Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

8 Pengusahaan garam di Indonesia dilakukan di 9 sembilan provinsi Gambar 2. Pusat pembuatan garam di Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Madura. Beberapa sentra andalan produksi garam nasional yaitu Kabupaten Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Sumenep, Pamekasan, dan Sampang. Usaha tani garam masih merupakan usaha rakyat dengan sistem penggaraman kristalisasi total yaitu seluruh zat yang terkandung diendapkan tidak hanya natrium klorida tetapi juga beberapa mineral pengotor sehingga produktivitas dan kualitasnya masih rendah. Gambar 2 Distribusi lahan produksi garam nasional tahun 2009 Diolah dari KKP 2010 Sebelum tahun 2011, di Madura dikenal dua metode pemanenan garam yaitu metode maduris dan metode portugis Syafii 2006. Metode maduris biasa digunakan oleh masyarakat petani garam karena metode ini lebih mudah diterapkan. Dengan metode maduris, proses pemanenan garam sudah dapat dilakukan di awal musim sehingga lebih cepat menghasilkan uang. Berbeda halnya dengan metode maduris, metode portugis biasa digunakan oleh PT Garam. Pada metode portugis pemanenan garam tidak dapat dilakukan di awal musim karena didahului dengan pembuatan lantai garam pada petak kristalisasi. Lantai garam ini merupakan garam hasil penguapan air laut pada petak kristalisasi yang tidak dipanen dalam kurun waktu kurang lebih 30 hari. Hasil penelitian Amalia 2007 di Desa Pinggir Papas Sumenep menunjukkan bahwa dibandingkan dengan metode maduris, metode portugis lebih layak dan menguntungkan untuk dijalankan pada usaha tambak garam pada luas lahan satu hektar. Kualitas garam hasil metode portugis secara umum juga lebih bagus daripada garam hasil metode maduris. Tata niaga garam yang buruk di daerah setempat maupun di Madura secara umum dan terbatasnya musim kemarau menyebabkan petani setempat masih menggunakan metode 9 maduris disamping karena sudah dilakukan secara turun temurun, dan caranya lebih mudah. Produksi garam rakyat tersedia dalam bentuk KP1 kualitas 1, KP2 kualitas 2, maupun garam dengan kualitas di bawahnya KP3 Disperindagtam Sampang 2010. Pemerintah beberapa kali melakukan upaya pengaturan tata niaga garam untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani garam. Selama Periode 2004-2011 sudah digulirkan Harga Penetapan Pemerintah HPP sebanyak 5 lima kali Tabel 1. Untuk garam KP1 dan KP2 ditetapkan selalu meningkat setiap kali terbit ketentuan, terakhir masing-masing ditetapkan seharga 750 ribu dan 550 ribu per ton pada tahun 2011, sedangkan untuk KP3 sejak tahun 2007 tidak diatur lagi karena diharapkan agar petani tidak memproduksinya lagi. Tabel 1 Penetapan harga garam oleh pemerintah 2004-2011 Jenis garam Harga pada tahun Rpton 2004 a 2005 b 2007 c 2008 d 2011 e KP1 Nacl 94.7 145 000 200 000 250 000 325 000 750 000 KP2 85 NaCl 94.7 100 000 150 000 190 000 250 000 550 000 KP3 NaCl 85 70 000 80 000 - - - a Kepmenperindag No. 376MPPKep62004; b Permendag No.20M-DAGPER92005; c Perdirjen Perdagangan Luar Negeri No.8DAGLUTER102007; d Kepdirjen Perdagangan Luar Negeri No:07DAGLUPER72008; e Perdirjen Perdagangan Luar Negeri No:02DAGLU PER52011.

2.2 Kesesuaian Lahan Tambak

Evaluasi kesesuaian lahan sangat penting untuk mengidentifikasi daerah- daerah yang mempunyai potensi untuk penggunaan tertentu sehingga dapat dikembangkan secara intensif. Dalam penentuan kesesuaian lahan diperlukan kriteria untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Persyaratan tersebut dapat berhubungan dengan penggunaan lahan itu sendiri biofisik, kondisi sosial ekonomi, budaya dan lingkungan kelembagaan Conant et al. 1983. Menurut Poernomo 1988, identifikasi kelayakan sumberdaya lahan untuk pengembangan budidaya penting artinya dalam rangka penataan ruang daerah yang sesuai dengan peruntukannya. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan baik antar sektor kelautanperikanan maupun dengan sektor lain. Pemilihan lokasi untuk budidaya lautpantai yang tepat dapat digunakan sebagai indikator awal keberhasilan budidaya sesuai dengan jenis komoditas dan teknologi budidaya yang akan diterapkan. Budidaya tambak di Indonesia sudah mulai dikembangkan semenjak ratusan tahun yang lalu. Sstudi tentang kesesuaian lahan untuk tambak telah banyak dilakukan diantaranya oleh Jamil 2005, Alaudin 2004 dan Mustafa et al. 2008 di Sulawesi Selatan; Pantjara et al. 2008 di Sulawesi Tenggara; Rudiastuti 2011 di Indramayu; dan Yulianto 2011 di Kalimantan Selatan. Studi ini untuk pengembangan budidaya perikanan tambak, tetapi beberapa karakteristik fisiknya masih relevan digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan tambak garam. Pengembangan lahan untuk tambak harus memperhatikan beberapa faktor fisik utama, yaitu: topografi, hidrologi, kondisi tanah, kualitas air, dan iklim Poernomo 1992; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007; Mustafa et al. 2008.