Kondisi Perekonomian Study for Development of Conventional Salt Pond Center in the South Coast Region of Sampang Regency, East Java Province

34 pengembangan lahan tambak tambak berkisar 0.5–3.5 Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007. Di lokasi penelitian, air tambak yang diusahakan masyarakat berasal dari Selat Madura. KKP 2010c menunjukkan bahwa pasang surut di perairan Selat Madura adalah tipe pasang surut campuran dengan dominasi harian ganda mixed semi-diurnal. Tipe pasang surut ini diketahui dari komponen utama pasang surut. Amplitudo komponen pasang surut utama di perairan Selat Madura sebagai berikut: - AM 2 amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata yang dipengaruhi oleh bulan = 34 - AS 2 amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata yang dipengaruhi matahari = 14 - AK 1 amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal rata-rata yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari = 32 - O 1 amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal yang dipengaruhi oleh deklinasi matahari = 11 Dari nilai komponen pasang surut utama tersebut diperoleh nilai F Form- Zahl atau konstanta pasang surut tidal constant sebesar 0.89 atau berada dalam kisaran 0.25 F 1.50 yang berarti tipe pasang surut campuran mixed type yang dominan ke harian ganda mixed semi-diurnal. Dalam sehari semalam terjadi dua kali pasang. Dari konstanta harmonik pasang surut tersebut diperoleh nilai - Highest high water level HHWL = 91 cm - Mean high water level MHWL = 43 cm - Mean sea level MSL = 0 cm - Mean low water level MLWL = −43 cm - Lowest low water level MLWL = −91 cm Menurut KKP 2010c, dengan kemiringan lahan 0 sampai 4 memungkinkan air laut dapat masuk ke lahan pegaraman pada saat pasang, namun pada saat surut air laut tidak dapat memasuki lahan pegaraman. Untuk itu di lokasi dilakukan pembuatan tanggul lahan pegaraman di titik terluar yang lebih tinggi HHWL dari kondisi pasang tertinggi dan pembuatan pintu air dari saluran primer atau sekunder agar air laut tidak kembali lagi ke laut. 35 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Areal untuk Ekstensifikasi Tambak Garam

Proses identifikasi areal untuk ekstensifikasi tambak garam didahului dengan analisis kesesuaian lahan. Pada analisis ini salah satu peubah yang digunakan adalah tutupan lahan yang dibuat dari hasil interpretasi citra ikonos tahun 2010 seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir setengah tutupan lahan di lokasi penelitian berupa sawah Tabel 11. Tambak garam merupakan tutupan lahan dengan luas areal terbesar kedua yaitu 6 191.76 ha atau 16.70 dari luas keseluruhan lokasi penelitian 37 084.49 ha. Diketahui pula terdapat tambak yang hanya digunakan untuk budidaya ikan bandeng dan udang seluas 181.03 ha 0.49. Selebihnya tutupan lahan berupa ladangtegalan 13.36, kebun campuran 2.91, permukiman 15.35, hutan 2.70, mangrove 0.74, rawa 0.59, semak belukar 0.23, sungai 1.66, dan lainnya 0.05. Pada kriteria kesesuaian lahan tambak garam, tutupan lahan berupa tambak garam, tegalan dan semak belukar masuk dalam kelas sangat sesuai S1. Sawah dan kebun campuran masuk dalam kelas cukup sesuai S2. Tutupan lahan berupa rawa dan tambak budidaya masuk dalam kelas sesuai marjinal S3. Permukiman, hutan, dan mangrove masuk dalam kelas tidak sesuai N. Kelas tutupan lahan lainnya hasil ground chek berupa alun-alun kabupaten dan pasir pantai sehingga juga dimasukkan dalam kelas tidak sesuai N. Gambar 9 Tutupan lahan