Perburuan satwa mangsa harimau Penebangan liar

pohon-pohon berdiameter besar. Meskipun demikian bukan berarti kawasan ini terlepas dari gangguan manusia dan kerusakan alami. Beberapa ancaman dan gangguan yang terjadi pada kawasan diantaranya.

a. Perburuan harimau

Perburuan harimau merupaka ancaman paling mematikan bagi harimau karena langsung berhubungan dengan satwa tersebut. Perburuan harimau dilakukan dengan menggunkan jerat yang terbuat dari kawat atau tali, meskipun harimau dapat lepas dari jeratan kawat besar kemungkinan harimau mengalami cedera yang parah akibat kuatnya jeratan kawat tersebut. Harimau sumatera biasanya diburu untuk diperjual belikan baik hidup maupun anggota tubuhnya. Menurut Endri 2006 harga kulit harimau sumatera mencapai U 500 atau sekitar Rp.4.500.000,- kurs 1 = Rp 9.000,- di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Kegitan perburuan mulai berkurang dan sempat terhenti selama bergejolaknya konflik antara Gerakan Aceh Merdeka GAM dengan pemerintahan RI. Berkurangnya perburuan terjadi karena semakin sulitnya memasuki kawasan karena akses yang awalnya mudah menjadi sulit karena semasa konflik akses jalan tersebut sengaja dirusak dan perkampungan yang ada disekitarnya dibakar sehingga membentuk hutan baru. Alasan lainnya adalah mulai direkrutnya pemburu harimau menjadi pasukan penjaga hutan Ranger yang dibina oleh FFI Aceh bekerjasama dengan dinas kehutanan propinsi Aceh.. Namun demikian menurut cerita dari ranger perburuan masih terjadi meskipun secara sembunyi-sembunyi.

b. Perburuan satwa mangsa harimau

Perburuan satwa mangsa harimau yang umum terjadi adalah perburuan rusa dan kijang. Perburuan rusa dan kijang dilakukan secara tradisional menggunakan jerat tali atau dalam bahasa lokal disebut taren. Ada 3 lokasi utama yang dijadikan sebagai areal perburuan yaitu kaki bukit Pos Induk, hutan bekas SP satuan pemukiman 1, 4 dan 5 serta kawasan padang rumput Blang Raweu. Sebelum terjadi konflik bersenjata di Propinsi Aceh padang rumput Blang Raweu merupakan lokasi paling ideal bagi pemburu dalam berburu rusa karena aksesnya yang relatif mudah serta mudahnya menemukan lokasi ideal untuk memasang jerat sehingga peluang terjeratnya rusa semakin tinggi. Keberadaan perburuan rusa dan kijang diketahui melaui banyak jerat taren terpasang yang ditinggalkan pemburu disepanjang jalur pemasangan perangkap kamera terutama pada hutan-hutan yang dekat dengan pemukiman dan memiliki akses yang realtif mudah. Sealin itu juga sempat terjadi perjumpaan langsung dengan 3 orang pemburu rusa yang sedang membawa rusa hasil buruannya dalam keadaan telah di potong pada jalur pemasangan Krueng Gooha tepatnya jalur pendakian menuju Pos Induk. Selain itu keberadaan pemburu juga terlihat pada beberapa kamera yang dipasang pada jalur pemburu tersebut. Perburuan satwa mangsa harimau pada kawasan ini umumnya dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan daging masyarakat sekitar kawasan karena tidak adanya pasokan daging konsumsi baik sapi atau kambing bagi masyarakat sekitar kawasan. Perburuan yang berlebihan dan tidak terkontrol ditakutkan mempengaruhi populasi dan keberadaan satwa mangsa harimau sumatera yang secara tidak langsung juga ikut mempengaruhi populasi dan keberadaan harimau sumatera. Menurut Karant 1991 penyusutan populasi satwa mangsa harimau dapat memberikan efek pada dinamika populasi tersebut.

c. Penebangan liar

Penebangan pohon merupakan masalah yang banyak dijumpai di kawasan yang memiliki akses terhadap jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor minimal roda dua. Penebangan pada kawasan ini banyak dilakukan pada jenis pohon meranti yang menghasikan banyak kayu setiap batangnya dan memiliki nilai jual yang tinggi serta memiliki kekuatan yang baik. Kayu jenis ini sebagian besar digunakan untuk membangun perumahan bagi masyarakat sekitar kawasan. Penebangan oleh masyarakat dilakukan menggunakan mesin potong kayu namun tidak memiliki efetivitas kerja karena untuk memotong satu pohon bisa memakan waktu sampai 10 hari dengan tenaga kerja 5 orang. Proses penyaradan juga merusak ekosistem karena dilakukan dengan menarik kayu menggunakan kerbau. Dalam proses penarikan mengakibatkan adanya alur-alur baru yang dapat merubah aliran air. Masih tingginya aktivitas penebangan pada kawasan hutan di kecamatan Mane dan Geumpang ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya 1 Tradisi masyarakat kecamatan Mane dan Geumpang yang masih mengandalkan kayu sebagi kebutuhan utama dalam membangun rumah, 2 permintaan akan kayu- kayu berkualitas tinggi dari luar kawasan, serta 3 tidak adanya pengawasan kawasan oleh pihak-pihak terkait.

d. PerambahanPembukaan lahan