Terjemahan ayat ke-7 Inversi

2. Analisis dan Deskripsi Data Pada bagian ini, penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan analisis temuan data, yaitu bentuk penggunaan gaya bahasa terjemahan surah Ar-Rahman dalam Al- Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia karya H. B. Jassin, yang disertai dengan sedikit perbandingan dengan terjemahan lain, seperti terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, dan terjemahan Mahmud Yunus. Hal tersebut dilakukan, guna mengetahui pemilihan kata, penyesuaian bunyi, dan pola penyusanan kata dalam kalimat setiap terjemahan. Perbandingan tidak dilakukan pada setiap jenis gaya bahasa yang ditemukan, tetapi pada bagian yang dianggap perlu ada sedikit perbandingan. Berikut merupakan deskripsi analisis jenis-jenis gaya bahasa yang ditemukan.

1. Inversi

Gaya bahasa inversi merupakan gaya bahasa yang dihasilkan melalui pembalikan susunan kata dari yang biasa. Gaya bahasa tersebut, terdapat pada terjemahan surah Ar-Rahman ayat ke-7, 10, 22, 48, 50, 52, dan 64.

a. Terjemahan ayat ke-7

Terjemahan ayat ke-7 yaitu, “Langit Ia tinggikan dan diadakan-Nya neraca keadilan ”. 201 1 Segi Sintaksis Langit Ia tinggikan Ia tinggikan langit O S P S P O Bentuk inversi Pola umum Klausa Langit Ia tinggikan, merupakan bentuk inversi, karena adanya pembalikan susunan kata. Kata Langit sebagai objek, menjadi berada di posisi subjek, sedang pronomina Ia Allah sebagai subjek, menjadi berada di posisi predikat. Kata 201 H. B. Jassin, Al- Qur‟ân Al-Karîm Bacaan Mulia, Op. Cit., h. 749. langit sebagai objek, berada mendahului pronomina Ia sebagai subjeknya. Begitupun dengan klausa diadakan-Nya neraca keadilan. Susunan pola tersebut, tidak mengikuti pola kalimat pada umumnya, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan jika ada. 2 Segi Semantik Sementara itu, ditinjau dari segi semantik, konstituen- konstituen yang membangun ayat ke-7, masing-masing mengandung makna tertentu. Berikut penulis sajikan makna- makna tersebut, berdasarkan yang tercantum dalam Al- Qur‟an The Great Miracle. 202 Kata Makna wassamâ‟a dan langit rafa„ahâ dia telah meninggikannya wawađa„a dan dia meletakkan Almîzâna Timbangan Jika makna-makna tersebut disusun ke dalam kalimat bahasa Indonesia, maka menjadi Dia telah meninggikan langit dan meletakkan timbangan. Kata rafa„ahâ merupakan fi„il mâđi yang dilekatkan dengan ha sebagai damir yang merujuk ke assamâ‟a langit. Dalam kalimat bahasa Indonesia, damir biasa disebut sebagai pronomina kata yang dipakai untuk menggantikan orang atau benda. Damir ha dalam struktur kalimat bahasa Arab ayat ke-7, berarti pronomina -nya dalam kalimat bahasa Indonesia. Sementara itu, fi„il mâđi dalam kalimat bahasa Indonesia, disebut sebagai kata kerja bentuk lampau yang bermakna telah. 202 Kementerian Agama RI, Al- Qur‟an The żreat Miracle, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2013, Cet. I, h. 1059. Begitupun kata wađa„a, merupakan fi„il mâđi kata kerja bentuk lampau. Baik kata rafa„a maupun wađa„a, dua-duanya adalah kata kerja bentuk aktif, yang bermakna rafa„a telah meninggikan, dan wađa„a telah meletakkan. Jika kedua kata kerja tersebut dimaknakan kata kerja pasif menjadi ditinggikan dan diletakkan, maka bukan rafa„a dan wađa„a lagi, melainkan berubah menjadi rufi„a dan wuđi„a đumma awwaluhu wakusira mâ qabla akhirihi. Kata Kerja Bentuk Aktif Makna Kata Kerja Bentuk Pasif Makna rafa„a telah meninggikan rufi„a Ditinggikan wađa„a telah meletakkan wuđi„a Diletakkan Dengan demikian, kata rufi„a berarti telah ditinggikan dan kata wuđi„a berarti telah diletakkan. Sementara itu, H. B. Jassin menerjemahkan kata wađa„a menjadi diadakan kata kerja bentuk pasif. Setelah meninjau konstituen-konstituen yang membangun ayat ke-7 tadi, dapat kita lihat bahwa H. B. Jassin menerjemahkannya sesuai dengan urutan konstituen-konstituen yang membangun kalimat ayat ke-7, dengan menyebutkan kata langit terlebih dahulu. Sehingga, pada terjemahannya terjadilah pembalikan susunan kata. Jika kita bandingkan dengan terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia, maka akan nampak seperti berikut ini.

H. B. Jassin