Pengusahaan Garam di Indonesia

11 garam adalah kecepatan angin lebih dari 5 mdetik dan arah angin tidak berubah- ubah, suhu udara lebih dari 32 °C, kelembaban udara kurang dari 50, curah hujan rendah, hari hujan rendah, serta penyinaran matahari 100 yang memungkinkan untuk tingginya proses evaporasi. Panjang musim kemarau juga berpengaruh langsung kepada kesempatan yang diberikan untuk membuat garam dengan bantuan sinar matahari. Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara mempengaruhi kecepatan penguapan air, makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. Curah hujan intensitas dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut Purbani 2001. Mengingat kondisi tambak garam yang dilakukan di sentra-sentra garam yang masih bersifat tradisional, maka menurut BRKP dan BMG 2005 berbagai parameter iklim berikut ini sangat menentukan keberhasilan produksi garam. Secara garis besar kondisi iklim yang menjadi persyaratan agar suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi tambak garam adalah: 1. Curah hujan tahunan yang kecil, curah hujan tahunan daerah garam dibawah 1300 mmtahun. 2. Mempunyai sifat kemarau panjang yang kering yaitu selama musim kemarau tidak pernah terjadi hujan. Lama kemarau kering ini minimal 4 bulan 120 hari. 3. Mempunyai suhu atau penyinaran matahari yang cukup. Makin panas suatu daerah, penguapan air laut akan semakin cepat. 4. Mempunyai kelembaban rendahkering. Makin kering udara di daerah tersebut, peguapan akan makin cepat. Berkaitan dengan tutupan lahan yang juga menjadi pertimbangan dalam kriteria kesesuaian lahan, Giap et al. 2005 menjelaskan bahwa perbedaan tingkat kesesuaian lahan untuk suatu kategori tutupan lahan menunjukkan besarnya waktu dan investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan sistem tambak pada wilayah yang ditempati tutupan lahan tersebut serta pertimbangan untung rugi dalam dimensi ekonomi atau lingkungan. Tarunamulia et al. 2008 dan Pantjara et al. 2008 membagi beberapa jenis penutup lahan menurut tingkat kesesuaiannya. Berbagai jenis penutupan lahan dikategorikan ke dalam kelas sesuai, dari kesesuaian rendahsesuai marjinal hingga kesesuaian tinggisangat sesuai. Beberapa jenis penutupan lahan lainnya dikategorikan tidak sesuai seperti mangrove primer, permukiman, hutan, dan fasilitas umum. 3 METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang meliputi 6 enam kecamatan yang daerahnya terdapat area tambak yaitu Kecamatan Sreseh, Jrengik, Torjun, Pangarengan, Sampang, dan Camplong. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah selama 8 bulan, yaitu dari bulan April sampai dengan bulan November 2012. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Lokasi penelitian

3.2 Jenis Data dan Alat

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data langsung dari responden yang ditentukan berdasarkan keterwakilannya, diperoleh melalui metode wawancara dan kuesioner. Data sekunder berupa peta-peta tematik kelerengan, tekstur tanah, curah hujan, dan rencana kawasan lindung, peta RBI skala 1:25 000 sebagai peta dasar, citra satelit Ikonos 2010 dan GDEM 30 m, dokumen perencanaan, dan berbagai peraturan perundangan. Alat-alat yang digunakan antara lain receiver GPS, digital camera, dan beberapa perangkat lunak seperti ArcGIS 9.3, Expert Choice 11, SPSS Statistic 17, dan Microsoft Office. 13

3.3 Metode Pengumpulan Data

Sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini didapatkan dengan cara menginventarisasi dan menelusuri data melalui buku, internet, peta, paraturan-perundangan, penelitian terdahulu maupun beberapa instansi terkait atau lembaga independen lainnya. Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dan kuesioner. Data untuk menganalisis luasan lahan yang memungkinkan untuk ekstensifikasi tambak diperoleh melalui pengumpulan data sekunder berupa peta- peta tematik, citra satelit, peraturan perundangan, dan dokumen perencanaan yang diperoleh dari instansi pemerintah maupun instansi independen. Beberapa peta tematik ada yang dibuat sendiri seperti peta kelerengan, peta jarak dari pantai, peta jarak dari sungai, dan peta tutupan lahan. Beberapa peta tematik lainnya diperoleh dengan memanfaatkan peta yang sudah tersedia seperti peta tekstur tanah, peta curah hujan, dan peta rencana kawasan lindung. Data untuk penghitungan land rent dikumpulkan dengan metode purposive sampling. Unit sampel yang digunakan adalah pemilik, pengelola, danatau pihak yang bisa memberi informasi terkait obyek sebagai responden. Data yang dikumpulkan adalah input dan output penggunaan lahan yang diatasnya dilakukan aktivitas ekonomi yang menghasilkan manfaat serta dapat dihitung atau dinilai dengan uang tangible benefit. Komoditi yang dinilai hanya tradeable comodity. Tipe penggunaan lahan ini diturunkan dari kelas penutupan lahan hasil digitasi citra. Jumlah sampel ditentukan sebanyak 124 responden yang diperoleh secara proporsional berdasarkan wilayah sebaran tiap tipe penggunaan lahan di lokasi penelitian. Tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah sebaran tinggi diambil sampel lebih banyak dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah sebaran rendah sebagaimana ditunjukkan Tabel 2. Khusus untuk sampling tipe penggunaan lahan berupa tambak garam, sampel yang diambil merupakan lahan garam rakyat yang menggunakan metode maduris. Metode maduris ini biasa diterapkan di pegaraman rakyat yang ada di seluruh kecamatan lokasi penelitian. Untuk analisis finansial dari ketiga metode pemanenan garam, data diambil dari tambak PT. Garam yang berada di Desa Pangarengan, Kecamatan Pangarengan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam memperoleh sampel yang memiliki karakteristik edafik dan klimat yang sama atau mendekati sama karena lokasinya yang berdekatan. Tambak yang dijadikan sampel merupakan petak kristalisasi dengan jumlah luasan seragam 7 200 m 2 . Data dikumpulkan melalui purposive sampling berupa data produksi dari ketiga metode pemanenan garam selama satu musim pada tahun 2011. Jumlah sampel masing-masing sebanyak 4 empat unit petak kristalisasi mewakili metode portugis dan geomembrane, sedangkan untuk metode maduris hanya terdapat 2 dua unit sampel, sehingga jumlah keseluruhan adalah 10 unit sampel. Hasil yang diperoleh dijadikan dasar penghitungan manfaat benefit pada analisis finansial tiap-tiap metode pemanenan garam. Perumusan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di pesisir selatan Kabupaten Sampang ini menggunakan teknik analisis A’WOT. A’WOT merupakan metode hybrid antara AHP Analytical Hierarcy Process dan SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats Kangas et al. 2001. Dengan teknik analisis ini, data dikumpulkan dalam dua tahap. Tahap pertama dengan