Pengawasan DPL Kajian Implementasi Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut di Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkep, Propinsi Sulawesi Selatan

6. Pembentukan kelompok pengelola

Kelompok pengelola DPL tidak dibuat secara khusus, melainkan diserahkan langsung kepada LPSTK Desa Mattiro Deceng. Adapun kelompok pengelola ini mempunyai tugas antara lain: 1. Membuat perencanaan pengelolaan DPL dengan persetujuan masyarakat. 2. Mengelola DPL secara berkelanjutan. 3. Menjaga kelestarian dan pemanfaatan DPL untuk kepentingan masyarakat. 4. Melakukan penangkapan terhadap pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran. 5. Melakukan perampasan atas barang danatau alat-alat yang dipergunakan oleh pelanggar. 6. Memberikan laporan keadaan DPL secara periodik kepada Kepala Desa.

7. Pengawasan DPL

Pengawasan DPL dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas Pokmaswas yang merupakan bagian anggota LPSTK. Pokmaswas bertugas mengawasi dan mengendalikan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Susunan kepengurusan Pokmaswas ini meliputi ketua, bendahara dan anggota. Pokmaswas mengadakan patroli untuk melihat dan mengawasi aktivitas sekitar DPL maupun non-DPL. Berdasarkan Perdes tentang pembentukan DPL, hal-hal yang dilarang untuk dilakukan di DPL antara lain i melintasimelewatimenyeberang DPL kecuali dalam keadaan darurat, ii memancingmenangkap ikan dengan segala jenis alat tangkap, iii mengambil biota laut, tumbuhan dan karang yang hidup ataupun mati, iv menggunakan lampu di dalam DPL pada malam hari dengan maksud untuk menarik ikan, v melakukan budidaya rumput laut, ikan karang dan ikan lainnya di dalam DPL, vi menempatkan bagan di dalam DPL, vii membuang jangkar di dalam DPL, viii membuang sampah di dalam DPL dan melakukan penambangan di dalam DPL. Sanksi yang diberikan kepada pelanggar yaitu: 1. Jika melanggar sekali, sanksi yang diberikan meliputi permintaan maaf oleh pelanggar, mengembalikan semua hasil yang diperolehnya dari DPL kepada desa dan menandatangani surat pernyataan tidak akan mengulangi lagi pelanggaran tersebut di hadapan aparat desa, kelompok pengelola dan masyarakat. 2. Pelaku sama melakukan pelanggaran kedua kalinya, sanksi meliputi denda dengan sejumlah uang yang akan ditentukan kemudian oleh kelompok pengelola dan menyita semua peralatan yang dipakai dalam pelanggaran aturan DPL. 3. Pelaku sama melakukan pelanggaran ketiga kalinya, sanksi meliputi denda dengan sejumlah uang yang akan ditentukan kemudian oleh kelompok pengelola, menyita semua peralatan yang dipakai dalam pelanggaran aturan DPL dan diwajibkan melakukan pekerjaan sosial untuk kepentingan masyarakat kerja bakti, membetulkan MCK umum dan sanksi lain yang kemudian ditentukan kepala desaatau masyarakat desa. 4. Pelaku sama melakukan pelanggaran lebih dari tiga kali, sanksi meliputi point-point sebelumnya dan akan diserahkan ke kepolisian serta dapat dikenakan sanksi adat yang masih diakui masyarakat. Sanksi adat meliputi dikucilkan dalam pergaulan dan diusir dari pulau. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa stakeholder, pengawasan terhadap wilayah DPL tidak dilakukan secara rutin, mengingat perahu yang ada mengalami kerusakan dan terkendala bahan bakar. Sistem logbook yang dianjurkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk setiap kegiatan pengawasan pun tidak terdokumentasi dengan baik. Di Pajjenekang, pengawasan dilakukan masyarakat yang sedang tidak melaut di pos pengawasan yang didirikan di dekat pantai. Karena jarak DPL dan pantai tidak terlalu jauh, beberapa anggota masyarakat mudah mengawasi DPL. Meskipun tidak ada data logbook yang terstruktur dan rutin, berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat, pelanggaran mendekati nihil. Pelanggaran yang ada biasanya dilakukan oleh nelayan pendatang dari pulau luar. Sejauh ini, tidak ada pengebom atau pembius yang beroperasi di Pulau Badi dan Pajjenekang. Di Pulau Badi sendiri meskipun masih terdapat pembius, beroperasi di luar pulau. Sedangkan di Pajjenekang sudah tidak ada lagi pengebom atau pembius. Beberapa pengebom di pulau ini menghentikan aktifitasnya dan beralih ke pancing atau pembeli ikan karena sadar akan dampak pengeboman dan pembiusan yang merusak ekosistem terumbu karang di wilayah perairan sendiri. Di desa diberlakukan aturan bagi siapapun yang melakukan kunjungan ke desa, baik untuk wisata maupun penelitian yang melakukan penyelaman, diwajibkan lapor ke kantor desa atau melalui Ketua LPSTK yang telah ditunjuk dan dipercaya untuk mengelola DPL. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan kerusakan terumbu karang.

8. Monitoring dan evaluasi DPL