Hasil Uji Penetrasi Panas EFP Buras Formula Terbaik

45 panas, dapat dilihat bahwa seluruh termokopel telah mencapai suhu 116.7 o C setelah pemanasan selama 22 menit sehingga nilai CUT retort adalah 22 menit.

3. Hasil Uji Penetrasi Panas EFP Buras Formula Terbaik

Uji penetrasi panas dilakukan pada satu produk buras steril terpilih yang diletakkan di sekitar titik 8 titik terdingin dalam retort. Probe dipasang pada tiga kemasan produk buras. Menurut Winarno 2006 dan Hariyadi et al. 2006, titik dalam kemasan kaleng yang paling lambat menerima panas untuk produk berbentuk padat berada pada bagian tengah kaleng. Berdasarkan hal tersebut termokopel ditempatkan dibagian tengah kaleng pada saat pengukuran penetrasi panas produk. Namun, pada penelitian ini kemasan yang digunakan adalah kemasan fleksibel retort pouch sehingga untuk penempatan probe dapat disesuaikan artinya tidak harus selalu di bagian tengah kemasan. Ukuran retort pouch yang digunakan adalah 21 cm x 15 cm. Pengukuran ini dilakukan pada buras terbaik berdasarkan uji rating hedonik pemilihan formula terbaik. Di dalam kurva juga dikelompokkan nilai suhu minimum yang dicapai produk tiap satuan waktu dari ketiga pengukuran. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ditentukan bahwa data uji penetrasi panas yang akan diolah selanjutnya adalah data nilai suhu penetrasi minimum paling lambat menerima panas. Nilai Do dan Z pada suhu 121.1 C untuk Clostridium botulinum masing-masing adalah 0.21 menit dan 18 F Hariyadi et al. 2006. Dalam penelitian ini, diharapkan terjadi penurunan jumlah C. botulinum sebanyak 12 siklus logaritma proses 12D. Oleh karena itu, nilai Fo yang ditargetkan dalam proses sterilisasi buras steril ini adalah 12 x 0.21= 2.52 pada suhu 121.1 C Hariyadi et al. 2006 atau setara dengan F T = Fo10 [T-121.1Z] = 2.5210 [116.7-121.118] = 4.26 pada suhu 116.7 C. Penentuan mikroba target didasarkan pada sifat mikroba yang mampu hidup dalam kondisi produk buras steril, yaitu low acid food. Kurva penetrasi panas EFP buras steril ditunjukkan pada Gambar 22. Keterangan: Ti = suhu produk C Tr = suhu retort C Gambar 22. Kurva penetrasi panas EFP buras metode general 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 S u h u °C Waktu menit Ti °C Tr °C 46 4. Hasil Perhitungan Nilai Fo dengan Metode Umum General dan Metode Formula Ball Nilai Fo aktual setiap menit pengukuran dapat diketahui dengan metode umum trapesium. Mula-mula dihitung kecepatan kematian mikroba dari setiap suhu yang diukur LR. Plot nilai LR terhadap waktu akan menghasilkan kurva kecepatan kematian termal TDT. Fo parsial diperoleh dari luas trapesium pada kurva TDT, yaitu dengan menjumlahkan dua nilai LR yang berurutan dibagi dua kemudian dikalikan dengan ∆t selisih waktu. Suhu retort yang digunakan yaitu 116.7 C 242 F. Hal ini terkait ketahanan kemasan yang masih kurang bagus dan banyak yang bocor pada suhu 121.1 C. Suhu 116.7 C dipilih karena pada suhu yang lebih rendah dari 121.1 C suhu yang lazim digunakan dalam pengalengan pangan diharapkan kerusakan nilai gizi produk tidak terlalu tinggi. Selain itu, suhu tersebut termasuk dalam rentang suhu yang biasa digunakan industri pada sterilisasi produk pangan dalam kemasan retort pouch yaitu 115 F sampai 125 F Sampurno 2009. Kemasan retort pouch diketahui dapat tahan sterilisasi sampai 145 C Winarno 2006. Fo parsial tersebut dijumlahkan sehingga diperoleh Fo total. Nilai ini adalah nilai Fo aktual yang terjadi pada produk. Nilai Fo ini nantinya akan digunakan juga sebagai acuan untuk menentukan formulasi penetrasi panas produk dengan metode formula. Pengukuran penetrasi panas EFP dilakukan dengan total waktu proses 71 menit t P pada suhu 116.7 C 242 F CUT selama 22 menit. Total Fo aktual yang diperoleh berdasarkan perhitungan metode umum adalah sebesar 19.7 menit Lampiran 5a. Nilai Fo yang diperoleh berdasarkan metode formula ini harus lebih besar dibandingkan dengan nilai Fo yang diperoleh menggunakan metode umum. Menurut Hariyadi et al. 2006, apabila Fo proses metode formula kurang dari Fo standar metode umum, proses termal belum mencukupi. Lebih lengkapnya, data penetrasi panas dan cara perhitungan Fo dengan metode umum dan formula dapat dilihat pada Lampiran 5a dan 5b. Kurva hubungan antara t waktu dan LR lethal rate untuk pengolahan data penetrasi panas dengan metode umum dapat dilihat pada Gambar 23. Gambar 23. Kurva perubahan lethal rate LR selama pemanasan -0.2000 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Leth a l Ra te LR Waktu pemanasan menit Luasan di bawah kurva Fo = 19.71 47 Nilai Fo dari metode umum digunakan sebagai tolok ukur dalam penentuan parameter karakteristik penetrasi panas, yaitu f h dan j h , yang akan digunakan dalam perancangan jadwal proses. Penentuan kedua variabel tersebut dilakukan dengan metode formula yaitu metode Ball. Persamaan yang diperoleh dari fase linier pada grafik tersebut yaitu y=259.3e -0.08x R 2 =0.991. Berdasarkan perhitungan yang disajikan pada Lampiran 5b, diperoleh nilai fh dan jh masing-masing sebesar 27.2 dan 1.64. Nilai f h dan j h yang diperoleh selanjutnya digunakan dalam perancangan proses. Kedua nilai ini dapat digunakan untuk produk dan dimensi kemasan yang sama dengan suhu medium pemanas yang berbeda. Nilai f h dan j h yang tinggi menunjukkan penetrasi yang lambat kedalam produk Sharma 2000. 5. Perlakuan Panas dengan Nilai Fo Berbeda yang Tetap Memenuhi Aspek Keamanan Pangan Produk yang dihasilkan dari hasil penetrasi panas Fo=19.7 ternyata mengalami overcooked. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik sensori produk, seperti warna yang terlalu cokelat dan teksturnya yang lembek walaupun produk diprediksi memiliki standar keamanan pangan dan masih diterima secara sensori. Selain itu, hampir semua retort pouch mengalami kebocoran. Atas dasar hal tersebut, dilakukan proses sterilisasi dengan nilai Fo yang lebih rendah, yaitu 5.0 dan 7.5. Kedua nilai Fo ini sudah memenuhi target sterilisasi dan tidak terlalu tinggi. Pada Fo yang terlalu tinggi Fo10.0 produk overcooked dan kemasan retort pouch yang digunakan mengalami kebocoran. Nilai Fo ini juga mengacu pada rata-rata nilai Fo yang biasa digunakan pada industri pengalengan pangan di Indonesia untuk produk berasam rendah yaitu Fo=7.0 sampai Fo=19.0 Hariyadi 2007. Perlakuan dengan nilai Fo yang lebih rendah juga disebabkan karena semakin lama proses ternyata semakin banyak kemasan yang mengalami kebocoran. Kebocoran ini terjadi pada seal manual yang memang belum kuat karena menyesuaikan dengan kondisi dan ketersediaan alat sealer di laboratorium. Namun, untuk seal asli dari perusahaan pemasok kemasan, ternyata tidak terjadi kebocoran sama sekali. Artinya, sebenarnya masalah kebocoran seal ini dapat diatasi apabila kemasan retort pouch ini sudah diaplikasikan skala industri atau digunakan retort pouch ready to use. Waktu sterilisasi masing-masing perlakuan Fo ditentukan dari data penetrasi panas dengan cara mengurangi waktu pemanasan sampai nilai total Fo mencapai nilai Fo yang diinginkan 5.0 dan 7.5. Pengurangan waktu hanya dilakukan dibagian pemanasan. Waktu proses pendinginan dianggap sama dengan proses yang dilakukan sebelumnya. Untuk rancangan prosesnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Desain waktu proses sterilisasi buras dalam retort pouch 21 cm x 15 cm Tr C To C Fo fh jh t B menit t p menit 116.7 242 F 28 28 5.0 7.5 27.2 27.2 1.64 1.64 57.95 66.12 48.71 56.88 Keterangan: To = suhu awal produk C 48

6. EFP Buras Terpilih Berdasarkan Hasil Uji Sensori