Formula Buras Terbaik sebagai EFP Berdasarkan Uji Rating Hedonik

41

4. Formula Buras Terbaik sebagai EFP Berdasarkan Uji Rating Hedonik

Penentuan formula buras terpilih dilakukan berdasarkan hasil uji rating hedonik. Hasil uji rating hedonik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kesukaan yang nyata di antara keenam sampel yang diujikan. Skor kesukaan yang dihasilkan dapat cukup tinggi dengan rata-rata mendapat nilai antar 9-11 dengan skala maksimal 15. Pemasakan dengan suhu dan tekanan tinggi diketahui dapat meningkatkan penampakan terutama tekstur dan warna nasi Leelayutsontorn Thipayarat 2006. Formula yang memiliki skor tingkat kesukaan tertinggi berdasarkan nilai atribut warna dan secara keseluruhan overall yaitu F4 10.4874, namun ternyata nilainya tidak berbeda nyata dengan F2 9.6900 dan F3 9.9793 pada taraf signifikansi 0.05. Dalam hal atribut aroma, skor buras F4 10.5129 memiliki nilai kesukaan tertinggi namun nilainya tidak berbeda nyata dengan F0 9.6600, F1 9.9021, F2 10.0071, dan F3 10.1314. Sama halnya dalam hal skor atribut rasa, F4 10.5364 memiliki nilai kesukaan tertinggi namun nilainya juga tidak berbeda nyata dengan F1 10.2921, F2 10.0907, dan F3 10.5214 pada taraf signifikansi 0.05. Pada atribut tekstur, skor kesukaan tertinggi adalah F4 10.0800, namun nilainya ternyata juga tidak berbeda nyata dengan F3 9.7939. Skor lengkap uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 13 dan grafiknya pada Gambar 18. Hasil lengkap uji rating hedonik pemilihan formula terbaik dapat dilihat pada Lampiran 3a dan pengolahan menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan dapat dilihat pada Lampiran 3b. Secara umum, formula yang memiliki tingkat kesukaan tertinggi dalam hal atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan adalah buras F3 dan F4. Buras F3 merupakan buras yang tersubstitusi beras ketan pada komposisi penyusunnya sebesar 30 sedangkan buras F4 sebesar tersubstitusi sebesar 40. Namun, semakin tinggi beras ketan diketahui dapat menyebakan buras akan mengeras dan “kering” setelah dingin dan lama disimpan. Selain itu, semakin tinggi kandungan amilopektin juga akan memperlama proses pengolahan dan membutuhkan jumlah air yang lebih banyak. Hal ini terkait dengan kandungan amilopektin yang tinggi di beras ketan tersebut. Amilopektin yang tinggi menyebabkan beras lebih sukar mengalami gelatinisasi Haryadi 2008. Peningkatan jumlah substituen juga dapat meningkatkan biaya produksi. Hal ini karena beras ketan dipasaran memiliki harga jual yang lebih mahal dibandingkan dengan beras biasa IR-64. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut ditentukan formula buras terbaik adalah buras F3. Tabel 13. Data hasil uji rating hedonik pemilihan formula terbaik Perlakuan Warna Aroma Rasa Tekstur Overall F0 9.3814 a 9.6600 b 8.7386 b 6.4479 a 8.2736 b F1 9.3621 a 9.9021 b 10.2921 c 7.9993 b 9.1114 bc F2 9.6900 ab 10.0071 b 10.0907 c 8.6936 bc 9.4543 cd F3 9.9793 ab 10.1314 b 10.5214 c 9.7939 cd 9.0093 cd F4 10.4874 b 10.5129 b 10.5364 c 10.0800 d 10.3007 d F5 9.2979 a 8.1986 a 7.7014 a 5.4643 a 6.9514 a Keterangan: Huruf berbeda menunjukkan produk berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05. 42 Gambar 18. Diagram hasil uji rating hedonik pemilihan formula terbaik Pada kuisioner uji rating hedonik terdapat pertanyaan tertutup closed question, yang menanyakan tingkat kepentingan atribut dalam suatu produk buras sebagai EFP. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih berjumlah 70 orang. Pengumpulan data ini bertujuan mengidentifikasi atribut sensori utama dalam pengembangan produk buras sebagai EFP sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengembangan dan scale up nantinya. Menurut Zoumas et al. 2002, salah satu karakteristik dasar dari EFP adalah memiliki palatibilitas. Karakteristik ini memiliki kaitan dengan tekstur dan rasa sebagai atribut sensori yang menentukan penerimaan konsumen terhadap prototype EFP. Diagram pie hasil pertanyaan tertutup ini dapat dilihat pada Gambar 19. Jika dilihat dari diagram, dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan buras sebagai EFP ada dua hal utama dari segi atribut sensori yang harus diperhatikan dan dipertahankan selama penyimpanan sesuai dengan tingkat kepentingannya, yaitu rasa 35 dan tekstur 31. Semakin tinggi presentase menunjukkan atribut tersebut semakin penting dan semakin harus diperhatikan. Sedangkan atribut Aroma tingkat kepentingannya 20 dan warna tingkat kepentingannya 14. Rekapitulasi lengkap data hasil pertanyaan tertutup dapat dilihat pada Lampiran 3c. Gambar 19. Preferensi panelis terkait atribut EFP buras sesuai dengan tingkat kepentingannya 2 4 6 8 10 12 F0 F1 F2 F3 F4 F5 Sk o r k esu k aa n Perlakuan Warna Aroma Rasa Tekstur Overall 35 31 20 14 Rasa Tekstur Aroma Warna 43 B. PEMANASAN BURAS DALAM KEMASAN RETORT POUCH 1. Pengemasan EFP Buras Secara Vakum dalam Retort Pouch Bahan pangan yang dikemas dalam retort pouch dapat disterilisasi dengan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan menggunakan kemasan kaleng dan gelas jar pada suhu sterilisasi yang sama. Perpendekan waktu proses dapat menekan biaya produksi dan terutama dapat mempertahankan mutu bahan pangan terutama kandungan gizinya. Keuntungan lain menggunakan kemasan retort pouch yakni harga kemasan ini lebih murah dibandingkan kemasan kaleng terlebih gelas jar Winarno 2006. Retort pouch memang masih kurang populer di Indonesia dan penggunaanya juga masih terbatas. Padahal, kemasan ini teutama di Jepang sudah digunakan oleh banyak industri makanan dan minuman fungsional yang mulai menjadi trend sekarang ini. Pengemasan menggunakan retort pouch dilakukan setelah bahan dikemas dengan daun pisang Batu sebagaimana buras tradisional. Setelah itu baru dilakukan pengemasan vakum. Pengemasan vakum merupakan sistem pengemasan hampa udara. Pemvakuman dilakukan dengan cara mengeluarkan oksigen dari kemasan sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Pada pengemasan vakum buras steril ini digunakan vacuum packager dengan tekanan sebesar 0.9571 atm. Teknik pengemasannya dilakukan dengan cara memasukkan produk buras yang sudah terkemas dalam daun pisang ke dalam kemasan retort pouch diikuti dengan pengosongan atau pengontrolan udara menggunakan mesin pengemas vakum, kemudian ditutup dan di-sealing Jay 1996. Buras yang sudah dikemas vakum dalam retort pouch dapat dilihat pada Gambar 20. Gambar 20. EFP buras yang telah dikemas vakum dalam retort pouch Proses pemvakuman dalam kemasan bertujuan untuk menurunkan kandungan oksigen. Kandungan oksigen yang rendah terbukti mampu menghambat mikroba. Ketersediaan oksigen dapat memengaruhi pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri yang bersifat anaerob. Bakteri anaerob dalam pertumbuhannya tidak memerlukan oksigen, namun sangat sensitif dengan adanya oksigen. Salah satu bakteri tersebut adalah bakteri target sterilisasi komersial yaitu C. botulinum Hariyadi et al. 2006. 44 2. Hasil Uji Distribusi Panas dan Penentuan Come-up Time Uji distribusi panas dilakukan dengan menempatkan sepuluh buah termokopel pada sepuluh titik berbeda di dalam retort yang diduga lambat menerima panas. Parameter- parameter yang dapat diamati dari hasil uji distribusi panas adalah titik terdingin dalam retort, waktu venting, dan come-up time CUT. Berdasarkan data hasil uji distribusi panas yang dilakukan, dapat diplotkan kurva hubungan antara waktu pemanasan dan suhu termokopel. Rekapitulasi data hasil uji distribusi panas dapat dilihat pada Lampiran 4. Pada Gambar 21 ditunjukkan kurva distribusi panas di dalam retort selama proses pemanasan berlangsung. Keterangan: Tc = Termokopel Gambar 21. Kurva hasil uji distribusi panas dalam retort Kurva distribusi panas menunjukkan bahwa titik 8 merupakan titik dalam retort yang paling lambat menerima panas titik terdingincoldest point. Posisi titik 8 dalam retort dapat dilihat kembali pada Gambar 21. Selanjutnya, titik 8 dijadikan sebagai titik acuan bagi perhitungan proses kecukupan panas pada uji penetrasi panas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa jika titik terdingin dalam retort telah mencapai kecukupan panas, titik-titik lain dalam retort juga telah mencapai kecukupan panas. Kurva distribusi panas juga menunjukkan bahwa waktu venting retort adalah 6 menit dan CUT retort selama 22 menit. Berdasarkan kurva tersebut, tampak bahwa sebelum menit ke-6, suhu retort meningkat secara tajam dan distribusi panas di dalam retort tidak merata. Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi suhu yang beragam pada setiap termokopel yang terpasang dalam retort. Namun. setelah proses pemanasan berlangsung selama 6 menit dan retort telah mencapai suhu sekitar 107 o C, peningkatan suhu dalam retort relatif lambat dan suhu termokopel yang terbaca oleh termorekorder relatif seragam. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi panas dalam retort telah seragam sehingga waktu venting retort adalah 6 menit. CUT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh retort sejak dinyalakan hingga mencapai suhu yang diinginkan yakni 242 F 116.7 o C. Berdasarkan kurva distribusi 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 S u h u Te rm o k o p el o C Waktu menit Tc1 Tc2 Tc3 Tc4 Tc5 Tc6 Tc7 Tc8 Tc9 Tc10 Venting CUT 45 panas, dapat dilihat bahwa seluruh termokopel telah mencapai suhu 116.7 o C setelah pemanasan selama 22 menit sehingga nilai CUT retort adalah 22 menit.

3. Hasil Uji Penetrasi Panas EFP Buras Formula Terbaik