Pak guru sering memuji anak itu, yang maafkan saya saya maksud memarahinya.
103
Berdasarkan hasil penggabungan jenis-jenis gaya bahasa dari para ahli, penulis dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa banyak
jenisnya, lebih dari lima puluh gaya bahasa. Masing-masing para ahli mempunyai kategori pengklasifikasian jenis gaya bahasa yang
berbeda-beda. Pada
skripsi ini,
penulis lebih
memilih pengklasifikasian gaya bahasa menurut Gorys Keraf, karena lebih
lengkap dan disertai contoh yang mudah dipahami, untuk diterapkan dan dijadikan acuan dalam kegiatan analisis data. Selain itu, Gorys
Keraf menggunakan istilah “gaya bahasa” bukan “majas”. Hal tersebut, lebih sesuai dengan judul penelitian yang dilakukan
penulis.
2. Fonologi, Sintaksis, Semantik, dan Pragmatik
a. Fonologi
Fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi bahasa.
104
Secara etimologi, kata fonolgi terbentuk dari kata fon yang bermakna bunyi dan logi yang
bermakna ilmu.
105
Pada umumnya, bunyi bahasa diklasifikasikan menjadi bunyi vokal dan konsonan. Bunyi vokal dihasilkan dengan pita
suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit ini menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan paru-paru. Selanjutnya, arus
udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan-apa-apa, kecuali bentuk rongga mulut yang berbentuk tertentu, sesuai dengan jenis
vokal yang dihasilkan.
106
103
Triningsih, Op. Cit., h. 41.
104
Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2012, h. 102.
105
Ibid.
106
Ibid., h. 113.
Selanjutnya, bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut
atau rongga hidung dengan mendapat hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu. Jadi, beda terjadinya bunyi vokal dan konsonan adalah
arus udara dalam pembentukan bunyi vokal, setelah melewati pita suara, tidak mendapat hambatan apa-apa; sedangkan dalam pembentukan bunyi
konsonan, arus udara itu masih mendapat hambatan atau gangguan. Bunyi konsonan ada yang bersuara ada yang tidak, sedangkan bunyi
vokal semuanya adalah bersuara.
107
b. Sintaksis
Secara etimologis, sintaksis berasal dari bahasa Belanda syntaxis. Di
dalam bahasa Inggris, sintaksis dikenal dengan istilah syntax. Semantara itu, dari sisi kaidah penyerapan bahasa asing, istilah sintaksis dalam
bahasa Indonesia memiliki kedekatan dengan istilah bahasa Belanda syntaxis. Adapun pembahasa sintaksis secara berturut-turut dimulai dari
frasa, klausa, sampai pada tataran kalimat.
108
1. Frasa
Frasa merupakan satuan gramatikal berupa gabungan kata dan bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang
mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
109
Ciri utama frasa ialah berupa kelompok kata, tidak predikatif, dan tidak
melampaui batas fungsi atau hanya menduduki satu fungsi. Tidak melampaui batas fungsi sintaksis maksudnya frasa itu hanya
menduduki satu fungsi. Frasa itu bisa menduduki fungsi subjek saja, atau menduduki fungsi predikat saja, atau menduduki fungsi objek
saja, atau menduduki fungsi pelengkap saja, atau menduduki fungsi
107
Chaer, Ibid., h. 113.
108
La Ode Sidu, Sintaksis Bahasa Indonesia, Kendari: Unhalu Press, 2013, h. 21.
109
Ibid.
keterangan saja. Dengan demikian, frasa merupakan konstituen pengisi fungsi-fungsi sintaksis.
110
2. Klausa
Klausa merupakan kelompok kata yang predikatif. Klausa merupakan tataran di dalam sintaksis yang berada di atas tataran
frasa dan di bawah kalimat. Ciri utama klausa adalah ciri predikat, yang kehadirannya adalah wajib.
111
Di pihak lain, S. Effendi, Djoko Kentjono, dan Basuki Suhardi menyatakan, “Klausa adalah satuan
gramatikal yang disusun oleh kata dan atau frasa; di dalamnya terdapat satu hubungan predikatif atau hubungan subjek-predikat.
Klausa pada umumnya merupakan konstituen dasar kalimat.”
112
3. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir, dan juga terdiri atas klausa.
Kalimat boleh terdiri atas satu klausa atau lebih. Kalimat dalam bentuk tulisan memiliki kriteria yang mengikat, seperti huruf kapital
di awal kalimat dan diakhiri dengan salah satu tanda perhentian seperti titik ., tanda tanya ?, dan tanda seru .
113
Kalimat umumnya berwujud serangkaian kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Tiap kata dalam kalimat,
mempunyai tiga klasifikasi, yaitu berdasarkan kategori sintaksis, fungsi sintaksis, dan peran semantisnya.
a. Kategori Sintaksis
Bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis utama, yaitu verba atau kata kerja, nomina atau kata benda, adjektiva
atau kata sifat, dan adverbia atau kata keterangan. Selain itu, ada
110
Sidu, Ibid., h. 23.
111
Ibid., h. 42-43.
112
S. Effendi, dkk., Tata Bahasa Dasar Bahasa Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015, h. 36.
113
Sidu, Op. Cit., h. 62.
juga kelompok lain yang dinamakan kata tugas, yang terdiri atas beberapa subkelompok kecil, misalnya preposisi atau kata depan,
konjungtor atau kata sambung, dan partikel.
114
b. Fungsi Sintaksis
Setiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam
kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Adapun fungsi
sintaksis utama dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
115
Predikat dalam bahasa Indonesia dapat berwujud frasa verbal, adjektival, nominal, numeral dan
preposisional. Selain predikat, kalimat umumnya mempunyai subjek yang biasanya terletak di depan predikat. Subjek dapat
berwujud nomina, tetapi pada keadaan tertentu kategori kata lain juga dapat menduduki fungsi subjek. Ada juga kalimat yang
mempunyai objek. Pada umumnya, objek yang berupa frasa nominal berada di belakang predikat yang berupa frasa verbal
transitif aktif. Objek tersebut berfungsi sebagai subjek jika kalimat tersebut diubah menjadi pasif.
116
Selanjutnya, yang dinamakan pelengkap atau komplemen mirip dengan objek. Pelengkap pada umumnya berupa frasa
nominal dan frasa nominal itu juga berada di belakang predikat verbal. Perbedaan yang penting adalah pelengkap tidak dapat
menjadi subjek dalam kalimat pasif. Di sisi lain, pelengkap mirip dengan keterangan juga. Kedua-duanya membatasi acuan
konstruksi yang bergabung dengannya. Perbedaannya ialah pelengkap pada umumnya wajib hadir untuk melengkapi
114
Hasan Alwi, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2008, h. 35-36.
115
Ibid., h. 36.
116
Ibid., h. 36-37.
konstruksinya, sedangkan keterangan tidak. Tempat keterangan biasanya bebas, sedang tempat pelengkap selalu di belakang
verbabeserta objeknya. Keterangan ada yang menyatakan alat, tempat, cara, waktu, kesertaan, atau tujuan.
117
c. Peran Semantis
Pada dasarnya, setiap kalimat memerikan suatu peristiwa yang melibatkan satu peserta atau lebih, dengan peran semantis yang
berbeda-beda. Peserta tersebut dinyatakan dengan nomina atau frasa nominal. Peran semantis terdiri atas pelaku, sasaran, pengalam,
pemeruntung, dan atribut. Adapun penjelasan mengenai peran semantis tersebut adalah sebagai berikut.
1 Pelaku
Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan dan dinyatakan oleh verba predikat. Peserta umumnya manusia atau
binatang. Peran pelaku merupakan peran semantis utama subjek kalimat aktif dan pelengkap pasif.
2 Sasaran
Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan dan dinyatakan oleh verba predikat. Peran sasaran merupakan peran
utama objek atau pelengkap. 3
Pengalam Pengalam adalah peserta yang mengalami keadaan atau
peristiwa dan dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan peran unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba
taktransitif yang lebih menyatakan keadaan. 4
Peruntung Peruntung adalah peserta yang beruntung dan yang
memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa atau perbuatan
117
Alwi, dkk., Ibid., h. 38.
yang dinyatakan oleh predikat. Partisipan peruntung biasanya berfungsi sebagai objek, atau pelengkap, atau sebagai subjek
verba jenis menerima atau mempunyai. 5
Atribut Kalimat yang berpredikat nomina, predikat tersebut
mempunyai peran semantis atribut.
118
c. Semantik