Kerapatan Titik Longsor Terhadap Penggunaan Lahan

Sawah 49239 15.97 Ladang 67872 22.02 10 1.5 Hutan 49247 15.98 9 1.8 Pemukiman 18839 6.11 9 4.8 Kebun Campuran 78989 25.63 74 9.4 Gambar 36. Hubungan Kerapatan Kejadian Longsor pada Penggunaan Lahan Berdasarkan hasil data di atas tampak bahwa kebun campuran mempunyai peluang terbesar terulangnya kejadian longsor pada titik yang sama, sedangkan pemukiman mempunyai peluang terbesar kedua yang disusul oleh hutan dan ladang. Terulangnya kejadian longsor di areal pemukiman pada umum dipengaruhi oleh aktifitas manusia memotong lereng dengan tujuan mendirikan bangunan atau rumah di lokasi lereng tersebut, meskipun tanpa disadari apa yang dilakukan tersebut berdampak negatif yaitu dapat memicu terjadinya longsor. Hutan pada umumnya menempati lereng-lereng yang curam sehingga wilayah hutan mempunyai kerentanan longsor yang tinggi yang diakibatkan oleh kemiringan lereng tersebut Tabel 30. Setelah longsor, biasanya tutupan hutan menjadi terbuka tanpa vegetasi, sehingga hal ini mudah memicu terjadi longsor kembali di waktu yang akan datang. Dengan demikian pada titik longsor tersebut bisa terulang kembali akibat tidak adanya akar dari vegetasi yang menahan tanah dan batuan. Hal serupa dapat terjadi pada penggunaan lahan ladang, karena tidak adanya vegetasi yang besar yang akarnya dapat menahan tanah dan batuan, dan 2 4 6 8 10 K e jad ian 100k m ² Penggunaan Lahan Density juga ladang-ladang tersebut umumnya menempati lereng yang miring, sehingga longsor sering terjadi secara berulang Tabel 30.

5.3 Analisis Bahaya Longsor

Dalam penelitian ini kelas bahaya longsor dibagi menjadi lima kelas yaitu sangat rendah, rendah, menengah, tinggi dan sangat tinggi. Untuk mendapatkan kelas tingkat bahaya longsor, formula seperti berikut dibawah ini digunakan seperti yang telah diuraikan pada bab metodologi penelitian. Begitu pula nilai- nilai skor pada masing-masing parameter yang digunakan untuk menilai bahaya longsor. Keterangan : KBL = Kelas Bahaya Longsor L = Lereng E = Elevasi G = Geologi T = Tanah L = Lahan CH = Curah Hujan Berdasarkan hasil analisis bahaya longsor yang dilakukan sesuai dengan formula tersebut, didapatkan bahwa secara dominan daerah penelitian mempunyai kelas bahaya sedang, seperti disajikan pada Gambar 36. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa bahaya sangat tinggi sangat sempit hanya menempati 0.1 dari total luas daerah penelitian, bahaya tingg 33.5, bahaya sedang 42.1, bahaya rendah 19, dan bahaya sangat rendah 5.3. Untuk mengetahui gambaran persebaran spasial dari kelas-kelas bahaya tersebut dapat dilihat pada Gambar 37. Dari Gambar 37 dapat diketahui bahwa bahaya sangat tinggi berlokasi di Kabupaten Garut bagian Selatan, dimana pada lokasi ini kelas kemiringan lereng 45 cukup dominan dan dengan pula nilai skor untuk masing-masing parameter yang lain. Untuk bahaya tinggi juga tersebar hampir merata di Kabupaten Garut bagian Selatan, dimana di wilayah ini curah hujan relatif tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa curah hujan berperan besar dalam menentukan tingkat bahaya longsor, disebabkan kondisi dari parameter-parameter lain mempunyai Rumus KBL = L + E + G + T + L + CH

Dokumen yang terkait

Extension of Farmers in Marginal Land The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

1 20 286

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

3 56 279

Examination of Land Degradation based on Erosion Potential using Revised Universal Soil Loss Equation (A Study Case of Bandung Regency, West Java, Indonesia)

0 9 200

Land Use Classification with Back Propagation Neural Network and The Maximum Likelihood Method: A Case Study in Ciliwung Watershed, West Java, Indonesia.

0 13 228

The Method of Economic Valuation of Environmental Damage Caused by Land and Forest Fires (A Case Study in Sintang Regency, West Kalimantan)

1 34 272

Extension of Farmers in Marginal Land: The Innovation Adoption Case Study on Integrated Dry-Land Farming in Cianjur and Garut Regencies, West Java Province

0 14 556

Local Institution: A Form of Socio-Ecological Adaptation in Landslide-Prone Areas (A Case of Landslide-Prone Community in Sukaraksa Village, Bogor Regency, West Java Province).

0 7 313

An Analysis of Potential Hazard and Risk for Flood and Landslide (Case Study in West Java Province)

2 19 308

Spatial Landuse Planning of Soybean Plantation as Analyzed by Land Evaluation and Dynamic System: a Case Study of Karawang Regency, West Java, Indonesia

0 7 5

Access to land in Sundanese Community : Case Study of Upland Peasant Hausehold in Kemang Village, West Java Indonesia

0 3 6