Gambar 24. Hubungan Kerapatan Kejadian Longsor pada Berbagai Kelas Elevasi
5.2.3 Hubungan Formasi Geologi dengan Longsor
a.Persebaran titik longsor dengan formasi geologi
Berdasarkan Peta Geologi skala 1:100.000 Lembar Garut dan Lembar Pameumpeuk, daerah penelitian tersusun dari 5 Formasi Geologi utama dimana
nama dari masing-masing formasi tersaji pada Tabel 16. Formasi geologi digunakan sebagai parameter longsor dikarenakan formasi geologi mencerminkan
jenis-jenis litologi yang menyusun atau yang membentuk tanah-tanah di daerah penelitian, disamping itu proses longsor tidak hanya membawa material
permukaan tanah akan tetapi juga termasuk batuan induk yang ada di bawahnya. Dengan demikian aspek formasi geologi karakterisitik litologi sangat
menentukan mudah tidaknya terhadap proses terjadinya longsor. Berdasarkan hasil observasi lapangan Tabel 16 didapatkan bahwa titik
longsor terbanyak terdapat pada fomasi geologi “Anggota Tufa dan Breksi” 23
titik yang selanjutnya banyak pula terjadi pada fomasi geologi “Batuan
Gunungapi Muda ”, demikian pula dengan ulangan terjadinya longsor. Secara
lengkap sebaran formasi geologi menurut tipe batuan diperlihatkan pada Tabel Lampiran 3
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0 9.0
0-500m 500-2000m
2000m
K e
jad ian
100 k
m ²
Elevasi
Density
Tabel 16. Sebaran Titik dan Kejadian Longsor pada Formasi Geologi
Formasi Geologi Titik Longsor
Ulangan Kejadian Longsor
Endapan Remah Lepas Gunung Muda Tak Terurai
1 1
Endapan Piroklastik 4
9 Breksi Hasil Batuan Gunungapi Tua
4 6
Batuan Gunungapi Muda 11
29 Anggota Tufa dan Breksi
23 57
Melihat angka-angka pada tabel tersebut, tampak bahwa lapisan tufa yang tersusun dari material abu vulkanik bersifat kedap terhadap air dan menjadi licin
pada saat hujan, sehingga lapisan ini dapat bertindak sebagai bidang luncur terhadap batuan breksi dan tanah yang terbentuk di atasnya. Dengan demikian
cukup wajar jika pada formasi geologi ini banyak terjadi proses longsor. Selain itu perlu diketahui pula bahwa berdasarkan peta geologi yang digunakan, Formasi
“Anggota Tufa dan Breksi” ini terbentuk pada zaman Tersier. Hal ini menyiratkan bahwa proses pelapukan pada formasi ini telah berjalan cukup lama,
atau dengan kata lain material hasil pelapukan yang siap dilongsorkan sudah mempunyai ketebalan yang mencukupi. Pemikiran ini senada dengan pernyataan
Barus 1999, yang menyatakan bahwa hubungan litologi dengan longsor terlihat jelas di daerah dimana longsor terbanyak berasal dari material sedimen berumur
Tersier. Peta sebaran titik longsor untuk daerah penelitian pada berbagai formasi geologi dan kelas lereng disajikan pada Gambar 25.