Keadaan Geologi Faktor Penyebab Tanah Longsor

Lebih lanjut Karnawati 2001 mengatakan bahwa lereng yang tersusun oleh perlapisan batuan yang miring searah kemiringan lereng sering terjadi luncuran batuan atau luncuran bahan rombakan dengan kecepatan tinggi. Luncuran tersebut terjadi di sepanjang bidang-bidang perlapisan batuan yang merupakan bidang yang lemah sehingga sangat rentan terhadap pergerakan. Meresapnya air hujan melalui bidang-bidang retakan batuan pada lereng di daerah tersebut merupakan pemicu terjadinya gerakan. Air yang mengisi retakan-retakan batuan bersifat menekan dan semakin melemahkan kekuatan batuan untuk tetap stabil, sehingga blok-blok batuan bergerak meluncur ke bawah lereng. Longsor terjadi apabila ada gangguan keseimbangan lereng, dimana gaya pendorong menjadi lebih besar daripada gaya penahan. Gaya pendorong dapat disebabkan oleh faktor-faktor luar, seperti pengaruh air air hujan, kolam ikan, bak mandi atau selang pipa air yang bocor, kemiringan lereng yang besar, atau adanya pengupasan lereng oleh manusia perubahan tata guna lahan, dan pendirian bangunan pada puncak bukit, karena gaya penahan akan sangat tergantung pada jenis tanahnya Parlindungan et al, 2008. Sejalan dengan hal tersebut kenaikan beban di puncak lereng akan mengurangi keamanan lereng, sedangkan pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak menurunkan faktor keamanan. Semakin besar pengurangan beban di kaki lereng, maka semakin besar pula penurunan faktor keamanan lerengnya, sehingga hasilnya lereng menjadi semakin labil atau rawan longsor Zakaria, 2011.

2.3.2 Keadaan Geologi

Faktor Geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah struktur geologi, jenis batuan, umur geologi, dan gempa Tejakusuma, 2007. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakanrekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap. Disamping struktur geologi material pembentuk lereng sangat menentukan stabilitasnya. Dalam memprediksi stabilitas lereng secara akurat, sangat perlu untuk memperhatikan urutan bidang lemah dan kuat, permukaan runtuhan yang telah lalu, dan zona patahan Hardiyatmo, 2006. Menurut Barus 1999, bahan sedimen tersier dari kombinasi pasir dan liat memberikan intensitas longsoran paling tinggi, diikuti oleh bahan piroklastik lepas. Hal itu disebabkan batuan tersebut umumnya kurang kuat dan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan sehingga rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal Hardiyatmo, 2006. Surono 2012 berpendapat bahwa batuan dasar clay stone atau batuan lempung bersifat keras apabila kering tapi begitu terkena air cepat menjadi licin sehingga memudahkan tanah yang ada atasnya untuk bergerak, Umur geologi menurut Sampurno 1976 dalam Suranto 2008, juga dapat menentukan proses longsor karena daerah gerakan tanah sering terjadi pada daerah longsoran karena adanya perbedaan permeabilitas dan konsistensi antara tanah penutup dengan batuan dasarnya; umumnya terdapat pada batas antara batuan tufa gunung api “muda” dengan batuan sedimen “tersier”, atau pada daerah yang mempunyai endapan sedimen tersier yang kurang konsisten, dan terlipat kuat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa umur geologi berpengaruh terhadap bahaya longsor, karena proses pelapukan batuan yang sudah lama dan sangat intensif terutama di negara-negara yang memiliki iklim tropis basah seperti Indonesia.

2.3.3 Karakteristik Tanah

Dokumen yang terkait

Extension of Farmers in Marginal Land The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

1 20 286

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

3 56 279

Examination of Land Degradation based on Erosion Potential using Revised Universal Soil Loss Equation (A Study Case of Bandung Regency, West Java, Indonesia)

0 9 200

Land Use Classification with Back Propagation Neural Network and The Maximum Likelihood Method: A Case Study in Ciliwung Watershed, West Java, Indonesia.

0 13 228

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

1 34 272

Extension of Farmers in Marginal Land: The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry-Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

0 14 556

Local Institution: A Form of Socio-Ecological Adaptation in Landslide-Prone Areas (A Case of Landslide-Prone Community in Sukaraksa Village, Bogor Regency, West Java Province).

0 7 313

An Analysis of Potential Hazard and Risk for Flood and Landslide (Case Study in West Java Province)

2 19 308

Spatial Landuse Planning of Soybean Plantation as Analyzed by Land Evaluation and Dynamic System: a Case Study of Karawang Regency, West Java, Indonesia

0 7 5

Access to land in Sundanese Community : Case Study of Upland Peasant Hausehold in Kemang Village, West Java Indonesia

0 3 6