rumusan strategi prioritas,
yaitu: 1 Memperkuat kelembagaan petani garam untuk mengawal pemerintah dalam rangka penegakan regulasi; 2 Meningkatkan volume produksi serta
mengupayakan peningkatan kualitas garam, baik melalui produksi maupun pemrosesan pasca panen, guna mengimbangi garam impor; dan 3 memperluas
dan mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi dari pemerintah mengingat bentuk pasar garam yang hegemonistik-monopolistik serta terjadi
kartel dagang di tingkat lokal dan regional.
Faktor Internal
Faktor Eksternal Strengths S
1. Potensi SDA 2. Teknik pengusahaan garam
3. Peralatan 4. Tenaga kerja
5. Jaringan pemasaran 6. Koperasi petani garam
7. Kelompok petani garam
Weaknesses W
1. Infrastruktur 2. Ketergantungan cuaca
3. Kualitas SDM dan kelembagaan
4. Akses modal 5. Kualitas garam
6. Sentuhan teknologi
Opportunities O
1. Tingginya permintaan 2. Perhatian serius pemerintah
3. Regulasi penetapan harga 4. Proteksi garam rakyat
5. Dukungan RTRW 6. Teknologi geomembrane
Strategi SO
1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya dalam rangka
meningkatkan produksi S
1-5
O
1-6
. 2. Perencanaan yang matang
terkait introduksi teknologi S
1-4
O
6
.
Strategi WO
1. Membenahi keterbatasan SDM, infrastruktur dan teknologi
W
1-6
O
1-6
. 2. Membuka danatau
memudahkan akses permodalan bagi petani garam W
5
O
2-6
.
Threats T
1. Garam impor 2. Tidak berfungsinya HPP
3. Pasar yang hegemonistik dan monopolistik
4. Kartel dagang 5. Asosiasi garam
6. Konversi lahan
Strategi ST
1. Memperkuat kelembagaan petani garam guna mengawal
pemerintah dalam penegakan regulasi S
6-7
T
1-6
2. Meningkatkan volume produksi serta mengupayakan
peningkatan kualitas garam S
1-4
T
1
. 3. Memperluas dan
mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi
pemerintah S
5-7
T
3-4
.
Strategi WT
1. Meningkatkan kualitas SDM dan memperkuat kelembagaan
petani garam W
3
O
1-6
. 2. Meningkatkan koordinasi antar
stakeholder pemerintah, petani, pabrikpedagang W
1-6
O
1-6
Gambar 17 Hasil analisis matriks SWOT pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang
5.5.5 Strategi Pengembangan Tambak Garam
Berdasarkan rangkaian hasil teknik analisis A’WOT di atas, maka ditetapkan 3 tiga rumusan strategi prioritas untuk pengembangan sentra tambak
garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang. Pertama, memperkuat kelembagaan petani garam untuk mengawal pemerintah dalam
rangka penegakan regulasi. Organisasi-organisasi petani garam di lokasi penelitian berupa kelompok petani garam dan asosiasi petani garam. Pada tahun
2011 tercatat terdapat 237 kelompok petani garam Pengembangan Usaha Garam
60 Rakyat PUGAR dan 9 asosiasi petani garam rakyat DKPP Sampang 2011;
DISPERINDAGTAM Sampang 2010. Organisasi-organisasi ini harus dikuatkan sumber daya manusia maupun sistem kelembagaannya. Upaya peningkatan
sumber daya manusia dan kelembagaan ini dapat dilaksanakan melalui kegiatan berupa penyuluhan dan pelatihan, baik yang bersifat teknis pengusahaan garam
maupun berkaitan dengan kemampuan manajerial. Keberadaan koperasi garam juga harus diberdayakan misalnya dibantu dengan pelatihan manajemen
organisasi dan pemberian bantuan dana bergulir. Semua upaya memperkuat kelembagaan petani garam rakyat yang dilakukan terutama dalam rangka
meningkatkan posisi tawar petani garam rakyat di hadapan pabrikpedagang besar yang secara hegemoni menguasai pasar garam. Kuatnya kelembagaan petani juga
diharapkan juga bisa mengawal pemerintah dalam penegakan regulasi yang sudah ada.
Kedua, meningkatkan volume produksi serta mengupayakan peningkatan kualitas garam, baik melalui produksi maupun pemrosesan pasca panen, guna
mengimbangi garam impor. Pada tahun 2011, rata-rata produktivitas pegaraman rakyat tiap desa di pesisir selatan Kabupaten Sampang bervariasi berkisar
57.81−92.17 tonhatahun DKPP Sampang 2011. Penyebab rendahnya produksi garam di lahan-lahan garam yang memiliki produktivitas harus diketahui terlebih
dahulu untuk selanjutnya bisa diberikan stimulan solusi penyelesaiannya. Lahan garam yang sudah berproduksi dengan baik juga perlu dipertahankan atau bahkan
kalau masih bisa ditingkatkan lagi. Garam rakyat yang sebagian besar masuk dalam kategori KP2, bahkan ada beberapa yang masih masuk dalam kategori KP3
perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga sebagian besar garam rakyat masuk ke dalam kategori KP1. Peningkatan kualitas garam rakyat ini dapat dilakukan
melalui perbaikan selama proses produksi maupun melalui proses tambahan pasca panen. Berdasarkan hasil analisis pada subbab sebelumnya, maka pengalihan
metode pengusahaan garam rakyat dari maduris ke portugis atau bahkan geomembrane diyakini akan sangat membantu dalam peningkatan kuantitas
maupun kualitas garam rakyat. Semua upaya tersebut di atas perlu dilakukan agar garam rakyat mampu mengimbangi garam impor, setidaknya bisa mengurangi
ketergantungan kebutuhan garam nasional terhadap garam impor. Peningkatan volume produksi dan kualitas garam rakyat ini harus dilakukan
secara komprehensif. Air laut sebagai bahan baku yang terbebas dari cemaran berbahaya dan memenuhi syarat harus dipastikan tersedia melimpah dan dapat
diakses dengan mudah. Infrastruktur pendukung seperti jalan akses di areal pegaraman, kanal-kanal untuk masuknya air laut, danatau dermaga untuk
pengangkutan garam via kapal jika dibutuhkan harus memadai. Penyediaan fasilitas produksi yang memadai dan revitalisasi lahan tambak garam yang kurang
produktif juga perlu dilaksanakan. Upaya penelitian dan introduksi teknologi tepat guna untuk peningkatan produksi dan kualitas garam juga perlu dikembangkan,
disamping tetap memperhatikan potensi ekstensifikasi lahan tambak garam sebagaimana telah dilakukan dalam penelitian ini.
Ketiga, memperluas dan mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi dari pemerintah mengingat bentuk pasar garam yang hegemonistik-
monopolistik serta terjadi kartel dagang di tingkat lokal dan regional. Petani garam rakyat melalui kelembagaan yang ada harus mampu mengembangkan
sistem jalur distribusi dan jaringan pemasaran garam yang efisien dan
61 menguntungkan semua pelaku usaha penggaraman. Namun demikian, mengingat
dominannya faktor ancaman dalam pengusahaan garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang sebagaimana diuraikan dalam sub-bab sebelumnya, maka
intervensi pemerintah dalam tata niaga garam mutlak diperlukan. Pemerintah juga perlu mendorong terciptanya stabilitas harga yang menguntungkan petani garam,
tentu juga tanpa merugikan pabrikpedagang besar selaku pembeli. Kedepannya, juga perlu dibangun kemitraan terpadu antara petani garam, pengusahapedagang
dan pemerintah. Keberhasilan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di
kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang dalam kerangka pengembangan wilayah ini sangat bergantung pada komitmen para stakeholder yang didukung
dengan monitoring dan evaluasi secara berkala. Pemerintah perlu mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam usaha garam dan sampingannya baik dari
sektor hulu sampai hilir sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani garam dan secara makro akan mampu
memperbaiki ekonomi daerah dalam kerangka pengembangan wilayah sekaligus membantu pencapaian swasembada garam nasional.
6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulan beberapa hal sebagai berikut:
1. Lahan yang memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam seluas 2 398.55 ha meliputi 2 142.45 ha tutupan lahan eksisting berupa sawah,
152.38 ha berupa tambak budidaya, 54.91 ha ladangtegalan, 42.36 ha rawa, 5.72 ha semak belukar, dan 0.74 ha berupa kebun campuran.
2. Land rent tipe penggunaan lahan yang berada di atas land rent tambak garam dari yang tertinggi hingga terendah yaitu perdagangan, jasa, rumah huni,
kebun jambu air, kebun jati, sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun pisang, dan kebun mangga. Land rent penggunaan lahan yang berada di bawah land
rent tambak garam adalah ladang, kebun bambu, dan tambak budidaya. 3. Semua metode pemanenan garam secara finansial layak untuk dilanjutkan
NPV 0, IRR discount rate. Berdasarkan kriteria Net BCR dan payback period metode geomembrane lebih menguntungkan dan lebih cepat terjadinya
BEP dibandingkan dengan metode maduris dan portugis. 4. Arahan pengembangan tambak garam dilihat dari kesesuaian lahan, land rent
dan penggunaan lahan eksisting adalah pada lahan yang memiliki kelas sesuai untuk tambak garam dengan tipe penggunaan berupa tambak budidaya, sawah
tadah hujan, rawa, semak belukar, ladang, kebun pisang, kebun mangga, dan kebun bambu.
5. Strategi prioritas untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat di
kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang adalah: 1 memperkuat kelembagaan petani garam untuk mengawal pemerintah dalam rangka
penegakan regulasi, 2 meningkatkan volume produksi serta mengupayakan peningkatan kualitas garam, dan 3 memperluas dan mengefektifkan jaringan
distribusi, disertai intervensi dari pemerintah.
6.2 Saran
Saran dari hasil penelitian ini adalah: 1. Dalam melakukan ekstensifikasi, pemerintah dan masyarakat Kabupaten
Sampang disarankan untuk diarahkan ke lahan-lahan yang sesuai dan berpotensi untuk tambak garam dimulai dari tutupan lahan yang land rent-nya
rendah yaitu berupa tambak budidaya, ladangtegalan, kebun campur, dan sawah tadah hujan.
2. Upaya ekstensifikasi tambak garam disarankan perlu didahului dengan kajian eksternalitasdampak yang akan ditimbulkan serta dilengkapi dengan data
status lahan atau perijinan mengenai penggunaan lahan tertentu. Selain itu juga perlu mempertimbangkan dokumen perencanaan dan penetapan serta
pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan LP2B apabila sudah tersedia.
63 3. Untuk pengembangan jangka pendek, petani garam sebaiknya mulai beralih
dari penggunaan metode maduris ke metode portugis. Penggunaan metode geomembrane bisa mulai dipersiapkan untuk pengembangan jangka
menengah dan jangka panjang. 4. Kriteria kesesuaian lahan tambak garam perlu disempurnakan lagi dengan
turut mempertimbangkan hasil penelitian ini serta dilengkapi dengan beberapa peubah yang belum digunakan seperti amplitudo pasang surut yang
dikaitkan dengan elevasi lahan, kedalaman tanah, kualitas air laut terutama berkaitan dengan kandungan garam dan tingkat ketercemarannya, beberapa
unsur iklim yang dianggap signifikan, dan peubah-peubah relevan lainnya yang dipandang memberikan pengaruh dalam pengusahaan garam.
64
DAFTAR PUSTAKA
Alaudin MHR. 2004. Analisis Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Lingkungan Pesisir untuk Perencanaan Strategis Pengembangan Tambak Udang Semi
Intensif di Wilayah Pesisir Teluk Awarange Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor ID: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Amaliya RW. 2007. Analisis Finansial Usaha Tambak Garam di Desa
Pinggirpapas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Bogor ID: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. [BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Sampang. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang Tahun 2011−2031. Sampang ID: Bappeda Kabupaten Sampang.
[BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sampang. 2011a. Rencana Pengembangan Produk Unggulan Kabupaten
Sampang 2012−2014. Sampang ID: Bappeda Kabupaten Sampang. [BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Sampang. 2011b. Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Sampang. Sampang ID: Bappeda Kabupaten Sampang.
[BAPPEPROV Jatim] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun
2011−2031. Surabaya ID: Bappeda Provinsi Jawa Timur. [BAPPEPROV Jatim] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa
Timur. 2011. Target dan Upaya Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Jawa Timur. Makalah disampaikan pada Semiloka Review Peran Tim
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah TPKD dan Rapat Koordinai Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
SPKD; Surabaya, 9 Juni 2011. Surabaya ID: Bappeda Provinsi Jawa Timur.
Barlowe R. 1978. Land Resource Economy. 3rd Edition. New Jersey US: Prentice Hall Inc.
Barus B, Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi, Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor ID: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi.
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010a. Laporan Eksekutif Hasil Susenas 2009
Kabupaten Sampang. Sampang ID: BPS Kabupaten Sampang. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010b. Produk Domestik Regional Bruto 2009
Kabupaten Sampang. Sampang ID: BPS Kabupaten Sampang. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Sampang Dalam Angka 2011. Sampang ID:
BPS Kabupaten Sampang. [BPS] Badan Pusat Statistik dan [BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Sampang. 2011. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Sampang. Sampang ID: BPS dan Bappeda Kabupaten
Sampang.
65 [BRKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan, [BMG] Badan Meteorologi dan
Geofisika. 2005. Prototip Informasi Iklim dan Cuaca untuk Tambak Garam. Jakarta ID: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati BRKP
dan Puslitbang BMG. Brown TJ, Walters AS, Idoine NE, Shaw RA, Wrighton CE, Bide T. 2012. World
Mineral Production. Nottingham GB: British Geological Survey. Natural Environment Research Council. pp. 60−62.
Chanratchakool P, Turnbull JF, Funge-Smith SJ, Limsuwan C. 1995. Health Management in Shrimp Ponds. Second edition. Bangkok TH: Aquatic
Animal Health Research Institute, Department of Fisheries, Kasetsart University Campus.
Conant F, Rogers P, Baumgarder M, Mc Kell C, Dasman R, Reining P. 1983. Resource Inventory and Baseline Study Methods for Developing Countries
Washington DC US: American Association for the Advancement of Science Publication.
[DIKA Deperindag] Direktorat Industri Kimia Anorganik Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Pertumbuhan Permintaan dan
Penyediaan Garam serta Kebijaksanaan Penanganan Garam di Indonesia. Dalam: Burhanuddin S, editor. Forum Pasar Garam Indonesia. Prosiding
Peluang Pasar Garam di Indonesia; 2001 Juli 24; Jakarta, Indonesia. Jakarta ID: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati,
BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm 1−11. [DISPERINDAGTAM Sampang] Dinas Perindustrian Perdagangan dan
Pertambangan Kabupaten Sampang. 2010. Profil Garam Rakyat. Makalah disampaikan pada Kunjungan Kerja Menteri PDT di Kabupaten Sampang;
Sampang, 17 November 2010. Sampang ID: Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Kabupaten Sampang.
[DKPP Sampang] Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sampang. 2010. Permasalahan Pergaraman Rakyat di Kabupaten Sampang. Makalah
disampaikan pada Kunjungan Kerja Menteri PDT di Kabupaten Sampang; Sampang, 17 November 2010. Sampang ID: Dinas Kelautan, Perikanan,
dan Peternakan Kabupaten Sampang. [DKPP Sampang] Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sampang.
2011. Data Panen Garam Kelompok PUGAR Kabupaten Sampang Tahun 2011. Sampang ID: Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten
Sampang. Giap DH, Yi Y, Yakupitiyage A. 2005. GIS for land evaluation for shrimp
farming in Haiphong of Vietnam. Ocean and Coastal Management. 481:51−63.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta ID: Gadjah Mada University
Press. Hernanto B, Kwartatmono DN. 2011. Teknologi Pembuatan dan Kendala
Produksi Garam di Indonesia. Di dalam: Burhanuddin S, editor. Forum Pasar Garam Indonesia. Prosiding Peluang Pasar Garam di Indonesia;
2001 Juli 24; Jakarta, Indonesia. Jakarta ID: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm
15−36.
66 Jamil K. 2005. Kajian Kesesuian Lahan dan Kelayakan Ekonomis Pengembangan
Budidaya Perikanan Pesisir di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor ID: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Kangas J, Pesinen M, Kurttila M, Kajanus M. 2001. A’WOT: Integrating the
AHP with SWOT Analysis. Proceedings 6
th
ISAHP; August 2−4, 2001; Berne, Switzerland. Berne CH: ISAHP. pp. 189−198.
[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2010. Kemenperin Genjot Produksi Garam Nasional. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 6]. Tersedia pada:
http:www.kemenperin.go.idartikel433Kenenperin-Genjot-produksi- Garam-Nasional-Cheetam-Salt-Ltd-kabupaten-Nagekeo-Tandatangani-Mou.
[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2009. Menuju Swasembada Garam. Jakarta ID: Pusat Data, Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan
Perikanan. [KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010a. Program Swasembada
Garam Nasional. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Kebijakan Pergaraman Menuju Swasembada Garam Konsumsi Tahun 2012; Jakarta,
18 Mei 2012. Jakarta ID: Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, KKP.
[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010b. Masterplan Kawasan Minapolitan Garam Pulau Madura. Jakarta ID: Dirjen Kelautan, Pesisir,
dan Pulau-pulau Kecil, KKP. [KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010c. Buku Atlas Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil: Bantuan Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Sampang. Jakarta ID: Dirjen
Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, KKP. [KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2011. Perbedaan Data Bukan Alasan
Impor. [Internet]. [diunduh 2012 April 6]. Tersedia pada: http:www.kkp.go.idindex.phparsipc6097.
Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta ID: Grasindo, PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Mustafa A, Hasnawi, Paena M, Rachmansyah, Sammut J. 2008. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak di Kabupaten Pinrang Provinsi
Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur. 32: 241−261. Osuna E, Aranda A. 2007. Combinating SWOT and AHP Techniques For
Strategic Planning. Vina del Mar CL: ISAHP. pp. 2−6. Pantjara B, Utojo, Aliman, Mangampa M. 2008. Kesesuaian Lahan Budidaya
Tambak di Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Jurnal Riset Akuakultur. 31: 123−135.
Parwati E, Carolita I, Effendy I. 2004. Aplikasi Data Landsat dan SIG untuk Potensi Lahan Tambak di Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Penginderaan
Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital. 1:76−86. [PEMPROV JATIM] Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2011. Strategi Percepatan
Pencapaian Target Indikator Kinerja Utama Jawa Timur Tahun 2011 Makalah disampaikan pada Rapat Evaluasi Kinerja KabupatenKota
Provinsi Jawa Timur; Surabaya, 23 Maret 2011. Surabaya ID: Bappeda Provinsi Jawa Timur.