Kerapatan Titik Longsor Terhadap Penggunaan Lahan Kerapatan Frekuensi Kejadian Longsor terhadap Penggunaan Lahan

b. Kerapatan Titik Longsor Terhadap Penggunaan Lahan

Berdasarkan hasil analisis persebaran titik longsor terhadap luasan pada masing-masing penggunaan lahan didapatkan nilai kerapatan titik longsor seperti tersaji pada Tabel 29, adapun gambaran grafis mengenai kerapatan titik longsor disajikan pada Gambar 35. Tabel 29. Titik Longsor pada Penggunaaan Lahan Tahun 2012 Penggunaan Lahan Luasha Titik Longsor Kerapatan titik100km² Perairan 192 0.06 Perkebunan 24547 7.96 Lahan Terbuka 4666 1.51 Semak Belukar 14656 4.75 Sawah 49239 15.97 0.0 Hutan 49247 15.98 3 0.6 Ladang 67872 22.02 5 0.7 Pemukiman 18839 6.11 4 2.1 Kebun Campuran 78989 25.63 31 3.9 Gambar 35. Kerapatan Titik Longsor pada Berbagai Penggunaan Lahan Berdasarkan data tersebut di atas dapat diketahui bahwa nilai kerapatan titik longsor paling besar berada pada penggunaan lahan kebun campuran. Hal ini mengindikasikan bahwa peluang terjadinya longsor pada penggunaan lahan kebun campuran cukup besar, sehingga penggunaan lahan ini perlu diwaspadai, atau perlu dilakukan pengelolaan yang baik, seperti pembuatan teras atau bentuk konservasi tanah lainnya secara intensif karena sebagain besar kebun campuran berada pada lereng-lereng yang curam. Tabel 30 berikut memperlihatkan 1 1 2 2 3 3 4 4 5 Ti ti k 100k m ² Penggunaan Lahan Density banyaknya kejadian longsor berada pada lereng 25-45 pada pengunaan lahan kebun campuran. Tabel 30. Hubungan Sebaran Titik Longsor pada Berbagai Penggunaan Lahan Berdasarkan Kelas Lereng Penggunaan Lahan kelas Lereng Titik Longsor Persentase Ladang 0-8 8-15 15-25 3 100 25-45 45 Hutan 0-8 8-15 15-25 25-45 2 45 45 3 55 Pemukiman 0-8 8-15 2 50 15-25 2 50 25-45 45 Kebun Campuran 0-8 8-15 8 20 15-25 8 20 25-45 15 60 45

c. Kerapatan Frekuensi Kejadian Longsor terhadap Penggunaan Lahan

Menurut hasil analisis yang telah dilakukan terhadap analisis frekuensi longsor ini didapatkan hasil seperti tersaji pada Tabel 31 dan gambaran grafis terkait frekuensi longsor pada Gambar 36. Tabel 31. Kejadian Longsor pada Berbagai Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan Luas ha Frekuensi Longsor Kerapatan kejadian100km² Perairan 192 0.06 Perkebunan 24547 7.96 Lahan Terbuka 4666 1.51 Semak Belukar 14656 4.75 Sawah 49239 15.97 Ladang 67872 22.02 10 1.5 Hutan 49247 15.98 9 1.8 Pemukiman 18839 6.11 9 4.8 Kebun Campuran 78989 25.63 74 9.4 Gambar 36. Hubungan Kerapatan Kejadian Longsor pada Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil data di atas tampak bahwa kebun campuran mempunyai peluang terbesar terulangnya kejadian longsor pada titik yang sama, sedangkan pemukiman mempunyai peluang terbesar kedua yang disusul oleh hutan dan ladang. Terulangnya kejadian longsor di areal pemukiman pada umum dipengaruhi oleh aktifitas manusia memotong lereng dengan tujuan mendirikan bangunan atau rumah di lokasi lereng tersebut, meskipun tanpa disadari apa yang dilakukan tersebut berdampak negatif yaitu dapat memicu terjadinya longsor. Hutan pada umumnya menempati lereng-lereng yang curam sehingga wilayah hutan mempunyai kerentanan longsor yang tinggi yang diakibatkan oleh kemiringan lereng tersebut Tabel 30. Setelah longsor, biasanya tutupan hutan menjadi terbuka tanpa vegetasi, sehingga hal ini mudah memicu terjadi longsor kembali di waktu yang akan datang. Dengan demikian pada titik longsor tersebut bisa terulang kembali akibat tidak adanya akar dari vegetasi yang menahan tanah dan batuan. Hal serupa dapat terjadi pada penggunaan lahan ladang, karena tidak adanya vegetasi yang besar yang akarnya dapat menahan tanah dan batuan, dan 2 4 6 8 10 K e jad ian 100k m ² Penggunaan Lahan Density juga ladang-ladang tersebut umumnya menempati lereng yang miring, sehingga longsor sering terjadi secara berulang Tabel 30.

5.3 Analisis Bahaya Longsor

Dokumen yang terkait

Extension of Farmers in Marginal Land The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

1 20 286

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

3 56 279

Examination of Land Degradation based on Erosion Potential using Revised Universal Soil Loss Equation (A Study Case of Bandung Regency, West Java, Indonesia)

0 9 200

Land Use Classification with Back Propagation Neural Network and The Maximum Likelihood Method: A Case Study in Ciliwung Watershed, West Java, Indonesia.

0 13 228

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

1 34 272

Extension of Farmers in Marginal Land: The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry-Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

0 14 556

Local Institution: A Form of Socio-Ecological Adaptation in Landslide-Prone Areas (A Case of Landslide-Prone Community in Sukaraksa Village, Bogor Regency, West Java Province).

0 7 313

An Analysis of Potential Hazard and Risk for Flood and Landslide (Case Study in West Java Province)

2 19 308

Spatial Landuse Planning of Soybean Plantation as Analyzed by Land Evaluation and Dynamic System: a Case Study of Karawang Regency, West Java, Indonesia

0 7 5

Access to land in Sundanese Community : Case Study of Upland Peasant Hausehold in Kemang Village, West Java Indonesia

0 3 6