5.2.2 Hubungan Elevasi dengan Longsor a. Persebaran titik longsor dengan elevasi
Dalam penelitian ini elevasi topografi dibedakan menjadi 5 kelas dengan interval 500 meter. Besarnya interval ini dipilih mengingat bahwa morfologi di
daerah penelitian lebih didominasi oleh relief perbukitan dan pegunungan, sehingga diharapkan dengan interval ini dapat dilihat lebih baik pengaruh elevasi
terhadap longsor. Selama melakukan observasi lapangan, elevasi titik longsor diukur atau
ditentukan dengan menggunakan alat GPS Garmin 60Csx, sedangkan hasilnya berupa jumlah titik longsor pada setiap kelas elevasi disajikan pada Tabel 12 dan
untuk persebaran spasial disajikan pada Gambar 22. Tabel 12. Total Titik dan Kejadian Longsor pada Berbagai Kelas Lereng
Elevasi Titik Lokasi Longsor
Total Kejadian Longsor 0-500m
6 13
500-1000m 29
69 1000-1500m
7 16
1500-2000m 2000m
1 4
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa persebaran titik longsor terbesar terdapat pada elevasi 500-1000 meter, sedangkan jumlah titik longsor yang besar
berikutnya pada elevasi 1000-1500 meter dan 0-500 meter. Untuk elevasi 1500- 2000 tidak ditemukan titik longsor, sedangkan pada elevasi 2000 m terdapat 1
titik longsor. Berdasarkan Gambar 22 dan Gambar 12 terlihat bahwa persebaran elevasi 1500-2000 meter berada di lereng tengah gunungapi yang pada umumnya
mempunyai penutupan lahan hutan, sehingga sangat wajar jika kejadian longsor jarang terjadi atau tidak ditemukan dalam penelitian ini. Untuk elevasi 2000 m
ditemukan 1 titik longsor yang berada pada lereng atas atau puncak Gunungapi Papandayan dengan penutup lahan berupa lahan terbuka. Kondisi yang demikian
sering menyebabkan terjadinya longsor.
Tinggi kejadian longsor pada elevasi 500-1000 meter ini apabila dilihat dari lokasinya mempunyai kemiringan lereng yang secara dominan berada pada
kelas 25-45, seperti yang terlihat pada Tabel 12, dimana pada tabel ini diperlihatkan hubungan antara persebaran kelas kemiringan lereng terhadap
elevasi dan banyaknya titik longsor yang terjadi.