Setelah melihat terjemahan kata-kata tersebut, nampak bahwa tidak ada kata yang bermakna tapi seperti yang ada pada
terjemahan H. B. Jassin. Adapun kata Al-jalâli dan walikrâmi dalam gramatika Arab, berfungsi sebagai na„at sifat dari rabbika
yang berfungsi sebagai man„utnya yang disifati.
c. Segi Pragmatik
Ditinjau dari segi pragmatik, kalimat terjemahan tersebut selain berupa pernyataan, juga mengandung makna yang
memberitahukan bahwa selain Allah, semua makhluk akan binasa. Tidak ada satupun yang kekal dan dapat bertahan kecuali zat Allah
Yang Maha Agung dan Mulia. Dengan demikian, kata wajah bukan berarti wajah Allah yang kekal, melainkan zat beserta sifat-sifatnya
yang kekal. Hal tersebut merupakan jenis gaya bahasa sinekdoke pars pro toto.
15. Prolepsis
Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa prolepsis, yaitu pada ayat ke-35, 41, 54, 76, dan 39. Berikut penulis
paparkan gaya bahasa tersebut, melalui terjemahan ayat ke-35. Adapun terjemahan ayat ke-35 surah Ar-Rahman yaitu,
“Kepada kamu jin dan kamu manusia Dilepaskan nyala api dan cairan tembaga. Maka tiadalah kamu dapat membela diri
”.
269
Pada terjemahan ayat tersebut, terdapat gaya bahasa prolepsis, berupa penggunaan serangkaian kata-kata yang membentuk kalimat,
dipaparkan sebelum peristiwa sebenarnya terjadi. Dalam Alquran, semua kejadian yang akan datang, temasuk hari kiamat beserta nikmat
269
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 751.
bagi orang beriman dan bertakwa, dan siksaan bagi orang yang berdosa, telah dipaparkan Allah dengan jelas. Peristiwa-peristiwa
tersebut, pasti akan terjadi. Ini merupakan pemberitahuan, sekaligus peringatan kepada makhlukNya agar memilih jalan yang lurus, yaitu
jalan yang diridaiNya, jika ingin bahagia kelak di akhirat. Sebelum hari itu tiba, Allah terlebih dahulu telah memaparkan peristiwa-
peristiwa tersebut di dalam Alquran, supaya makhlukNya dapat mempersiapkan diri dengan beriman dan bertakwa kepadaNya. Pada
hari kiamat, Allah akan memberikan siksaan yang amat pedih bagi makhlukNya yang durjana. Mereka pun tidak akan dapat membela diri
dan menghindar dari siksaan tersebut. Di antara siksaan tersebut adalah akan dikeluarkannya nyala api dan cairan tembaga.
16. Erotesis
Gaya bahasa erotesis merupakan penggunaan sebuah kata tanya yang kehadirannya tidak memerlukan jawaban, biasa juga disebut
sebagai retoris. Adapun pemaparan mengenai gaya bahasa tersebut, penulis paparkan melalui terjemahan ayat ke-60. Terjemahan ayat ke-
60 surah Ar-Rahman dalam Al- Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia yaitu,
“Apakah ada balasan kebaikan selain kebaikan?”.
270
Pada terjemahan tersebut, terdapat gaya bahasa erotesis, yaitu penggunaan sebuah kata tanya yang kehadirannya tidak memerlukan
jawaban, melainkan jawaban itu sudah masing-masing diketahui manusia. Berdasarkan pengetahuan manusia, bahwa tidak ada balasan
kebaikan selain kebaikan. a.
Segi Semantik Ditinjau dari segi semantik, konstituen-konstituen yang menyusun
ayat ke-60, masing-masing mengandung makna tertentu. Berikut
270
Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Ibid., h. 752.
penulis sajikan makna-makna tersebut, berdasarkan pada Al- Qur‟an
The Great Miracle.
Kata Makna
Hal tidak ada
Jazâu balasan
Al-ihsâni kebaikan
Illâ kecuali
Al-ihsânu kebaikan
Jika makna-makna tersebut disusun ke dalam kalimat bahasa Indonesia, maka menjadi Tidak ada balasan untuk kebaikan selain
kebaikan. Kalimat tersebut, sesungguhnya tidak nampak seperti kalimat tanya, meski ada haraf istifham kata tanya dalam bahasa
Arab yaitu kata hal yang berarti apakah. Pada Al- Qur‟an The żreat
Miracle, kata hal dimaknai tidak ada bukan apakah. Sementara itu, H. B. Jassin memaknainya dengan kata apakah, hingga terjemahan ayat
tersebut menjadi Apakah ada balasan kebaikan selain kebaikan? Kalimat terjemahan H. B. Jassin tersebut merupakan bentuk kalimat
tanya retoris, yang tidak memerlukan jawaban, karena jawaban tersebut masing-masing sudah diketahui atau sudah ada dalam diri
manusia, bahwa tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan. Artinya, kebaikan pasti akan dibalas kebaikan pula.
Lebih lanjut, terkait dengan penjelasan ayat tersebut, Ahmad Mustafa Al-Maragi memaparkan bahwa menurut riwayat dari Anas
bin Malik, ia mengatakan bahwa Rasulullah pernah membaca Hal Jaza‟ul Ihsani illal Ihsan, lalu bersabda, “Tahukah kamu apakah yang
difirmankan oleh Allah itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan rasulNya yang lebih tahu.” Kemudian, sabda Rasulullah, “Tiadalah
balasan dari orang yang aku anugerahi tauhid melainkan surga.”
Demikian diriwayatkan oleh Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Al- Baihaqi. Sedang menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, tiadalah
balasan bagi orang yang mengucapkan La ilaaha illallah semasa di dunia melainkan surga di akhirat.
271
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebaikan akan dibalas dengan kebaikan pula.
b. Segi Pragmatik
Sementara itu, ditinjau dari segi pragmatik, kalimat terjemahan tersebut merupakan bentuk komunikasi Allah kepada makhlukNya,
bahwa jika makhlukNya berbuat kebaikan selama hidup di dunia, maka Allah telah merencanakan suatu kebaikan pula untuk mereka
kelak di akhirat. Artinya, Allah akan membalas kebaikan dengan kebaikan, tidak dengan kejahatan. Selain itu, kalimat terjemahan
tersebut, juga merupakan isyarat agar makhlukNya senantiasa mengingat dan berbuat kebaikan.
Pembahasan mengenai gaya bahasa pada terjemahan ayat ke-60, telah mewakili gaya bahasa pada terjemahan ayat ke-13, 16, 18, 21,
23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45,47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77.
17. Simile