5.9 Analisis Resiko Longsor
Resiko merupakan suatu gambaran tentang tingkat konsekuensi yang dapat diterima umumnya berupa kerugian, baik jiwa maupun properti, yang dapat terjadi
apabila proses-proses alam, dalam hal ini longsor, terjadi pada wilayah tersebut. Dalam penelitian ini gambaran resiko di formulasikan sebagai berikut.
Berdasarkan fomulasi tersebut di atas, maka hasil penilaian bahaya longsor di atas dapat gunakan, yang terdiri dari 5 kelas bahaya longsor, sedangkan untuk
properti diperhitungkan melalui penilaian kombinasi antara penggunaan lahan dengan infrastruktur seperti yang telah diuraikan pada bab metodologi penelitian.
Dalam hal ini properti dibagi juga menjadi 5 kelas untuk memudahkan perhitungan nilai resiko.
Dari analisis nilai properti untuk daerah penelitian, didapatkan hasil bahwa nilai properti kelas rendah sangat mendominasi daerah penelitian 68.8, disusul
kelas sangat rendah 21.4, dan kelas sedang 7.9 seperti tergambar pada Gambar 39 dan persebaran spasial dari nilai properti dapat dilihat pada Gambar
40. Berdasarkan peta ini, tampak bahwa nilai properti kelas rendah tersebar di daerah dataran rendah maupun perbukitan yang didominasi oleh kebun campuran
dan infrastruktur yang tidak merata, sedangkan persebaran nilai properti kelas sangat rendah terpusat pada wilayah yang mempunyai elevasi tinggi, yaitu di
daerah puncak-puncak gunungapi, yang lebih didominasi oleh hutan tanpa adanya infrastruktur yang memadai. Untuk nilai properti kelas menengah mempunyai
pola persebaran setempat-setempat dan tidak teratur mengikuti pola persebaran wilayah permukiman, sedangkan nilai properti kelas tinggi dan sangat tinggi
mempunyai luasan relatif kecil dan tersebar terutama pada daerah perkotaan, seperti di Garut Kota dan di ibukota kecamatan lainnya.
Resiko Longsor = Bahaya Longsor + Nilai Properti
Gambar 39. Grafik Sebaran Luas Nilai Properti di Kabupaten Garut
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
Sangat Rendah
Rendah Menengah
Tinggi Sangat Tinggi
21.4 68.8
7.9 1.8
0.1
Luas
Gambar 40. Peta Properti Kabupaten Garut
75
Dalam penelitian ini penilaian resiko dari aspek kerugian jiwa aspek manusia tidak di perhitungkan, karena keterbatasan data sehingga kerugian hanya
di batasi pada aspek properti. Berdasarkan hasil analisis resiko yang dilakukan melalui proses tumpang tindih overlay antara peta bahaya dengan peta properti
didapatkan hasil bahwa tingkat resiko bahaya longsor di daerah penelitian didominasi oleh tingkat resiko sedang. Secara rinci besarnya presentase pada
masing-masing tingkat resiko untuk daerah penelitian disajikan pada Gambar 41, sedangkan persebaran spasial dari masing tingkat resiko tersebut disajikan pada
Gambar 42. Berdasarkan pada Gambar 42 terlihat bahwa pola resiko longsor agak
mirip dengan pola bahaya longsor, terutama untuk wilayah selatan. Hal ini disebabkan kondisi properti di wilayah selatan relatif hampir seragam. Nilai
tertinggi untuk kelas resiko untuk daerah penelitian hanya mencapai kelas tinggi, sehingga kelas sangat tinggi tidak didapatkan, Hal ini disebabkan nilai properti di
daerah yang mempunyai kelas bahaya longsor tinggi berkisar dari sedang hingga sangat rendah. Untuk kelas resiko sedang luasannya sangat dominan dan tersebar
hampir di seluruh daerah penelitian, kecuali di wilayah daerah dataran antar pegunungan yang berlokasi di wilayah Utara Kabupaten Garut, dimana di
wilayah-wilayah ini lebih didominasi oleh kelas resiko rendah dan sangat rendah. Besarnya persentase luasan dari masing-masing kelas resiko longsor untuk daerah
penelitian disajikan pada Gambar 41 Jika persebaran kelas resiko longsor tersebut dilihat dari sisi batas
adminitrasi, maka wilayah-wilayah yang mempunyai kelas resiko longsor sedang hingga tinggi mencakup beberapa kecamatan, yaitu kecamatan-kecamatan
Pekenjeng, Bungbulang, Cisewu, Telegong, Pamulihan, Cisompet, Banjarwangi, Cikelet, Cisurupan dan Cibalong. Untuk mengetahui besarnya masing-masing
kelas resiko longsor pada masing-masing kecamatan dapat di lihat pada Tabel Lampiran 7.
Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa Kecamatan Pekenjeng, Bungbulang, Cisewu, Telegong, Pamulihan, Cisompet, Banjarwangi, Cikelet,
Cisurupan dan Cibalong perlu mendapat perhatian dan prioritas untuk menanggulangi resiko longsor yang selalu membawa bencana bagi masyarakat.
Hal ini disebabkan kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai luasan kelas resiko longsor yang tinggi.
Seiring dengan bertambah jumlah penduduk pada setiap tahun menyebabkan bertambahnya kebutuhan manusia, sehingga perubahan penggunaan
lahan seringkali tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu, Kabupaten Garut, terutama di wilayah bagian Selatan perlu melakukan perbaikan terhadap rencana tata
ruangnya dan membuat kebijakan baru apabila ditemukan wilayah-wilayahnya berada pada kelas resiko tinggi. Dalam hal ini peta bahaya dan resiko longsor
sangat penting untuk perencanaan wilayah.
Gambar 41. Grafik Sebaran Luas Kelas Resiko Tanah Longsor
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
Sangat rendah rendah
Sedang Tinggi
0.5 31.2
66.5
1.8
Luas
Gambar 42. Peta Resiko Longsor Kabupaten Garut
78
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
1. Titik-titik longsor ditemukan di daerah perbukitan dan pegunungan
yang pada umumnya mempunyai kelas kemiringan lereng yang tinggi. Hal ini mengidikasikan bahwa terdapat suatu kaitan yang erat antara
titik kejadian longsor dengan kondisi topografi. 2.
Sebagain besar titik longsor yang ditemukan berada pada kemiringan lereng yang besar 15-45 pada berbagai kondisi biogeofisik seperti
formasi geologi, jenis tanah, elevasi, penggunaan lahan dan curah hujan. Untuk wilayah yang mempunyai curah hujan tinggi terindikasi
mempunyai tingkat bahaya longsor yang tinggi. Hal ini menunjukan bahwa untuk daerah penelitian faktor kemiringan lereng dan curah
hujan sangat menentukan proses terjadinya longsor. 3.
Sekitar sepertiga dari wilayah penelitian 33.5 tergolong dalam bahaya longsor kelas tinggi, sedangkan hampir separuh dari wilayah
tersebut 42.1 tergolong dalam kelas bahaya longsor sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa Kabupaten Garut dapat di kategorikan sebagai
wilayah administrasi yang rawan terhadap bencana longsor. Namun ada hal yang perlu diperhatikan untuk kabupaten ini adalah bahwa
kelas bahaya longsor sedang dapat meningkat menjadi kelas bahaya yang lebih tinggi jika salah satu dari parameter penentu kelas bahaya
longsor mengalami perubahan kondisi yang lebih buruk. 4.
Seluas 66.5 dari wilayah penelitian tergolong dalam kelas resiko sedang, 31.2 tergolong ke dalam kelas resiko rendah, dan hanya
sekitar hampir 2 tergolong ke dalam kelas resiko tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa kondisi properti sebagai salah satu faktor
penentu tingkat resiko di daerah penelitian relatif belum berkembang disebabkan hampir ¾ dari luas daerah penelitian 75.6 tergolong
pada kelas bahaya longsor sedang hingga tinggi. Dengan demikian luasan wilayah yang tergolong ke dalam kelas tinggi dapat meningkat
jika di waktu yang akan datang terdapat perkembangan properti yang lebih
baik seiring
dengan perubahan
penggunaan lahan.