adanya DPL, masyarakat tidak menangkap ikan di lokasi yang sekarang menjadi DPL.
4. Masyarakat memberikan dukungan pembentukan DPL. Meskipun persepsi
terhadap pengertian DPL rendah, masyarakat pada dasarnya mendukung adanya suatu kawasan yang dikelola demi keberlanjutan sumberdaya, dalam
hal ini DPL. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat menangkap ikan di luar pulau sehingga dengan adanya pembatasan wilayah
masyarakat nelayan tidak merasa dirugikan. 5.
Persepsi masyarakat terhadap manfaat yang akan ditimbulkan adanya DPL adalah cukup bermanfaat. Pembentukan DPL yang pertama kali diinisiasi
oleh pemerintah ini mempunyai maksud dan tujuan tertentu sehingga masyarakat meyakini suatu saat akan bermanfaat bagi masyarakat.
6. Masyarakat sedikit tahu tentang sanksi atas pelanggaran yang dilakukan di
wilayah DPL. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi tentang Perdes penetapan DPL yang didalamnya mencakup sanksi atas pelanggaran yang
dilakukan di DPL. 7.
Masyarakat memberikan dukungan akan keberlanjutan DPL untuk menjaga ekosistem terumbu karang.
8. Masyarakat cukup mendukung jika suatu saat diberlakukan kegiatan
konservasi dimana kemudian hari akan dijadikan kebiasaan masyarakat, seperti buka tutup kawasan DPL. Masyarakat Desa Mattiro Deceng tidak
memiliki suatu kebiasaan konservasi sebelum adanya DPL ini. Masyarakat hanya mempunyai suatu tradisi budaya, yaitu Festival Muharram dan Mandi
Shafar.
4.5.2 Partisipasi Masyarakat
Persentase skor partisipasi masyarakat adalah 23.40 dari total skor ideal Lampiran 6. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembentukan dan pengelolaan DPL adalah rendah. Hal ini disebabkan antara lain: 1.
Hanya pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam pembentukan Pokmas dan LPSTK, seperti tokoh masyarakat, dusun dan masyarakat non nelayan. Ini
terlihat dari personil kepengurusan LPSTK.
2. Kegiatan sosialisasi, survei lokasi, penetapan perdes, pemasangan tanda batas
DPL yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan pihak ketiga yang menyebabkan kurang
kontaknya pemerintah dengan masyarakat. Terlebih pelaksanaan kegiatan dibatasi oleh tahun anggaran pemerintah sehingga target kegiatan harus
terselesaikan pada tahun tersebut. Disini faktor proyek masih menonjol. 3.
Kegiatan pengawasan masih menggantungkan pembiayaan dari pemerintah sehingga kegiatan pengawasan tidak dapat dilakukan secara rutin.
4. Kegiatan pelatihan dan studi banding diperuntukkan bagi personil yang
terlibat aktif dalam COREMAP II, yaitu dalam kepengurusan LPSTK. Hal ini pun sangat terbatas keikutsertaan masyarakat karena keterbatasan dana dan
peserta yang dialokasikan oleh Pemerintah Daerah. 5.
Kegiatan analisis dampak program berupa pemantauan kondisi terumbu karang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah bekerjasama dengan pihak
ketiga. Pelaksanaan kegiatan tersebut hanya melibatkan motivator desa COREMAP II yang pemilihannya ditunjuk oleh masyarakat desa.
6. Adanya suatu pemikiran bahwa DPL ini merupakan program pemerintah dan
dibiayai oleh pemerintah serta dikelola oleh beberapa orang tertentu saja menyebabkan masyarakat tidak merasakan kepemilikan adanya program ini
dan tidak berpartisipasi di dalam kegiatan pengelolaan. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pembentukan dan
pengelolaan DPL merupakan hal penting yang harus diperhatikan, mengingat masyarakat mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya dengan ikatan
sejarah dan tradisional. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DPL diharapkan dapat menyediakan fasilitas, dukungan politik dan moral dalam pengelolaan DPL,
termasuk di dalamnya pengawasan yang dapat dilakukan dan penegakan aturan bersifat sukarela. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan DPL akan
menimbulkan rasa memiliki program tersebut dan berpengaruh terhadap sikap dan tindakan masyarakat terhadap pengelolaannya Crawford et al. 2000.
4.5.3 Peran Pemerintah