Topografi Faktor Penyebab Tanah Longsor

Gambar 5. Rayapan Tanah, adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, dan rumah miring ke bawah. Gambar 6. Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakan terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak Subowo, 2003.

2.3 Faktor Penyebab Tanah Longsor

Menurut Alhasanah 2006, faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan kegempaan. Selain faktor alamiah longsor dapat disebabkan oleh faktor manusia yang mempengaruhi bentang alam seperti kegiatan pertanian, pemotongan lereng, maupun penambangan. Berikut ini akan diulas lebih lanjut beberapa faktor penyebab longsor tersebut.

2.3.1 Topografi

Beberapa penyebab longsor yang paling utama adalah topografi seperti ketinggian dan kecuraman lereng Gerrard,1981. Topografi suatu daerah dapat berpengaruh banyak terhadap kondisi iklim setempat, terutama karena dipengaruhi oleh elevasi. Menurut Handoko 1995 curah hujan tahunan di daerah pegunungan pada umumnya lebih tinggi daripada daerah dataran rendah di sekitarnya. Tingginya curah hujan dapat meningkatkan tekanan pori tanah sehingga dapat mengurangi kestabilan lereng, hal ini disebabkan infiltrasi air akan mengurangi kekuatan geser lereng dan menjadi penyebab terjadinya longsor Gerrard,1981. Dalam hal ini elevasi disamping digunakan sebagai acuan untuk melihat sebaran intensitas curah hujan yang erat kaitannya dengan longsor, dapat juga digunakan untuk memprediksi daerah berpotensi longsor karena pada elevasi tinggi secara umum mempunyai banyak lereng curam, meskipun pada beberapa tempat di dataran tinggi terdapat lereng landai Gerrard,1981. Pada daerah elevasi tinggi umumnya mempunyai drainase tanah yang lebih baik, sehingga curah hujan lebih mudah untuk masuk air ke dalam tanah dan hasilnya proses- proses pelapukan serta pencucian berjalan lebih cepat. Pelapukan batuan ini selanjutnya menghasilkan proses tanah longsor Thornbury,1969. Faktor penting yang lain dari topografi adalah lereng. Lereng merupakan salah satu kenampakan penting di dalam bentang alam, karena lereng dalam waktu yang panjang mengalami revolusi, dimana material permukaan pada lereng dapat bergerak turun oleh gaya gravitasi Pramumijoyo dan Karnawati, 2001. Tanah longsor terjadi pada lereng bagian atas yang tidak stabil atau lereng dasar yang lemah, yang terkait dengan sudut kecuraman lereng yang besar Selby,1993. Menurut Tondobala 2011 dan Sadisun 2006 kemiringan lereng merupakan salah satu parameter pemicu terjadinya gerakan tanah, hal ini dikarenakan semakin terjal suatu lereng maka material yang ada di atas permukaan tersebut akan semakin mudah untuk jatuhtergelincir ke bawah oleh adanya gaya gravitasi. Kemiringan lereng lebih dari 20° atau sekitar 40 memiliki potensi untuk bergerak atau longsor, meskipun lereng atau lahan yang miring tidak selalu mempunyai potensi untuk longsor karena tergantung juga oleh formasi geologi yang menyusun lereng tersebut Suranto,2006. Menurut Karnawati 2001 dalam Priyono et al 2006, ada 3 tipologi lereng yang rentan terhadap longsor, yaitu: lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak, lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng, dan lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan. Lebih lanjut Karnawati 2001 mengatakan bahwa lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng sering terjadi luncuran batuan atau luncuran bahan rombakan dengan kecepatan tinggi. Luncuran tersebut terjadi di sepanjang bidang-bidang perlapisan batuan yang merupakan bidang yang lemah sehingga sangat rentan terhadap pergerakan. Meresapnya air hujan melalui bidang-bidang retakan batuan pada lereng di daerah tersebut merupakan pemicu terjadinya gerakan. Air yang mengisi retakan-retakan batuan bersifat menekan dan semakin melemahkan kekuatan batuan untuk tetap stabil, sehingga blok-blok batuan bergerak meluncur ke bawah lereng. Longsor terjadi apabila ada gangguan keseimbangan lereng, dimana gaya pendorong menjadi lebih besar daripada gaya penahan. Gaya pendorong dapat disebabkan oleh faktor-faktor luar, seperti pengaruh air air hujan, kolam ikan, bak mandi atau selang pipa air yang bocor, kemiringan lereng yang besar, atau adanya pengupasan lereng oleh manusia perubahan tata guna lahan, dan pendirian bangunan pada puncak bukit, karena gaya penahan akan sangat tergantung pada jenis tanahnya Parlindungan et al, 2008. Sejalan dengan hal tersebut kenaikan beban di puncak lereng akan mengurangi keamanan lereng, sedangkan pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak menurunkan faktor keamanan. Semakin besar pengurangan beban di kaki lereng, maka semakin besar pula penurunan faktor keamanan lerengnya, sehingga hasilnya lereng menjadi semakin labil atau rawan longsor Zakaria, 2011.

2.3.2 Keadaan Geologi

Dokumen yang terkait

Extension of Farmers in Marginal Land The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

1 20 286

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

3 56 279

Examination of Land Degradation based on Erosion Potential using Revised Universal Soil Loss Equation (A Study Case of Bandung Regency, West Java, Indonesia)

0 9 200

Land Use Classification with Back Propagation Neural Network and The Maximum Likelihood Method: A Case Study in Ciliwung Watershed, West Java, Indonesia.

0 13 228

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

1 34 272

Extension of Farmers in Marginal Land: The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry-Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

0 14 556

Local Institution: A Form of Socio-Ecological Adaptation in Landslide-Prone Areas (A Case of Landslide-Prone Community in Sukaraksa Village, Bogor Regency, West Java Province).

0 7 313

An Analysis of Potential Hazard and Risk for Flood and Landslide (Case Study in West Java Province)

2 19 308

Spatial Landuse Planning of Soybean Plantation as Analyzed by Land Evaluation and Dynamic System: a Case Study of Karawang Regency, West Java, Indonesia

0 7 5

Access to land in Sundanese Community : Case Study of Upland Peasant Hausehold in Kemang Village, West Java Indonesia

0 3 6