Polisindeton Pleonasme B. Jassin

9. Polisindeton

Gaya bahasa polisindeton terdapat pada terjemahan ayat ke- 33 dan 35. Pada pembahasan ini, penulis akan membahasnya melalui terjemahan ayat ke-35, yang dapat mewakili gaya bahasa polisindeton pada terjemahan ayat ke-33. Pada terjemahan surah Ar-Rahman ayat ke-35, terdapat gaya bahasa polisindeton, yaitu beberapa kata, frasa, atau klausa dihubungkan dengan menggunakan konjungsi. Terjemahan ayat ke-35 yaitu, “Kepada kamu jin dan kamu manusia Dilepaskan nyala api dan cairan tembaga. Maka tiadalah kamu dapat membela diri ”. 258 Frasa kamu jin, kamu manusia, nyala api dan cairan tembaga, dihubungkan dengan menggunakan konjungsi, tidak menggunakan tanda koma ,. Gaya bahasa ini merupakan kebalikan dari gaya bahasa asindeton. Ditinjau dari segi semantik, konstituen-konstituen yang membangun ayat tersebut, masing-masing mengandung makna tertentu. Berikut penulis sajikan makna-makna tersebut, berdasarkan pada Al- Qur‟an The żreat Miracle. 259 Kata Makna Yursalu akan dikirimkan a„laikumâ atas kalian berdua Syuwâťun Nyala Minnâri dari api wanu ẖ âsun dan cairan temabaga Falâ maka tidak Tantaşirâni kalian berdua menyelamatkan diri 258 Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 751. 259 Kementerian Agama RI, Al- Qur‟an The żreat Miracle , Op. Cit., h. 1061. Pada terjemahannya, H. B. Jassin menghubungkan frasa kamu jin dan kamu manusia dengan menggunakan kata hubung dan, meskipun pada kata a„laikumâ yang bermakna kepada kamu berdua, tidak ada kata dan, sedang H. B. Jassin menerjemahkannya lebih jelas dan rinci kata a„laikumâ, yaitu bermakna kepada kamu jin dan kamu manusia. Begitupun pada frasa nyala api dan cairan tembaga, H. B. Jassin menggunakan kata hubung dan untuk menghubungkan frasa-frasa tersebut, tidak menggunakan tanda koma , seperti nyala api, cairan tembaga. Jadi, dengan jelas H. B. Jassin pada terjemahan ayat ini menggunakan gaya bahasa polisindeton.

10. Pleonasme

Pleonasme merupakan gaya bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan kata-kata secara berlebihan. Jika kata-kata yang berlebihan itu dihilangkan, makna yang terkandung dalam kalimatnya tetap utuh. Pada terjemahan surah Ar-Rahman, terdapat gaya bahasa pleonasme, di antaranya adalah pada ayat ke-12, 37, 44, 66, dan 72. Untuk mewakili pembahasan mengenai bentuk gaya bahasa pleonasme pada ayat-ayat tadi, penulis akan memaparkan gaya bahasa tersebut pada terjemahan ayat ke-12. Adapun terjemahan ayat ke-12 yaitu, “Juga padi-padian yang berkulit, Dan tumbuh-tumbuhan yang harum baunya ”. 260 Pada terjemahan ayat tersebut, terdapat gaya bahasa pleonasme pada serangkaian kata yang harum baunya. Penggunaan kata-kata tersebut jelas berlebihan, karena dengan menghadirkan kata harum saja, tanpa menghadirkan kata baunya, kalimat tersebut tetap mempunyai makna yang utuh. 260 Jassin, Al-Qurân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 749. Ditinjau dari segi semantik, konstituen-konstituen yang membangun ayat tersebut, masing-masing mengandung makna tertentu. Berikut penulis sajikan makna-makna tersebut, berdasarkan pada Al-Quran The Great Miracle. 261 Kata Makna wal ẖ abbu dan biji-bijian Ļû yang mempunyai Al„aşfi kulit, warrai ẖ ânu dan tumbuh-tumbuhan yang harum Secara umum, penggunaan kata-kata yang berlebihan pada terjemahan adalah untuk menambah efek suasana, baik ketika Allah memaparkan bahwa ia telah meratakan bumi dengan berbagai isinya seperti biji-bijian dan tumbuhan yang harum ayat ke-12, langit terbelah pada ayat ke-37, keadaan atau siksaan orang durjana yang mengelilingi neraka jahanam ayat ke-44, dua mata air yang memancar di dalam kedua surga ayat ke-66, maupun bidadari- bidadari surga yang dipingit di rumah ayat ke-72. Kata-kata seperti baunya setelah kata harum harum baunya pada ayat ke-12, kata pecah sebelum kata terbelah pecah terbelah pada ayat ke-37, kata berputar sebelum kata berkeliling-keliling berputar berkeliling- keliling pada ayat ke-44, kata berlimpahan setelah kata memancar memancar berlimpahan pada ayat ke-66, kata peranginan setelah kata rumah rumah peranginan pada ayat ke-72, kata-kata yang bercetak tebal tersebut, tidak dikandung dari masing-masing makna kata yang membangun ayat-ayat tersebut, seperti kata yaţûfûna bermakna mereka akan berkeliling, bukan berputar berkeliling- keliling pada ayat ke-44, nađđâkhatâni bermakna keduanya memancarkan air bukan memancar berlimpahan pada ayat ke-66, 261 Kementerian Agama RI, Al- Qur‟an The żreat Miracle , Op. Cit., h. 1059. dan filkhiyâmi bermakna dalam kemah-kemah bukan rumah peranginan pada ayat ke-72. Dengan demikian, pada ayat-ayat yang telah disebutkan di atas terdapat gaya bahasa pleonasme, yang digunakan H. B. Jassin untuk menggambarkan dan memeroleh efek suasana yang menegangkan, menakutkan pada saat terbelahnya langit dan siksaan bagi orang durjana dan suasana keindahan surga yang membahagiakan, agar tercipta suasana penggambaran yang hidup, yang membuat para pembacanya seolah ikut melihat, merasakan, dan terhanyut dalam cerita penggambaran terjadinya hari kiamat, siksa neraka, dan nikmat surga. Sehingga, para pembaca menjadi takut dan sekaligus mejadi senang.

11. Tautologi